oleh Najiv Alaska pada 17 Januari 2011
Bayangkan seandainya hidup kita seperti sebuah drama pantomim, drama yang hanya bisa ditampilkan melalui alunan gerak dan ekspresi wajah. Tarian hampa dan hembusan keheningan terpaksa harus dinikmati. Mungkin, dalam drama yang sesungguhnya, semua ini bisa saja tampak menyenangkan. Tetapi, sekali lagi, bayangkan seandainya hidup ini harus berjalan seperti drama pantomim. Alangkah sunyinya!
Salah satu alasan mengapa manusia menjadi makhluk yang paling maju di bumi ini adalah karena kemampuan komunikasi yang baik. Dengan kemampuan ini hidup kita tidak lagi seperti sebuah pantomim. Tidak lagi sunyi. Suara lantan bisa menghasilkan ekspresi yang baik. Sadar atau tidak, apa saja yang telah kita pelajari sejak dilahirkan ke bumi ini sebagian besar melalui komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik ini anda tidak akan menjadi sehebat dan secerdas sekarang.
Beberapa waktu yang lalu, di rumah sakit, saya mendapati seorang ibu penderita kanker lidah stadium tiga. Kanker itu membuatnya susah menutup mulut. Ia berusaha untuk selalu menutup mulutnya dengan susah payah. Entah karena malu atau apapun, yang jelas ia terus berusaha sampai saya katakan bahwa ia tidak harus demikian. Suara yang mampu ia keluarkan hanyalah kata-kata tak jelas yang susah saya mengerti. Saya sodorkan secarik kertas padanya untuk menulis apa yang hendak ia katakan. Sungguh, saya bersyukur kepada Allah, diantara sekian banyak kekurangan yang saya miliki, saya masih diberikan kelebihan dan kenikmatan dengan cara dijauhkan dari cobaan seperti ini.
Tak ayal lagi, nikmat lidah sehat yang Allah berikan kepada kita merupakan salah satu anugerah yang tak ternilai. Dengan fungsi yang luar biasa, organ ini mengantar kita menuju peradaban modern. Lidah berperan sentral dalam komunikasi yang kita jalin sehari-hari. Dengan perabot ciptaan Allah yang istimewa ini, hidup anda jauh lebih berarti dibanding sebuah drama pantomim tanpa suara. Jika anda perhatikan lagi, Allah telah memudahkan perjalanan hidup kita ini dengan Maha Karya yang tiada tara. Segala sesuatu yang kita butuhkan telah diberiNya, lalu apa yang telah kita perbuat sebagai balasannya ?
Masih ingatkah kita pada kisah Nabi Musa a.s yang mencabut rambut dari dagu Firaun. Murka dengan itu, Firaun memberi Musa a.s dua pilihan yaitu botol susu dan bara api. Atas rahmat Allah, ia pun memilih bara api dan harus memakannya hingga lidahnya menjadi kaku dan cacat. Ketika Musa telah besar dan menjadi rasul, ia takut kemampuan bicaranya yang kurang baik membuatnya mudah didustakan. Ia memohon agar saudaranya Harun juga diberi status nabi untuk membantunya melakukan dakwah Islam. Dalam surat Al-Qashas ayat 34 Allah berfirman :
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ
”Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, Maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkata-an)ku; Sesungguhnya Aku khawatir mereka akan mendustakanku.”
Ia juga berharap kekakuan lidahnya diringankan oleh Allah sebagaimana tersebut dalam Al-Quran surat Thahaa ayat 27 :
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي
”Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku”
Begitu besar arti dari lidah yang Allah berikan sampai-sampai Dia menjadikan Nabi khusus sebagai juru bicara Musa a.s.
Lidah memiliki dua fungsi utama yaitu memanipulasi makanan dan mengartikulasi suara. Memanipulasi makanan meliputi fungsi merasakan makanan, mengunyah dan menelan. Fungsi perasa lidah dibawa oleh bentukan papil atau tonjolan di permukaan lidah yang disebut dengan taste bud. Ketika seseorang hendak makan secara otomatis otak mengirim sinyal ke rongga mulut agar produksi air liur diperbanyak sekaligus untuk mempersiapkan kerja taste bud. Sinyal kimiawi dari rasa makanan dikirim ke otak untuk kemudian dipersepsi dan direspon dengan sensasi rasa asam, asin, manis atau pahit.
Boleh jadi anda penggemar makanan yang serba enak, boleh jadi anda menggandrungi fast-food atau junk food, boleh jadi anda berbahagia karena memiliki istri yang pandai memasak, tetapi ingatlah selalu bahwa semua itu tidak akan ada artinya jika taste bud ciptaan Allah dalam lidah anda tak bekerja. Bayangkan jika kerja bagian ini kacau, taruhlah taste bud anda selalu salah mempersepsi salah satu rasa, pasti anda tidak tertarik lagi dengan makanan kesukaan. Sirup jadi terasa pahit, korma menjadi asin atau roti menjadi asam. Dunia makanan pasti hancur berantakan.
Ketika kita mengunyah, lidah selalu mendorong makanan ke arah samping sehingga proses kunyah bisa berjalan dengan baik. Apabila kita tidak memiliki lidah maka kita akan makan dengan posisi kepala miring untuk mengarahkan makanan ke sisi gigi. Fungsi manipulasi makanan berikutnya adalah menelan. Pada saat makanan telah memasuki ruang orofaring (tenggorok belakang mulut) secara otomatis otot lidah yang berjumlah delapan buah akan mendorong makanan kebawah. Lidah juga ikut mendesak epiglotis (katup penutup saluran napas) agar makanan tidak salah jalur masuk ke paru. Subhanallah.
Para penderita kanker lidah stadium tiga yang harus menjalani operasi pengangkatan lidah hingga sepertiga bagian belakang, akan segera diikuti dengan pemasangan pipa lambung seumur hidup untuk mengganti fungsi kunyah dan telan lidah. Lebih parah lagi, mereka mungkin menjalani prosedur operasi gastrostomy, yaitu membuat lubang di perut ke arah lambung sehingga makan tidak lagi melewati mulut. Alangkah beruntungnya kita yang masih memiliki lidah yang sehat.
Fungsi terakhir dan teramat istimewa dari lidah adalah pengartikulasian suara atau proses menghasilkan suara. Lidah sendiri bukanlah suatu organ penentu munculnya suara. Produksi suara dihasilkan oleh rima glotis (pita suara). Saat kita berbicara, udara dalam paru dihembuskan ke dalam rongga mulut sehingga menggetarkan rima glotis dan menghasilkan suara. Tetapi, tanpa lidah anda hanya akan mampu mengucapkan huruf vokal seperti a, i, u, e dan o. Itu pun anda masih harus menggerakkan otot-otot wajah. Sedangkan pelafalan huruf konsonan mutlak membutuhkan lidah. Gerakan lidah menyentuh langit-langit, dasar mulut maupun bibir akan membuat huruf konsonan terdengar jelas.
Struktur anatomi lidah kita tidak jauh berbeda dengan lidah hewan mamalia seperti kambing atau anjing. Tetapi, anjing dan kambing tak mampu berkomunikasi serta menghasilkan artikulasi seperti kita, padahal ia mampu menggerakkan lidahnya dengan baik. Hewan mamalia tak pernah mampu membuat suatu kalimat dengan intonasi, fluktuasi dan resonansi seperti yang kita lakukan. Hal ini bisa terjadi hanya karena Allah menyempurnakan penciptaan kita. Allah menghendaki kita menjadi makhlukNya yang sempurna. Dengan kemampuan itu anda bisa memberikan pelajaran kecil kepada putra-putri anda. Dengan komunikasi, sekolah-sekolah, bangku perkuliahan dan ceramah agama disampaikan. Dengan memiliki lidah yang serbaguna, anda unggul sekian juta persen dibanding hewan mamalia.
Kemampuan berekspresi yang kita miliki sungguh mengagumkan. Manusia mampu berdiskusi, mengutarakan pendapat dan berinteraksi diantara sesama, hanya karena Allah menghendaki kita lebih unggul dari makhluk lain. Hewan dan tumbuhan tak mampu melakukan hal sederhana yang satu ini. Dunia mereka tak jauh berbeda dengan suatu drama pantomim, sementara dunia anda sangat berwarna, penuh dengan keceriaan dan dilumuri dengan keberkahan….
Nikmat Allah yang satu ini adalah salat satu mukjizat terbesar yang kita miliki. Indahnya dunia suara manusia bukanlah semata untuk dinikmati tetapi juga disyukuri. Dibalik suatu kenikmatan selalu tersimpan pesan tanggung jawab. Lidah memang mampu menghiasi dunia kita, menyibukkan kita dalam kenikmatan. Seringkali kenikmatan ini membuat kita terlena sehingga terjadi penyimpangan fungsi. Saling mengejek, berkata-kata kotor, menggunjing, mudah menyumpah dan lain sebagainya adalah contoh nyata bagaimana kita tidak mensyukuri nikmat ini. Pergunakanlah ia di jalan kebaikan dengan memberi berita-berita gembira, berkata-kata yang baik dan sering-sering menyebut namaNya di waktu pagi dan pet supaya kita tidak lalai.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
”Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf 205)
Jangan sampai anda terbuai, karena lidah juga mampu menjatuhkan anda serendah-rendahnya di padang Maghsyar kelak. Jangan pernah memberinya alasan untuk membuat kesaksian atas apa yang telah ia lakukan di atas bumi, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nuur ayat 24 :
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
”Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Kita layaknya sekelompok kafilah. Berjalan seharian, berkejaran dengan gelap yang tak pernah sanggup untuk dikejar. Gelap tetap datang. Cahaya siang pun muncul kembali dari belakang. Dalam keadaan yang relatif sama, ia justru yang mengejar kita. Dan tentu saja, kita mudah untuk dikejar! Begitu juga dengan nikmat Allah. Kita seperti mengejar mereka, berburu dengan waktu memanfaatkannya hingga ke jalan yang tidak benar. Namun, suatu kali ia akan berubah mengejar kita dari belakang. Membelalak mata kita dengan segala kejelekan yang pernah kita perbuat atasnya. Mudah-mudahan Allah membantu kita dalam menetapkan batas-batas kenikmatan yang Ia berikan.
Kembali ke ibu dengan kanker lidah tadi, akhirnya ia harus menjalani operasi yang luar biasa radikal. Dua pertiga lidah bagian depannya dipotong habis, kemudian sebagian dari otot dadanya diangkat dan disambung untuk menggantikannya. Ia tak lagi bisa menelan bahkan untuk air liurnya sendiri. Ia tak lagi mampu merasakan nikmatnya makanan. Ia juga tak mampu lagi berucap sehuruf pun. Belum cukup dengan itu, ia harus menjalani operasi kedua untuk membuat lubang permanen di perut ke arah lambung sebagai lubang makan. Saya yakin dengan operasi seradikal itu, ia mungkin sudah menjual semua perhiasan, menjual petak-petak sawahnya di desa atau bahkan menggadaikan rumahnya. Benar-benar penderitaan yang teramat menyedihkan. Demi sebuah lidah, harga sebiji kenikmatan Ilahi.
Kamis, 20 Januari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar