Rabu, 24 November 2010

Faedah Ilmu Terletak Pada Pengamalan dan Pencatatannya

oleh Najiv Alaska pada 22 November 2010

Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al-Habsyi yang kita kenal sebagai penyusun kitab Maulid Simthud Duror, memiliki kepedulian tinggi dan amat bangga terhadap para penuntut ilmu. Sehingga semasa hidupnya, tidak jarang beliau menyempatkan diri duduk di serambi rumahnya untuk menyaksikan para pelajar yang berlalu-lalang di depan kediamannya, berangkat menuju ke tempat mereka menunut ilmu.

Dalam kumpulan kalam beliau yang disusun Habib Umar bin Muhammad Maula Khela, berjudul “Jawahirul Anfas Fii Maa Yurdli Rabban Naas” disebutkan, karena begitu bangganya kepada para penuntut ilmu Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Ra pernah berkata, “Aku doakan agar kalian berumur panjang dan memperoleh fath. Ketahuilah setiap orang yang mengajar sesuai dengan ilmu yang dimiliki, kelak di hari kiamat akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW”.

Habib Ali tak dapat menyembunyikan kegembiraannya bila melihat para pelajar, sampai-sampai beliau berucap, “Jika aku bertemu pelajar yang membawa bukunya, ingin aku mencium kedua matanya”.

Suatu ketika, tepatnya pada hari Ahad, 11 Syawal 1322 Hijriyah, Al- Habib Ali mengundang dan menjamu para pelajar di suatu tempat yang dikenal dengan nama Anisah, yakni tempat yang rindang dan sejuk karena banyaknya pepohonan, sekitar 2 Km dari kota Sewun. Kepada para pelajar itu beliau berkata, “Ketahuilah, hari ini aku mengundang kalian untuk membangkitkan semangat kalian menuntut ilmu. Giatlah belajar, semoga Allah memberkahi kalian”

Tidak itu saja, beliau mengajak para pelajar itu serius menuntut ilmu, sebagaimana dilakukan para salafus shaleh. Dikatakannya, “Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu. Perhatikan para salaf kalian, mereka menghafal berbagai matan (naskah). Mereka telah hafal kitab Az-Zubad, Mulkah I’rob dan Al-Fiyah di masa kecilnya. Setelah dewasa ada yang telah hafal kitab Al Minhaj, Ihya’ Ulumiddin, dan lainnya”.

Beliau mengingatkan agar ketika menuntut ilmu, para pelajar tidak melalaikan peralatan tulisnya. Sebab, itu sudah menjadi kelengkapan bagi seorang penuntut ilmu yang dapat mendatangkan banyak kemanfaatan. Bahkan, menurutnya, jika tidak memperhatikan kelengkapan tersebut bisa mendatangkan aib baginya.

“Aku ingin setiap pelajar membawa alat-alat tulisnya ketika mengikuti pelajaran. Ketahuilah, keuntungan (faedah) ilmu terletak pada pengamalan dan pencatatannya. Sebaliknya, menjadi aib bagi seorang pelajar jika saat mengikuti pelajaran (menuntut ilmu) ia tidak membawa buku dan peralatan tulis lainnya,” tandasnya.

Larang Remehkan Anak-anak

Pada kesempatan tersebut, Al-Habib Ali benar-benar ingin menuntaskan nasehatnya kepada para pelajar yang amat dicintainya itu. Termasuk tidak sekali pun meremehkan nasihat yang diucapkan anak-anak. Beliau menuturkan, “Pelajarilah cara membunuh atau mengendalikan hawa nafsu, adab dan tata krama. Tuntutlah ilmu baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Jika yang mengajarkan ilmu jauh lebih muda dari mu janganlah berkata, “Kami tidak mau belajar kepadanya, aib bagi kami”.

Habib juga mengingatkan pelajar agar tidak segan-segan mengulang pelajaran yang telah diterima dari gurunya. Malah, sebaiknya para pelajar dianjurkan untuk membacanya berkali-kali, sebelum guru pembimbing datang mengajarkan ilmunya. “Pelajarilah pelajaran yang hendak kalian bacakan di hadapan guru. Dengan demikian kalian akan memetik manfaatnya. Tauladani apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan salaf kita, saat menuntut ilmu,” ajak beliau.

Beliau juga mencontohkan beberapa ulama besar dari kalangan aslafunas shaleh ketika mereka menuntut ilmu, diantaranya Al Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi yang membaca pelajarannya sebanyak 25 kali sebelum mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya. Setelah itu mempelajari lagi sebanyak 25 kali seusai menerima pelajaran dari gurunya. Bahkan, syeikh Fakhrur Razi mengulang-ulang pelajarannya sebanyak 1000 kali. “Sementara kalian hanya (baru) membuka buku ketika berada di depan guru,” tambah beliau mengingatkan.

Di tengah-tengah para pelajar yang serius mengikuti nasehat-nasehatnya, beliau mengingatkan mereka agar menjauhi sifat dengki dan iri hati. Karena kedua sifat ini dapat mencabut keberkahan ilmu yang telah diperoleh. Beliau juga menceritakan pengalamannya ketika masih belajar.

“Ketika aku masih menuntut ilmu di Mekah. Setiap malam aku bersama kakakku Husein dan Alwi Assegaf mempelajari 12 kitab Syarah dari Al Mihaj, lalu menghafalkan semuanya. Pernah pada suatu hari saat nisful lail (akhir malam) ayahku Al Habib Muhammad keluar dari kamarnya dan mendapati kami sedang belajar. Beliau berkata, Wahai anak-anakku kalian masih belajar? Semoga Allah SWT memberkati kalian”.

Bahaya Makanan Haram

Pada kesempatan lain Habib Ali menggambarkan betapa gembira Rasulullah SAW jika melihat umatnya bersungguh-sungguh thalabul (mencari) ‘ilmu, kemudian mengamalkannya, dan menyampaikan (menyebarkannya) kepada saudaranya sesama umat Islam.

Beliau berkata, “Tidak ada yang lebih menggembirakan hati Rasulullah Muhammad SAW dari melihat upaya umat beliau menuntut ilmu, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya, dan menyebarkannya kepada saudaranya. Adakah yang lebih berharga dibandingkan kebahagiaan Habibi Muhammad SAW itu ? Dunia dan akhirat beserta segenap isinya tak mampu menyamai kebahagiaan beliau SAW”

Namun, beliau juga mengakui saat itu telah melihat gejala menurunnya semangat menuntut ilmu agama dan mengamalkan serta menyebarluaskannya di kalangan kaum muslimin. Menurutnya, semangat itu telah tidur terlalu lama, bahkan dikhawatirkan akan mati dalam tidurnya. Semangat itu telah hilang, cinta kepada ilmu telah menipis, keinginan berbuat kebajikan semakin melemah. Barangkali itu merupakan gejala awal rusaknya watak manusia. Putra Habib Muhammad Al-Habsyi ini menyatakan, penyebab utama semua itu adalah telah dikonsumsinya makanan haram oleh sebagian, atau bahkan kebanyakan umat Islam.

Diriwayatkan, bahwa Imam Haromain setiap kali ditanya seseorang selalu dapat menjawab. Imam Haromain adalah salah seorang yang menjadi rujukan (tempat bertanya) masyarakat di zamannya. Beliau menghafal ucapan guru beliau, Abu Bakar Al Baqillaniy yang tertulis dalam 12000 lembar kertas mengenai ilmu ushul. Sedangkan, Imam Sufyan bin Uyainah telah menghafal Al Qur’an dan menerangkan makna-maknanya di depan para ulama ketika ia masih usia 4 tahun. Kapan ia membaca Al Qur’an dan menghafalnya, serta kapan ia mempelajari makna-maknanya ?.

Namun suatu kali Imam Haromain ini tidak berkutik dan tidak dapat menjawab ketika menerima pertanyaan. Orang yang bertanya itu kemudian menanyakan mengapa sampai demikian, tidak biasanya beliau tak bisa menjawab. Lalu, Imam Haromain itu kemudian menjawab, “Mungkin ada susu yang masih tersisa di tubuhku”.

Sang penanya semakin penasaran apa yang dimaksud Imam Haromain. Dia kemudian bertanya lagi, “Apa maksudmu wahai Imam ?”. Beliau menjawab, “Dahulu ketika aku masih menyusui, ayahku sangat wara’ (berhati-hati) dalam menjaga kehalalan dan kebersihan minumanku. Beliau tidak membiarkan ibuku makan sesuatu kecuali yang benar-benar halal”.

Al Imam melanjutkan, “Suatu hari seorang budak wanita keluarga Fulan masuk ke rumah kami, tanpa sepengetahuan ibuku. Budak itu meletakkan aku di pangkuannya kemudian menyusuiku. Mengetahui hal itu ayahku sangat marah lalu memasukkan jari tangannya ke dalam mulutku, sehingga aku dapat memuntahkan semua susu yang baru saja kuminum dari budak itu. Namun, rupanya masih ada susu yang tersisa”.

Akhirnya Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berwasiat kepada anak cucu dan keturunannya, termasuk kita semua, agar selalu meniru sikap dan tindakan para salaf ketika mencari ilmu dan beramal ibadah. Beliau berkata, “Wahai anak-anakku sekalian, jika kalian mau berusaha dengan sungguh-sunguh, maka bagimu kesempatan masih amat terbuka. Tauladani amal para salaf. Janganlah kalian menganggap mustahil mujahadah yang telah dilakukan orang-orang terdahulu, sebab mereka diberi kekuatan dhohir-bathin oleh Allah SWT”.

Beliau semakin menekankan perlunya mencontoh amal para salaf. Dituturkannya, “Mereka juga mempunyai niat dan tekad yang kuat untuk mencontoh para pendahulunya dalam berilmu dan beramal. Ketahuilah tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin. Jika riwayat hidup mereka dibacakan kepada orang mukmin, iman mereka akan semakin teguh kepada Allah SWT”.

Kebaikan Memang Perlu Kebiasaan

“Kebiasaan bila telah berurat akar, akan menjadi suatu kewajiban, namun kebiasaan tersebut tak akan berlaku abadi bila dikerjakan dengan keterpaksaan.”

(Imam Abdullâh Al Haddâd)

Suatu kebaikan tidak akan berjalan mulus, bila disertai keterpaksaan. Seberat apapun pekerjaan, jika ditunaikan secara sadar tanpa ada perasaan terpaksa, akan langgeng. Tengoklah Imam Syafi`i r.a. atau Habib Ja`far bin Syaikhan As Segaf yang mengkhatamkan Al Quran saban hari. Ada pula segolongan hamba-hamba saleh yang berruku`-sujud tidak kurang dari sekian ratus bahkan sekian ribu rakaat dengan entengnya. Fakta demikian muncul karena telah menjadi sebuah kebiasaan bahkan keharusan yang jika ditinggalkan, ada perasaan tak enak di hati seolah-olah ada yang hilang dalam diri mereka.

Sejalan dengan itu pula, pekerjaan seringan bagaimanapun, namun jika dilakukan karena terpaksa, bakal berhenti entah untuk sementara waktu atau selama-lamanya, padahal perbuatan itu relatif mudah dan ringan.

Meski demikian, ada cara mudah untuk menyiasatinya yaitu membiasakan diri kita dalam memusatkan semua potensi diri agar tak terjebak oleh keadaan yang berat. Usahakan setiap waktu untuk diisi dengan kegiatan positif. Sedangkan, perbuatan negatif, jangan sampai terpikir di benak kita demi menghindari kecanduan perbuatan tak terpuji.

Sebagai contoh, cukup bagi pemula untuk melaksanakan shalat Dhuha dua rakaat dengan harapan terhindar dari kejenuhan dan keterpaksaan yang besar kemungkinan muncul manakala ditunaikan dengan jumlah yang terlalu banyak. Melaksanakan dua rakaat dari shalat Dhuha dan shalat-shalat sunnah lainnya secara “cicilan” tapi istiqamah, menjadi suatu keasyikan bahkan “candu” yang memotivasi untuk melipatgandakannya seiring perjalanan waktu. Sebaliknya, shalat sekian ratus rakaat dalam satu hari, di hari berikutnya, ia “bertaubat” darinya. Mengapa hal ini terjadi? Jawabnya, “kebiasaan tersebut tak akan langgeng bila dikerjakan dengan keterpaksaan.”

Selain dengan cara di atas, penting juga untuk diingat ialah menghindari perbuatan negatif. Perbuatan negatif yang ditradisikan juga akan menjadi candu jahat. Kita duduk di trotoar tanpa ada kemanfaatan, satu hari kita merasa nyaman, maka di hari-hari berikutnya menjadi kebiasaan yang sulit terlepas. Rasanya, sehari tidak ke trotoar, hampa, tidak asyik. Mengapa bisa terjadi? Jawabnya, “Kebiasaan bila telah berurat akar, akan menjadi suatu kewajiban.” Atau bagi para perokok, misalnya, kali pertama ia merasa tenggorokannya kering, batuk-batuk, tapi selanjutnya ia terbiasa bahkan dijadikan lambang keperkasaan dan kejantanan yang sulit ditanggalkan. Akibatnya, kala bangun tidur, tanpa membaca doa ala Rasul saw, malah mencari rokok kemudian menyulutnya.

Bersamaan dengan itu, dalam kasus kebiasaan baik ada hal yang penting pula dicatat. Yaitu buatlah majlis ta`lim, sebagai misal, dengan durasi waktu yang singkat untuk sementara waktu agar para audien merasa, “mengapa cepat benar selesainya?.” Barulah, untuk jadwal berikutnya waktu pembelajarannya ditambah sedikit demi sedikit sehingga para hadirin merasa tidak damai dalam hati bila tak menghadirinya.

Inilah raksasa rahasia di balik mentradisikan suatu hal. Intinya, tidak usah memberatkan dan tidak pula mengawali sesuatu dengan berat hati. Laksanakan segalanya dengan kelapangan hati disertai kesadaran diri.

Carilah Istiqamah, Bukan Karâmah

Kebaikan yang terus-menerus dilakukan melahirkan keistiqamaan. Amalan yang konsis dilaksanakan, mempunyai bobot pahala yang signifikan. Suatu ketika Abu Ali as-Syabwi bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Ia kemudian menanyakan perihal memutihnya rambut beliau Saw sebab membaca surat al-Hud. “Bagian manakah yang menjadi penyebab memutihnya rambut anda; kisah para nabi dan binasanya umat?” beliau Saw menjawab, “Bukan, akan tetapi firman Allah Swt

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ

“Maka istiqamahlah, sebagaimana diperintahkan kepadamu” (QS. Hud [11]: 112)”

Maksudnya, fastaqim `alâ dîni rabbik, wal `amali bihi wa Ad du`â ilaihi, (tetaplah kamu (Muhammad) di atas agama Tuhanmu, mengamalkan perintahnya dan mengajak orang untuk kembali kepada ajaran Allah).

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk tetap istiqamah. Kini giliran Allah memuji orang-orang yang istiqamah :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqâf [46]: 13)

Siapa saja yang sukses menjadikan dirinya sebagai orang orang yang istiqamah, tak akan pernah terbesit rasa takut di benaknya kala menghadapi sakratul maut, menghadapi Munkar-Nakir, tak gentar berdiri di padang Mahsyar, bahkan adzab neraka sekalipun, atau merasa kuatir atas nasib anak-istrinya, sebab mereka telah mendapat garansi keselamatan dan kebahagiaan langsung dari Allah. Merekalah penghuni surga berkat konsistensinya dalam kebaikan sehingga Allah timpali mereka dengan balasan yang layak.

Anehnya, tidak sedikit dari kita menginginkan karâmah. Karâmah, bagi sebagian orang, adalah kemampuannya terbang di awan, berjalan di atas air, meramal nasib orang, batu menjadi emas, atau beraksesoris tasbih besar yang dikalungkan ke leher, rambutnya tidak teratur plus berjenggot lebat. Padahal karâmah yang dimafhumi oleh Islam adalah bila kita istiqamah. Inilah karâmah yang bermakna kemulian dengan dijadikan diri kita istiqamah.

Itu sebabnya sebagian ulama berpesan,

كُنْ طَالِبَ اْلاِسْتِقاَمَةِ وَلاَ تَكُنْ طاَلِبَ اْلكََََرَامَةِ فَاِنَّ نَفْسَكَ َتهْتَزُّ وَتَطْلُبُ اْلكَرَاَمةَ وَمَوْلاَكَ يُطَالِبُكَ بِاْلِاسْتِقَامَةِ وَلَاَنْ تَكُونَ بِحَقِّ رَبِّكَ اَوْلَى َلكَ مِنْ اَنْ تَكُونَ ِبحَظِّ َنفْسِكَ

“Jadilah kamu pencari keistiqamahan dan jangan menjadi pencari kekeramatan. Sesungguhnya nafsumu berupaya dan mencari kekeramatan sedangkan Tuhanmu menuntutmu agar beristiqamah. Sungguh, lebih utama engkau prioritaskan hak Tuhanmu daripada bagianmu sendiri”

Ibadah Tidak Sama Dengan Kebiasaan

Sejatinya, seorang yang istiqamah adalah dia yang selalu menjaga komunikasi dengan Allah. Komunikasi yang aktif dengan Allah, walau sedikit, lebih baik ketimbang mempunyai hubungan yang akrab dan intens tapi setelah itu terputus total. Sama halnya, kita sowan kepada ibu kita dengan waktu yang sedikit namun dilaksanakan setiap hari jauh lebih bermanfaat daripada datang kepadanya seharian penuh, setelah itu tidak sama sekali.

Hanya saja, jangan memandang ibadah sebagai kebiasaan sehingga nihil dari perasaan mengagungkan dan membesarkan Allah. Kita shalat tanpa persiapan maksimal, berpakaian sekedarnya, dan menganggapnya sebagai urusan biasa belaka. Sudah menjadi keniscayaan, menjadikan ibadah sebagai hal istimewa di dalam singgsana hati. Ibadah adalah hal penting dalam kehidupan kita. Persiapkan ibadah secara lahir-batin.

Imam Ali Zainal Abidin pernah dianggap sombong karena beliau tiap hendak shalat senantiasa memoles diri dengan berhias rapi, mengenakan baju terbaik, dan meminyakinya. Saat itu, beliau menjawab, “Apakah kalian tidak membaca ayat Al Quran :

يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap salat” (QS. Al A`râf [07]: 31).

Oleh karena itu, ibadah tidak boleh dipandang suatu kebiasaan tapi kebiasaan itulah yang dijadikan ibadah seperti, mandi yang diniati untuk membersihkan diri sebelum menghadap Allah, atau makan yang diniati supaya kuat dan sigap dalam beribadah serta berdakwah.

Dari sekilas pemaparan di atas, tersimpul bahwa kebiasaan akan berlaku kekal dan abadi saat kita membiasakannya, baik dalam hal positif apalagi negatif. Karenanya, carilah kebiasaan yang baik disertai keistiqamaan dan bukan malah mencari karâmah serta bukan juga menjadikan ibadah sekadar kebiasaan untuk kemudian menganggapnya remeh.



Suara Wanita Bukanlah Aurat

oleh Najiv Alaska pada 23 November 2010

Suara wanita dihadapan laki-laki ajnabi ada dua pendapat. Pertama, bukan aurat, dan itu adalah pendapat yang kuat. Oleh karena itu, boleh mengeraskan suara di hadapan ajnabi dengan syarat aman dari fitnah, kecuali beradzan, maka diharamkan bagi wanita sebab bagi yang mendengar adzan disunnahkan memandang muadzin (orang yang beradzan). Hal ini memastikan tidak aman dari fitnah. Kedua, suara wanita adalah aurat. Oleh karena itu, diharamkan mengangkat suara di hadapan ajnabi tanpa terpaksa (daruarat) secara mutlak (adanya fitnah atau aman dari fitnah).

Adapun membaca Al-Qur’an dengan suara keras bagi wanita di hadapan ajnabi, sebagian ulama’ menyatakan hukumnya sama dengan adzan baik bacaan itu di dalam shalat maupun di luar shalat, yaitu haram. Sedangkan pendapat yang kuat (mu’tamad) menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an berbeda dengan adzan, artinya tidak haram membaca al-Qur’an selama aman dari fitnah, namun makruh mengeraskan bacaan di dalam shalat karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Fitnah yang dimaksud di atas yaitu sekiranya dapat mengajak laki-laki ajnabi (pendengar) ke perbuatan maksiat seperti dapat menimbulkan keinginan untuk memegang wanita itu atau berduaan dengannya.

إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 302)

(قوله: وليس من العورة الصوت) أي صوت المرأة، ومثله صوت الامرد فيحل سماعه ما لم تخش فتنة أو يلتذ به وإلا حرم (قوله: فلا يحرم سماعه) أي الصوت. وقوله إلا إن خشي منه فتنة أو التذ به: أي فإنه يحرم سماعه، أي ولو بنحو القرآن، ومن الصوت: الزغاريد. وفي البجيرمي: وصوتها ليس بعورة على الاصح، لكن يحرم الاصغاء إليه عند خوف الفتنة. وإذا قرع باب المرأة أحد فلا تجيبه بصوت رخيم، بل تغلظ صوتها، بأن تأخذ طرف كفها بفيها وتجيب. وفي العباب: ويندب إذا خافت داعيا أن تغل صوتها بوضع ظهر كفها على فيها.

المجموع – (ج 3 / ص 390)

وبالغ القاضي حسين فقال هل صوت المرأة عورة فيه وجهان (الاصح) انه ليس بعورة قال فان قلنا عورة فرفعت صوتها في الصلاة بطلت صلاتها والصحيح ما قدمناه عن الاكثرين قال البندنيجي ويكون جهرها اخفض من جهر الرجل قال القاضي أبو الطيب وحكم التكبير في الجهر والاسرار حكم القراءة واما الخنثى فيسر بحضرة النساء والرجال الاجانب ويجهر إن كان خاليا أو بحضرة محارمه فقط واطلق جماعة أنه كالمرأة والصواب ما ذكرته

حاشية الجمل – (ج 3 / ص 100)

( قَوْلُهُ بَلْ حَرُمَ إنْ كَانَ ثَمَّ أَجْنَبِيٌّ ) وَإِنَّمَا جَازَ غِنَاءُ الْمَرْأَةِ مَعَ سَمَاعِ الرَّجُلِ لَهُ إذَا لَمْ يَخْشَ مِنْهُ فِتْنَةً ؛ لِأَنَّ فِي تَجْوِيزِ الْأَذَانِ لَهَا حَمْلًا لِلرَّجُلِ عَلَى الْإِصْغَاءِ وَالنَّظَرِ إذْ هُمَا لِلْمُؤَذِّنِ حَالَ أَذَانِهِ سُنَّةٌ وَهُمَا مُوقِعَانِ لَهُ فِي الْفِتْنَةِ بِخِلَافِ تَمْكِينِهَا مِنْ الْغِنَاءِ لَيْسَ فِيهِ حَمْلُ أَحَدٍ عَلَى مَا يَفْتِنُهُ أَلْبَتَّةَ لِكَرَاهَةِ اسْتِمَاعِهِ تَارَةً أَيْ إذَا لَمْ يُخْشَ مِنْهُ فِتْنَةٌ وَتَحْرِيمُهُ أُخْرَى أَيْ إذَا خُشِيَ فِتْنَةٌ وَرَفْعُ صَوْتِهَا بِالتَّلْبِيَةِ وَلَوْ فَوْقَ مَا يَسْمَعُ صَوَاحِبُهَا ؛ لِأَنَّ كُلَّ أَحَدٍ ثَمَّ مُشْتَغِلٌ بِتَلْبِيَتِهِ مَعَ أَنَّ التَّلْبِيَةَ لَا يُسَنُّ الْإِصْغَاءُ لَهَا بِخِلَافِهِ هُنَا وَقَوْلُهُ إنْ كَانَ ثَمَّ أَجْنَبِيٌّ تَقْيِيدٌ ضَعِيفٌ وَالصَّحِيحُ التَّحْرِيمُ مُطْلَقًا وَلَوْ بِحَضْرَةِ الْمَحَارِمِ ؛ لِأَنَّ الْأَذَانَ مِنْ وَظِيفَةِ الرِّجَالِ فَفِيهِ تَشَبُّهٌ بِهِمْ وَهُوَ حَرَامٌ كَعَكْسِهِ ا هـ م ر ا هـ زي وَكَانَ مُقْتَضَى هَذَا حُرْمَةَ رَفْعِ صَوْتِ الْمَرْأَةِ بِالْقُرْآنِ فِي الصَّلَاةِ وَخَارِجِهَا ؛ لِأَنَّ اسْتِمَاعَ الْقُرْآنِ مَطْلُوبٌ وَاَلَّذِي اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا عَدَمُ حُرْمَةِ رَفْعِ صَوْتِهَا بِالْقِرَاءَةِ قَالَ فَقَدْ صَرَّحُوا بِكَرَاهَةِ جَهْرِهَا بِهَا فِي الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ أَجْنَبِيٍّ وَعَلَّلُوهُ بِخَوْفِ الِافْتِتَانِ ا هـ ح ل وَلَا يَحْرُمُ الْأَذَانُ عَلَى الْأَمْرَدِ الْجَمِيلِ ؛ لِأَنَّهُ مِنْ الرِّجَالِ فَلَيْسَ فِي فِعْلِهِ تَشْبِيهٌ بِغَيْرِ جِنْسِهِ وَذَلِكَ لِأَنَّ عِلَّةَ تَحْرِيمِ الْأَذَانِ عَلَى الْمَرْأَةِ مُرَكَّبَةٌ مِنْ التَّشَبُّهِ بِالرِّجَالِ وَحُرْمَةِ النَّظَرِ إلَيْهَا وَخَوْفِ الِافْتِتَانِ بِسَمَاعِهَا وَالْحُكْمُ إذَا عُلِّلَ بِعِلَّةٍ مُرَكَّبَةٍ مِنْ عِلَّتَيْنِ يَنْتَفِي بِانْتِفَاءِ إحْدَاهُمَا وَالتَّشَبُّهُ مُنْتَفٍ فِي حَقِّ الْأَمْرَدِ فَيَنْتَفِي تَحْرِيمُ الْأَذَانِ عَلَيْهِ ا هـ ع ش عَلَى م ر .

حاشية البجيرمي على المنهج – (ج 2 / ص 205)

وَقَدْ يُجَابُ بِأَنَّهُ إنَّمَا يَكُونُ شِعَارَ الرِّجَالِ إذَا كَانَ مَعَ رَفْعِ الصَّوْتِ سم ع ش وَلَا يُشْكِلُ بِجَوَازِ غِنَائِهَا مَعَ سَمَاعِ الْأَجْنَبِيِّ لَهُ حَيْثُ لَمْ يُخْشَ مِنْهُ فِتْنَةٌ ؛ لِأَنَّ الْغِنَاءَ يُكْرَهُ لِلرِّجَالِ اسْتِمَاعُهُ حَيْثُ لَمْ تُخْشَ الْفِتْنَةُ وَإِلَّا حَرُمَ وَالْأَذَانُ يُسْتَحَبُّ لَهُ اسْتِمَاعُهُ ، وَهُوَ مَظِنَّةٌ لِلْفِتْنَةِ مِنْ الْمَرْأَةِ فَلَوْ جَوَّزْنَاهُ لِلْمَرْأَةِ لَأَدَّى إلَى أَنْ يُؤْمَرَ الْأَجْنَبِيُّ بِاسْتِمَاعٍ مَا قَدْ يُخْشَى مِنْهُ الْفِتْنَةُ ، ، وَهُوَ مُمْتَنِعٌ وَكَانَ مُقْتَضَى هَذَا حُرْمَةَ رَفْعِ صَوْتِ الْمَرْأَةِ بِالْقِرَاءَةِ فِي الصَّلَاةِ وَخَارِجِهَا ؛ لِأَنَّ اسْتِمَاعَ الْقِرَاءَةِ مَطْلُوبٌ وَاَلَّذِي اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا عَدَمُ حُرْمَةِ رَفْعِ صَوْتِهَا بِالْقِرَاءَةِ لِعَدَمِ سَنِّ النَّظَرِ إلَى الْقَارِئِ بِخِلَافِ الْمُؤَذِّنِ فَلَوْ اسْتَحْبَبْنَاهُ لِلْمَرْأَةِ لَأُمِرَ السَّامِعُ بِالنَّظَرِ إلَيْهَا فَقَدْ صَرَّحُوا بِكَرَاهَةِ جَهْرِهَا بِهَا فِي الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ أَجْنَبِيٍّ وَعَلَّلُوهُ بِخَوْفِ الِافْتِتَانِ ، وَإِنَّمَا لَمْ يَحْرُمْ رَفْعُ صَوْتِهَا بِالتَّلْبِيَةِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يُسَنُّ الْإِصْغَاءُ إلَيْهَا وَلِأَنَّ كُلَّ أَحَدٍ مُشْتَغِلٌ بِالتَّلْبِيَةِ ح ل ، وَعِبَارَةُ ا ج عَلَى التَّحْرِيرِ وَيُؤْخَذُ مِمَّا تَقَدَّمَ مِنْ أَنَّ فِيهِ تَشَبُّهًا بِالرِّجَالِ وَمِنْ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ النَّظَرُ لِلْمُؤَذِّنِ عَدَمُ حُرْمَةِ رَفْعِ صَوْتِهَا بِالْقِرَاءَةِ وَإِنْ كَانَ الْإِصْغَاءُ إلَيْهَا مَنْدُوبًا . ا هـ قَالَ شَيْخُنَا ح ف : وَحُرْمَةُ رَفْعِ صَوْتِهَا بِالْأَذَانِ مُعَلَّلَةٌ بِخَوْفِ الْفِتْنَةِ وَبِالتَّشَبُّهِ بِالرِّجَالِ فَلَا يَرِدُ الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ . ( قَوْلُهُ : وَأَنْ يُقَالَ : إلَخْ ) وَيُحَوْقِلُ أَيْ : يَقُولُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ فِي إجَابَتِهِ ح ل .

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج – (ج 20 / ص 186)

( قَوْلُهُ : مِنْ دَاعِيَةٍ نَحْوَ مَسٍّ ) يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ ضَابِطَ خَوْفِ الْفِتْنَةِ أَنْ يَخَافَ أَنْ تَدْعُوهُ نَفْسُهُ إلَى مَسٍّ لَهَا أَوْ خَلْوَةٍ بِهَا ( قَوْلُهُ : وَمُحَرِّكٌ ) عَطْفٌ مُغَايِرٌ ( قَوْلُهُ : وَبِهِ ) أَيْ بِمَا وَجَّهَ بِهِ الْإِمَامُ ، وَقَوْلُهُ : انْدَفَعَ الْقَوْلُ بِأَنَّهُ : أَيْ الْوَجْهَ ( قَوْلُهُ : وَالْفَتْوَى عَلَى مَا فِي الْمِنْهَاجِ ) مُعْتَمَدٌ قَوْلُهُ : فَكَمْ فِي الْمَحَاجِرِ ) جَمْعُ مَحْجِرٍ كَمَجْلِسٍ وَهُوَ مَا يَبْدُو مِنْ النِّقَابِ ا

Nikmatnya Menjadi Hamba Yang Ma'rifat Billah

AlHabib Abdullah bin alwi alhadad berkata “Barangsiapa menempatkan dirinya di sisi Tuhannya layaknya hamba sahaya )yang tunduk dan patuh( yang ia miliki, maka ia telah mencapai puncak (kehambaan) yang sangat sempurna.”

Harapan setiap dari Anda manakala mempunyai hamba sahaya adalah hamba yang berkarakter dan berperilaku penurut, berbudi pekerti luhur, bekerja dengan profesional selain juga berpenampilan bersih, rapi, dan disiplin.

Pertanyannya, apakah saat Anda mengidam-idamkan budak seperti ini, terbetikkah bagaimana selayaknya Anda bersikap kepada Tuhan. Tentunya, sebagaimana Anda senang memperoleh budak semacam di atas tersebut, maka Allah pun juga akan gembira mendapati hamba-Nya yang senantiasa tunduk, patuh, beradab, rendah diri, menunaikan perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya. Oleh sebab itulah, Anda belum dikatakan telah mencapai kesempurnaan selama Anda tidak mengambil posisi diri di hadapan Tuhan seperti Anda meletakkan budak Anda di hadapan diri Anda sendiri. Yaitu menjadikan hubungan Anda dengan Tuhan layaknya kemauan Anda dengan budak yang Anda miliki.

Sehubungan dengan itu, kala Anda memiliki budak yang durhaka, membangkang, selalu ingkar janji atau tidak bermoral, Anda pun akan menjatuhkan hukuman, bisa berupa cambukan, pengisolasian dan sebagainya. Sama persis ketika Allah mendapati hamba-Nya yang tidak menurut, durhaka, melanggar ajaran-Nya, secara otomatis hamba itu akan memperoleh murka Allah swt dengan berbagai implikasinya.

Cobalah Anda sedikit melakukan kontemplasi. Apa yang Anda impikan dari anak Anda. Sudah barang tentu Anda memiliki harapan yang tinggi kepadanya, “Oohh.. aku ingin mempunyai anak yang mendengarkan untaian nasihatku, yang bisa membuat aku bangga, membuat aku bahagia, hormat kepadaku, dan memuliakanku.” Sejatinya, impian Anda ini tidak berbeda dari keinginan Allah terhadap hamba-Nya, dimana Dia menginginkan agar hamba-Nya tersebut menghargai-Nya, mengagunggkan-Nya, dan taat kepada-Nya.

Saat Anda menjadi seorang guru, harapan besar segera “menyergap” Anda yaitu sebuah asa agar santri Anda menjadi santri yang sukses, berhasil, selalu belajar, rajin, ulet yang kelak akan menjadi cendekiawan muslim. Seperti itu pula harapan Allah. Dia mengharapkan supaya Anda lulus sebagai hamba yang berpredikat sukses, berhasil, meningkat pangkat dan derajatnya sehingga bisa masuk ke dalam surga-Nya.

Pedihnya, acap kali kita marah dan kesal pada budak, santri atau anak kita yang nakal, berperangai buruk, bertindak kurang ajar kepada kita tapi kita berleha-leha bahkan merasa tidak bersalah di saat kita tidak taat kepada Allah. Tal ayal, ini merupakan hal yang sangat keliru. Jangan hanya pandai menuntut budak kita untuk senantiasa bersikap patuh namun kita abai akan sikap dan perilaku kita di hadapan Allah, merasa masa bodoh bahkan menganggapnya ringan begitu saja. Kalau yang “kecil” (dosa) Anda remehkan, bersiaplah menikmati kekerdilan Anda di genggaman kebesaran-Nya

وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّّناً وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ.

“Kamu mengganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allah adalah besar.” (Qs. An Nur [24]: 15).

Gambaran Keindahan Surga bagi Hamba yang Bertaqwa

Demikian pentingnya kesadaran penghambaan kita kepada Allah, maka peningkatan volume penghambaan kita kepada Allah yang berkualitas dan berkuantitas merupakan sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِ ي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا وَذلِكَ الفَوْزُ العَظِيْمُ. وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ، وَيَتَعَدَّ حُدُوْدُهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِيْنٌ.

“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah keberuntungan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.” (Qs. Al Nisa` [04]: 13-14).

Ayat ini mengingatkan jati diri kita selaku hamba Allah agar selalu mengerjakan perintah-Nya dan Rasul-Nya serta seraya meninggalkan segala larangan-larangan-Nya. Buah yang akan dinikmati berupa surga yang digambarkan dengan begitu indah oleh Allah. Gambaran surga yaitu mengalirnya sungai-sungai di bawahnya dengan berbagai rasa kesegarannya, antara lain:

1. Surga yang sumbernya mengeluarkan susu yang tidak pernah rusak warnanya. Beda halnya dengan keadaan susu di dunia. Susu di dunia diperah dari sapi namun susu di surga langsung menjadi sumber yang mengaliri anak sungai di surga.
2. Sungai yang bersumber dari madu murni. Jangan dibandingkan dengan madu di dunia yang keluar dari tubuh tawon yang sebenarnya menjijikkan itu (pantat tawon).
3. Sungai dari Khomer yang nikmat bagi yang meneguknya. Bukan Khomer di dunia yang kita kenal selama ini. Khomer yang mengeluarkan bau tak sedap, membuat wajah dan mata memerah, ditambah dengan efek yang membuat orang yang meneguknya berjalan terhuyung-huyung. Namun Khomer di surga tersebut terasa nikmat. Sebuah kenikmatan yang bisa membuatnya terbang untuk melihat keindahan surga dari atas. Kata Rasul saw:

مَنْ شَرِبَ الخَمْرَ فِى الدُّنْياَ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الأَخِرَةِ.

“Barangsiapa meminum khomer (minuman keras) di dunia, ia tidak akan bisa meminum khomer yang ada di akhirat.”

Selain itu, keadaan surga juga diilustrasikan oleh Allah dalam ayat lainnya:

وَفِيْهَا مَا تَشْتَهِيْهِ الأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ.

“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata serta kamu kekal di dalamnya.” (Qs. Az Zukhruf [43]: 71).

Untuk memahami lebih jauh ayat ini, baiknya kita simak penuturan Nabi saw dalam haditsnya yang menjelaskan maksud “yang diingini oleh hati”. Bila kita melihat burung sedang terbang lantas terbetik di benak kita untuk menikmatinya sebagai hidangan makanan, secara otomatis burung tersebut menjadi hidangan di depan mata kita. Ditambah pula dengan bidadari yang sungguh teramat cantik nan jelita bak permata-permata indah yang memikat hati orang yang memandangnya. Terkadang, perempuan beriman terbakar api cemburu disebabkan wujud bidadari di surga yang Allah sediakan di surga-Nya. Menurut perempuan beriman tadi, apa tidak ada bidadara di surga? Perasaan demikian ini sah-sah saja namun jangan sampai membuat kecil hati. Perempuan yang beriman, kelak bakal lebih cantik di surga ketimbang bidadari sekalipun. Anda yang tercipta sebagai makhluk berjenis kelamin perempuan akan menjadi ratu sedang bidadari-bidadari tersebut justru menjadi pembantu Anda, meski Anda di dunia tidak berparas ayu. Karena itu, jadilah perempuan yang solehah. Jika tidak, keadaannya tidak akan berubah bahkan lebih buruk. Nah, bila Anda selaku istri mengharap suami Anda tidak tertawan hatinya oleh bidadari di surga, maka tingkatkanlah ibadah Anda, hiasilah diri Anda dengan banyak wudhu, sujud kepada Allah, bangun malam yang semua itu akan membantu Anda tampil lebih cantik daripada bidadari di akhirat.

Nabiullah Muhammad saw pernah menceritakan bahwa di surga itu ada satu pasar. Pasar tersebut berbeda dengan pasar di dunia. Di dalamnya tidak ada transaksi jual-beli dan hanya dibuka setiap hari Jumat. Isinya gambar wajah laki-laki yang tampan dan wanita yang cantik. Bila Anda bosan dengan wajah Anda, maka Anda bisa memilih model wajah yang terpampang yang Anda inginkan. Fasilitas ini disediakan Allah untuk semua penghuni surga tanpa perlu melakukan operasi plastik atau pergi ke salon kecantikan. Apa yang terpaparkan memang tidak rasional. Apakah Anda masuk ke dalam surga dengan akal. Cukup bagi Anda mengimaninya. Titik. Sebab hal ini bukan lagi persoalan akal namun urusan iman.

Fasilitas-fasilitas ini semuanya disediakan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk sampai ke sana hanya membutuhkan satu syarat: taat kepada Allah dan Rasulullah. Apa beratnya kita taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Meskipun begitu, mengapa masih ada di antara kita yang tidak patuh?
Mungkin karena kurang kuatnya keimanan yang kita miliki, dan semoga Allah memberikan kita kekuatan iman hingga akhir hayat kita. Aamiin

Senin, 22 November 2010

Sholatku, Penyejuk Sukmaku

Dapatlah kiranya kita bayangkan betapa indahnya sholat yang dilakukan Rasul dalam hidupnya sehingga beliau pernah berkata, ”Dan dijadikanlah penyejuk hatiku di dalam sholat.”

Sholat seorang muslim yang diawali dengan mengambil air wudlu yang benar dan menghadapkan hati dan tubuhnya ke hadirat Allah semata, seharusnya memang menjadi penyejuk sukma yang tiada bandingnya. Ketika takbir diucapkan, seisi dunia ini menjadi kecil dan tiada berarti lagi, sebab yang besar dan patut dipuja, tempat bersandar dan meminta pertolongan dan petunjuk hanyalah Allah semata.

Di dalam rukun Islam sholat ditempatkan pada urutan kedua setelah kalimat syahadat. Ini menjadi bukti betapa luhur dan agungnya kedudukan ibadah yang satu ini. Sholat adalah komunikasi langsung seorang muslim dengan Allah. Betapa tidak, sholat penuh dengan pengakuan segala kebesaran Allah. Sholat sarat dengan doa dan permohonan. Sholat juga merupakan perwujudan sikap rendah diri manusia terhadap sang Khalik. Ketika dahi ditempelkan diatas sajadah, setiap muslim menyadari betapa kecil dan tiada berartinya manusia ini dihadapan Yang Maha Kuasa.

Perintah sholat diturunkan melalui proses dan kejadian yang istimewa. Dibandingkan dengan perintah peribadatan yang lain seperti puasa dan zakat, kewajiban melaksanakan sholat diterima Rasul melalui misi perjalanan Isra’ dan M’iraj yang penuh keajaiban. Ini memberikan suatu petunjuk bahwa sholat memang memiliki kedudukan yang teramat khusus di hadapan Allah. Maka tidaklah mengherankan apabila peribadatan yang satu ini sama sekali tidak berpeluang untuk ditinggalkan dan tetap harus dijalankan sekali pun hanya dengan gerakan mata.

Maka sungguh beruntung orang-orang yang tekun menjaga dan mendirikan sholatnya. Di dalam surat Al Mu’minuun ayat 1 dan 2 Allah memuji orang-orang mukmin,

”Beruntunglah orang-orang mukmin, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya.” Khusyuk dalam surat ini merupakan penjelasan Allah bahwa seorang mukmin yang berbahagia adalah orang-orang yang tatkala sholat selalu mengingat Allah, memusatkan semua pikiran dan panca inderanya serta bermunajat kepada Allah. Orang-orang ini menyadari dan merasakan bahwa ketika sholat, mereka benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya. Maka oleh karena itu seluruh badan dan jiwanya diliputi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, disertai dengan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan.

Untuk dapat memenuhi syarat kekhusyukan ini ada tiga perkara yang harus dipenuhi oleh seorang yang sedang sholat :

Yang pertama adalah mengerti tentang apa yang sedang dia baca. Ini sesuai dengan ayat,

”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS Muhammad : 24)

Yang kedua adalah ingat kepada Allah dan takut kepada ancamanNya, sesuai dengan firmanNya,

”Dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha : 14)

Yang ketiga, karena sholat berarti bermunajat kepada Allah, maka pikiran dan perasaan harus selalu mengingat dan tidak lengah atau lalai. Sekali pun ketidak-khusyukan seseorang di dalam sholatnya tidak akan membatalkan sholat ini, namun para ulama menggambarkan sholat seperti ini laksana tubuh yang tidak berjiwa.

Selain menjadi alat komunikasi dan pendekatan yang utama, sholat seyogyanya juga menjadi benteng yang paling kokoh di dalam menjaga seseorang dari segala perbuatan dosa dan munkar. Sholat yang dilakukan dengan benar dan penuh khidmat semata karena Allah, pasti akan menjaga kadar iman seseorang menuju mukmin hakiki. Ada orang yang berkata bahwa sholat seseorang tidak merupakan jaminan perilakunya. Permasalahannya adalah kualitas sholat ini. Orang yang masih suka berdusta atau mengambil hak orang lain sementara dia juga melakukan sholat, perlu dikaji lebih jauh kadar kualitas sholatnya. Perhatikan petunjuk Allah dalam surat Al-Ankabuut ayat 45,

”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Qur’an dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Ayat di atas memerintahkan Rasul agar selalu membaca, mempelajari dan memahami Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu, ia akan mengetahui kelemahan dan rahasia dirinya sehingga ia pun dapat memperbaiki serta membina dirinya sesuai dengan tuntunanNya. Perintah ini juga ditujukan kepada seluruh kaum muslimin. Penghayatan seseorang terhadap kalam Ilahi yang pernah dibacanya itu akan termanifestasi pada sikap, tingkah laku dan budi pekerti orang yang membacanya.

Setelah Allah memerintahkan membaca dan mempelajari serta melaksanakan ajaran-ajaran Al-Qur’an, maka Allah memerintahkan pula agar kaum muslimin mengerjakan sholat wajib lima waktu. Sholat ini hendaklah dikerjakan dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya serta dilaksanakan dengan penuh kekhusyukan. Sangat dianjurkan pula agar sholat dikerjakan lengkap dengan sunnah-sunnahnya. Jika sholat dikerjakan sedemikian rupa, maka ia akan dapat menghalangi dan mencegah orang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.

Ketika seseorang berdiri mengerjakan sholat, ia pun memohon petunjuk Allah dengan doanya, ”Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat dan bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai atau orang-orang yang sesat.” Ini adalah perwujudan dari keyakinan orang yang melaksanakan sholat dan menjadi bukti bahwa dirinya sangat bergantung kepada nikmat Allah. Oleh karena itu, ia pun berusaha sebisa mungkin untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangannya.

Sebagian Ahli tafsir berpendapat bahwa yang memelihara orang yang mengerjakan sholat dari perbuatan keji dan munkar adalah sholat itu sendiri. Artinya, selama orang ini memelihara sholatnya, maka sholat ini akan senantiasa memeliharanya. Perhatikan peringatan Allah dalam Al-Baqarah 233

: ”Peliharalah semua sholatmu dan sholat wustha. Berdirilah di dalam sholatmu karena Allah dengan khusyuk.”

Di dalam salah satu sabdanya, Rasul berkata : ”Barang siapa yang memelihara sholat, ia akan memperoleh cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari kiamat, dan barang siapa yang tidak memeliharanya, ia tidak akan memperoleh cahaya, petunjuk dan tidak pula keselamatan. Pada hari kiamat, ia akan dikumpulkan dengan Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubai bin Khalaf.” Nabi menerangkan pula bagaimana orang-orang yang mengerjakan sholat lima waktu dengan sungguh-sungguh disertai rukun dan syarat-syaratnya serta dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Nabi melukiskan orang-orang ini seakan dosa mereka dicuci lima kali sehari sehingga tidak sedikit pun yang akan tertinggal dari dosa-dosa ini. Bahkan Rasul menggambarkan sungai di depan pintu rumah dimana orang-orang ini mandi dan membersihkan tubuh mereka lima kali sehari sehingga tak akan tersisa lagi pada tubuh mereka itu daki dan kotoran.

Ketika kita mencita-citakan sesuatu yang berarti dalam hidup kita, biasanya kita bersedia mengorbankan banyak hal untuk mencapai keinginan kita itu. Kita tahu, semua pengorbanan dan jerih payah yang kita lakukan, kelak akan memberikan suatu kebahagiaan dan kepuasan. Sholat yang kita lakukan sepanjang usia kita merupakan sarana pendekatan diri kepada Allah yang tiada bandingnya. Ada kalanya mungkin terasa berat sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Baqarah 45, ”Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan sholat. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” Namun, dibalik yang terasa berat ini terdapat jalan menuju cita-cita yang demikian luhurnya dan jauh tiada berbanding dengan rasa enggan dan pengorbanan kita.

Sholat adalah ibadah yang sangat utama dimana seorang muslim bermunajat kepada Allah lima kali dalam sehari. Menurut riwayat Imam Ahmad, setiap kali Rasul menghadapi kesulitan dan musibah, beliau segera melakukan sholat. Demikian pula yang dilakukan oleh sahabat-sahabat beliau. Sabda Rasul yang saya kutipkan diawal tulisan ini menjadi bukti betapa kecintaan, kedekatan dan kesetiaan beliau kepada sholat. Kedua kaki beliau yang mulia itu bahkan sempat membengkak karena lamanya beliau berdiri ketika sholat.

Kalau tadi saya menggambarkan bagaimana seseorang berusaha dengan segala daya untuk meraih cita-cita dalam hidupnya, maka yang ingin diraih oleh orang-orang yang khusyuk dalam sholat adalah keridhaan Allah. Bagi orang-orang ini, mendirikan sholat tidaklah dirasakan berat, sebab pada saat-saat begitu mereka seolah hanyut dan tenggelam di dalam munajat mereka sehingga tiadalah mereka merasakan dan mengingat yang lain, termasuk di dalamnya segala kesukaran dan penderitaan hidup yang mereka alami. Hal ini tidaklah membuat kita heran sebab barangsiapa yang mengetahui hakikat apa yang dicarinya, niscaya ringan baginya mengorbankan apa saja untuk memperolehnya.

Sholat juga berperan sebagai pembentuk akhlak manusia. Di dalam surat Al-Maarij ayat 20-22 Allah melukiskan sifat-sifat manusia yang manakala tertimpa kesusahan berkeluh kesah dan ketika memperoleh kebaikan menjadi kikir. Perkecualiannya hanyalah orang-orang yang melaksanakan sholat dengan khusyuk. Sebagai rukun Islam yang kedua, sholat menjadi pembeda antara orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir. Orang yang senantiasa melakukan sholat akan selalu terikat hubungan dan ingat kepada Tuhannya. Sebaliknya, mereka yang lalai kepada sholat, akan putuslah hubungannya dengan Allah. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah.

”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha : 14)

”Kecuali orang-orang yang melakukan sholat” sebagaimana terfirman dalam surat Al-Maarij diatas adalah suatu label istimewa yang diberikan Allah. Namun ayat ini tidak berakhir disini, sebab kemudian Allah memberikan ciri bagi mereka itu, yaitu orang-orang yang ketika sholat, mereka melakukannya dengan penuh kekhusyukan. Orang yang khusyuk dalam sholatnya, hati dan pikirannya akan tertuju kepada Allah. Timbul dalam hatinya rasa takut terhadap siksa Allah karena menyadari dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Ia pun penuh berharap agar limpahan pahala, rahmat dan karuniaNya tercurah kepadanya. Kekhusyukan sholat ini seakan menanamkan janji di dalam hatinya untuk menjauhi larangan-larangan Allah. Hatinya pasrah dan tenteram penuh tawakkal. Orang-orang yang mengerjakan sholat sedemikian ini akan terhindar dari perbuatan keji dan munkar.

Sholat juga mendidik kita menjaga disiplin diri. Waktu-waktu sholat yang telah tertentu lima kali dalam sehari adalah tindakan ubudiyah yang kalau dilaksanakan dengan baik akan menanamkan disiplin yang tinggi. Ketentuan melakukan sholat lima kali dalam sehari pada waktu-waktu yang sudah ditentukan merupakan perintah Ilahiah yang tidak boleh ditawar-tawar lagi. Pelaksanaan perintah Allah pada waktu-waktu yang sudah ditentukan ini menanamkan sikap disiplin pada diri setiap muslim di dalam menjalankan kewajiban sehari-hari. Amati isyarat Allah dalam Al-Isra’ 78 :

”Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah pula sholat subuh. Sesungguhnya sholat subuh itu disaksikan oleh para malaikat.”

Ayat diatas menerangkan waktu-waktu sholat yang lima. Tergelincir matahari untuk waktu sholat zuhur dan asyar, gelap malam untuk waktu maghrib dan isya’. Ayat ini memerintahkan agar Rasul mendirikan sholat sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam serta mendirikan sholat subuh. Maksudnya ialah mendirikan sholat lima waktu yakni Zuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh pada waktu yang telah ditentukan.

Mendirikan sholat lima waktu berarti mengerjakan sholat lengkap dengan rukun dan syarat-syaratnya sesuai dengan ygn diperintahkan Allah, baik menurut lahir ataupun batin. Secara lahir berarti sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan agama, dan secara batin berarti mengerjakan sholat dengan hati, tunduk dan patuh kepada Allah karena menyadari keagungan dan kekuasaan Allah, pencipta seluruh alam ini.

Berbicara tentang ibadah sholat yang teramat luhur ini, teringatlah kita pada salah satu sholat yang demikian besar artinya yaitu sholat Jum’at yang wajib hukumnya dilaksanakan sekali dalam seminggu. Selain diisi dengan sholat Jum’at berjamaah, kegiatan ini juga diisi khutbah Jum’at yang sarat dengan wasiat taqwa dan doa. Betapa pentingnya sholat ini sehingga tatkala waktunya telah tiba, Allah memerintahkan kita meninggalkan semua kegiatan dan menyegerakan diri menuju dzikrullah.

Tak ada satu pun alasan yang dapat membenarkan kita meninggalkan kegiatan mulia ini kecuali yang sudah ditentukan seperti hujan atau sakit. Kita diberi Allah kenikmatan tak terhitung dalam hidup ini sementara yang diwajibkan untuk kita laksanakan tidaklah banyak. Di dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 Allah berseru,

”Wahai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sembahyang pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual- beli karena yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” Seruan Allah ini jelas ditujukan kepada kelompok orang-orang beriman. Saya yakin, tak seorang pun diantara kita, yang ketika mendengar seruan ini, merasa tidak termasuk orang-orang beriman yang sedang mendapat seruan …

Perbedaan Mani, Madzi Dan Wadli

Perbedaan antara mani, madzi dan wadi sebagai berikut :

* MANI : cairan putih keluar dengan tersendat-sendat disertai syahwat serta menyebabkan loyo setelah keluarnya.

Hukumnya suci dan wajib mandi.

Ciri-ciri mani ada 3, yaitu :

- keluar disertai syahwat (kenikmatan).

- keluar dengan tersendat-sendat.

- jika basah baunya mirip adonan kue dan jika kering mirip putih telur.

Jika didapatkan salah satu dari tiga ciri di atas, maka disebut mani. Hal ini berlaku pada laki-laki dan perempuan.

* MADZI : cairan putih lembut dan licin keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari perempuan dinamakan QUDZA.

Hukumnya najis dan membatalkan wudhu tapi tidak wajib mandi.

* WADI : cairan putih keruh dan kental, keluar setelah melaksanakan kencing atau ketika mengangkat beban berat.

Hukumnya seperti madzi yaitu najis dan membatalkan wudhu’ tapi tidak wajib mandi.

KESIMPULAN :

- Jika cairan keluar mengandung salah satu ciri-ciri mani, maka dihukumi mani. Namun jika tidak ada dan keluarnya pada mulai gejolaknya syahwat atau sesudah syahwat, maka dihukumi madzi.

- Jika ragu yang keluar mani atau madzi ?, maka boleh memilih antara menjadikannya mani sehingga wajib mandi, atau menjadikannya madzi sehingga hukumnya najis, tidak wajib mandi namun batal wudhu’nya. Paling afdholnya menggabung keduanya yaitu mandi janabah dan menyucikan tempat yang terkena cairan tersebut.

- Wanita juga mengeluarkan mani dengan ciri-ciri sebagaimana di atas. Namun menurut imam Al-Ghozali, mani wanita hanya bercirikan keluar disertai syahwat (kenikmatan)

Hukum Masturbasi

Masturbasi atau onani hukumnya haram bagi laki-laki maupun perempuan, baik dengan alat (vibrator) seperti dalam dengan lainnya. Kecuali jika masturbasi tersebut dilakukan oleh suami dengan tangan istrinya atau sebaliknya maka hukumnya halal selama bukan untuk memecah selaput keperawanan. Jika dilakukan suami untuk memecah selaput dara istri maka hukumnya haram baik dengan jari suami atau benda lainnya.

الصاوي على شرح تفسير الجلالين / 3 / 112

(قوله: كالإستمناء باليد) اي فهو حرام عند مالك والشافعي وابي حنيفة فقال احمد بن حنبل يجوز بشروط ثلاثة ان يخاف الزنا والا يجد مهر حرة او ثمن امة وان يفعله بيده لا بيد اجنبي او اجنبية

إعانة الطالبين – (ج 3 / ص 388)

(قوله: أو استمناء بيدها) أي ولو باستمناء بيدها فإنه جائز.وقوله لا بيده: أي لا يجوز الاستمناء بيده، أي ولا بيد غيره غير حليلته، ففي بعض الاحاديث لعن الله من نكح يده. وإن الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم وقوله وإن خاف الزنا: غاية لقوله لا بيده، أي لا يجوز بيده وإن خاف الزنا. وقوله خلافا لاحمد: أي فإنه أجازه بيده بشرط خوف الزنا وبشرط فقد مهر حرة وثمن أمة (قوله: ولا افتضاض بأصبع) ظاهر صنيعه أنه معطوف على قوله لا بيده، وهو لا يصح: إذ يصير التقدير ولا يجوز استمناء بافتضاض، ولا معنى له. فيتعين جعله فاعلا لفعل مقدر: أي ولا يجوز افتضاض: أي إزالة البكارة بأصبعه. وفي البجيرمي ما نصه: قال سم ولا يجوز إزالة بكارتها بأصبعه أو نحوها، إذ لو جاز ذلك لم يكن عجزه عن إزالتها مثبتا للخيار لقدرته على إزالتها بذلك

1. Untuk mengontrol nafsu, ada tips yang diajarkan Rasulullah SAW, yaitu : menikah dan sering berpuasa, sebagaimana dalam hadits :

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ”

wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu untuk menikah (biaya pernikahannya), maka bersegeralah melaksanakannya, karena itu lebih menutup mata (dari memandang haram), dan menjaga kemaluan (dari perbuatan haram). dan barang siapa yang tidak mampu (biaya pernikahan), maka berpuasalah karena puasa menjadi tameng (dari perbuatan haram) baginya”

2. Dosa onani jelas tidak sama dengan zina dikarenakan ancaman Allah dan Rasulullah pada perbuatan zina sangat banyak. Namun, onani-pun tidak luput dari ancaman,

Rasulullah SAW bersabda :

لعن الله من نكح يده.وإن الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم


” Allah melaknat orang yang menikahi tangannya (onani/masturbasi), dan sesungguhnya Allah SWT telah memusnahkan suatu kaum, karena mereka bermain2 dengan kemaluan mereka”. Tinggalkanlah onani / masturbasi karena itu semua dapat mendatangkan murka Allah yang bisa menjadi adzab yang sangat pedih. mudah2an Allah senantiasa menjaga kita dan anda dari segala kemaksiatan dan dosa yang kecil maupun besar, Amin.

Muhrim Ataukah Mahrom ?

MUHRIM berarti orang yang sedang ihram baik haji maupun umrah , sedangkan MAHROM adalah perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selama-lamanya, dan dapat menimbulkan beberapa hukum syari’at yaitu tidak membatalkan wudhu’ ketika bersentuhan kulit dan halal untuk saling bertatap muka.

Perempuan-perempuan yang haram dinikahi ada dua macam, yaitu :

1. Perempuan yang haram dinikahi ‘ala ta’bid (untuk selamanya) karena ada hubungan mahram, mereka ada 18 perempuan, terbagi dalam 3 sebab :

Pertama: sebab senasab, ada 7 perempuan, yaitu : ibu kandung ke atas (nenek, ibu nenek seterusnya), anak perempuan kandung ke bawah (cucu, anak cucu seterusnya), saudara perempuan baik sekandung, sebapak atau seibu, saudara perempuan bapak, saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara laki-laki dan anak perempuan saudara perempuan.

Kedua : sebab rodho’ (persusuan), ada 7 perempuan sama pembahasannya seperti pada sebab senasab.

Ketiga : sebab mushaharoh (perkawinan), ada 4 perempuan, yaitu : ibu istri (mertua), anak perempuan istri (anak tiri) jika sudah terjadi hubungan badan dengan ibunya, istri ayah (ibu tiri) dan istri anak (menantu).

Semua perempuan di atas dinamakan mahram yaitu disamping haram untuk dinikahi, bersentuhan dengan mereka tidak membatalkan wudhu, dan boleh untuk saling bertatap muka.

1. Perempuan yang haram dinikahi bil jam’i (sebab penggabungan), yaitu dua orang perempuan yang terdapat hubungan senasab atau sepersusuan. Gambarannya : jika salah satu diantara keduanya menjadi laki-laki, maka haram baginya menikahi yang lainnya, contoh : dua perempuan bersaudara, jika salah satu diantara keduanya digambarkan lelaki, maka haram untuk menikahi saudaranya.

Perempuan-perempuan yang haram dinikahi sebab penggabungan ada tiga, yaitu :

- Saudari istri.

- Bibi istri dari ayah.

- Bibi istri dari ibu.

Oleh karena itu, haram bagi seorang untuk menggabung dalam perkawinan antara perempuan-perempuan di atas kecuali setelah mentalak ba’in istrinya atau setelah habis masa iddahnya jika ditalak raj’i (talak satu atau dua) atau sepeninggal istrinya.

Perempuan yang haram dinikahi bil jam’i di atas bukan dinamakan mahram, sehingga hanya haram untuk digabungkan dalam pernikahannya saja, namun bersentuhan dengannya tetap membatalkan wudhu serta haram untuk saling bertatap muka.

Kesimpulan : setiap mahram pasti haram untuk dinikahi, namun tidak semua perempuan yang haram dinikahi adalah mahram.

Adapun do’a setelah shalat, yang paling afdhol adalah do’a-do’a yang datang langsung dari Nabi SAW, seperti do’a-do’a berikut :

اللهمَّ أَنتَ السلامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ ، وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَامُ ، وَحَيِّنَا رَبَّنَا بَالسَّلاَمِ ، وَاَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ دَارَ السَّلاَمِ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“ ya Allah, Engkaulah keselamatan, dan dari-Mu lah segala keselamatan, dan kepada-Mu lah kembalinya segala keselamatan, hiduplanlah kami dengan keselamatan, dan masukkanlah kami ke surge tempat keselamatan, Maha Suci Engkau wahai Tuhanku dan Maha Luhur, wahai Dzat yang Luhur lagi Mulia “

اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

“ ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah pada apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang bisa memberi pada apa yang Engkau cegah, dan tidak ada yang bisa menolak dari apa yang telah Engkau tetapkan, dan tidaklah bermanfaat orang yang mempunyai kekayaan dengan kekayaannya “

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ وَمِنْ شَرِّ مَا لمَ ْأَعْمَلْ

“ ya Allah, sesunnguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kejelakan apa yang telah aku perbuat dan dari kejelekan apa yang tidak aku perbuat”

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا

“ ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak puas, dan ari do’a yang tidak dikabulkan”

اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي وَزِدْنِي عِلْمًا

“ ya Allah berilah manfaat kepadaku dengan ilmu yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah kepadaku apa yang bermanfaat untukku dan tambahilah diriku ilmu”

Disamping itu, anda bisa berdo’a dengan do’a yang biasa diamalkan oleh orang-orang sholeh seperti do’a alhabib Abdullah alhaddad berikut :

اَللَّهُمَّ اُخْرُجْ مِنْ قَلْبِي كُلَّ قَدْرٍ لِلدُّنْيَا وَكُلَّ مَحَلٍّ لِلْخَلْقِ يُمِيْلُنِي اِلَي مَعْصِيَتِكَ اَوْ يُشْغِلُنِي عَنْ طَاعَتِكَ اَوْ يَحُوْلُ بَيْنِي وَبَيْنَ التَّحَقُّقِ بِمَعْرِفَتِكَ الْخَاصَّةِ وَمَحَبَّتِكَ الْخَالِصَةْ ,وَصَليَّ اللهُ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَي اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

“ ya Allah, keluarkan dari hati kami setiap ruang untuk (cinta) dunia, dan setiap tempat untuk makhluk yang bisa menjadikanku untuk bermaksiat kepada-Mu atau menyibukkanku dari ketaatan kepada-Mu atau menghalangiku dari mengenal-Mu secara khusus dan kecintaan kepada-Mu yang murni. Semoga sholawat dan salam Allah tercurahkan selalu atas Muhammad SAW, keluaga dan para sahabatnya “

Sabtu, 20 November 2010

Diantara keajaiban-keajaiban Mata

Alam ciptaan Allah sungguh amat mempesona. Keindahannya tak bisa kita pungkiri lagi. Ketika kita melihat taman-taman yang indah dan tanah-tanah yang lapang. Ketika kita melihat kesegaran rumput hijau di pagi yang cerah. Tatkala kita melihat berbagai wajah-wajah dengan aneka ragam bahasa dan warna kulit….. Belum lagi aneka bunga, tanaman, hewan, dan makhluk lainnya yang mempesona mata.

Pernahkah terpikir oleh kita ―saat terbangun di pagi hari dan menyaksikan ribuan nikmat itu― apa makna di balik semua keindahan ciptaan Allah SWT ini? Saya yakin banyak diantara kita yang menjadi lebih suntuk ketika hari berganti menjadi petang. Matahari kian tenggelam di ufuk Barat. Suasana menjadi gelap, taman-taman yang tadinya indah kini tak tampak lagi. Warna alam yang menggairahkan seakan menjadi pudar. Sekali lagi coba Anda renungkan nikmat penglihatan yang Tuhan berikan kepada anda. Setiap panca indera yang dianugerahkan kepada kita menempati porsi kebahagiaan yang tertentu pula. Mata, hidung, telinga, lidah dan kulit semuanya memiliki prosentase kenikmatan yang berbeda. Saya juga yakin Anda sependapat bahwa diantara kelima panca indera itu, mata merupakan salah satu yang paling besar peranannya.

Tanpa penglihatan, bukan hanya kenikmatan penglihatan saja yang hilang, tapi kenikmatan panca indera yang lain juga akan berkurang. Ketika anda tidak bisa melihat makanan yang dihidangkan maka anda tidak akan bisa merasakan kenikmatan makanan itu dengan benar. Anda pun tak akan menikmati sejuk udara pagi dengan santai tanpa menyaksikannya secara langsung. Musik pun tak akan terdengar merdu di telinga Anda. Oleh sebab itulah kita harus pandai-pandai menyelami hakikat dari indera yang amat berharga ini. Betapa besar mata telah menghibur anda hingga saat ini! Perhatikan saat-saat anda berlibur ke pantai menyaksikan hamparan pasir putih dengan pantainya yang berkilau diterpa sinar matahari. Sementara di ujung yang lain sebuah tanjung terhampar dengan indahnya.

Cobalah merenungi suasana ketika anda bepergian ke puncak gunung sembari menyaksikan keindahan kota dibawah sana. Ketika kita bersantai dirumah, berapa banyak jam yang kita habiskan menikmati acara televisi hari demi hari? Sungguh hingga saat ini kita telah banyak melupakan syukur atas nikmat penglihatan yang Allah berikan. Dalam surat As-Sajdah ayat 9 Allah berfirman: ”Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” Jauh sebelum kita diciptakan, Allah sudah mengetahui bahwa kita akan mendustakan kenikmatan ini dengan tidak mensyukurinya. Di ayat yang lain disebutkan : ”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (An-Nahl : 78)

Pendengaran dan penglihatan merupakan dua jendela yang menghubungkan manusia dengan alam luar. Telinga meningkatkan intelektualitas, konsentrasi dan pemahaman seseorang sedangkan mata menyuguhkan tampilan alam. Dengan mata ini pula kita bisa belajar dan menulis serta melakukan pekerjaan sehari-hari dengan sempurna. Dengan dua nikmat agung ini kita dicetak menjadi manusia yang cerdas, intelek dan tanggap terhadap lingkungan. Al-Qur’an menyebutkan dua indera ini lebih banyak daripada indera dan organ tubuh lainnya. Secara anatomis mata kita berada pada tempat yang amat terlindung. Rongga tersebut menampung 30cc volume. Tulang-tulang yang melingkar di sekeliling mata diciptakan dengan sempurna sehingga mata aman dari trauma. Disamping atas, dibagian bawah dan tengah dari tiap mata terdapat suatu rongga dari tulang yang disebut sinus. Sinus ini berfungsi sebagai Shock Absorber (peredam kejut) sehingga sewaktu-waktu tulang tersebut mengalami trauma, maka tekanannya akan diserap oleh sinus dan mengurangi tekanan yang masuk ke dalam mata. Sang Pencipta meletakkan organ istimewa ini pada tempat yang aman dan melengkapinya dengan berbagai sarana penjagaan. Di sisi depan, mata dilindungi oleh kelopak yang memiliki reflek menutup dengan amat cepat, sehingga sepersekian detik saja sudah bisa menutup ketika ada sesuatu yang akan masuk. Dilengkapi dengan bulu, menjadikan mata aman terhadap partikel padat maupun cair.

Di sudut bagian samping atas dari rongga mata terdapat kelenjar penghasil air mata yaitu kelenjar lakrimalis. Kelenjar ini senantiasa memproduksi air mata (tear film) yang akan membasahi permukaan mata dan mencuci mata dari debu-debu dan partikel kotoran yang senantiasa masuk. Cairan ini sangat istimewa fungsinya. Selain membunuh kuman-kuman yang masuk, cairan ini juga mengatur tekanan dalam bola mata dan memberikan nutrisi kepada bagian mata terluar yaitu Kornea. Berkurangnya cairan mata dalam waktu tertentu akan menyebabkan suatu gejala kekeringan mata yang disebut Xeroftalmia. Penyakit ini akan menyebabkan kebutaan jika tidak ditangani dengan segera. Bersyukurlah anda yang memiliki mata yang sehat dan memiliki air mata yang sehat juga setiap saat, karena jika tidak, maka anda akan menggunakan tetes air mata buatan sepanjang hidup ! Berfirman Allah dalam surat Al-An’aam 46 yang artinya : ” Katakanlah: ’Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah uhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?’ Perhatikanlah, bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).” Kornea sehat yang anda miliki juga sangat mahal harganya. Cangkok kornea di Amerika bagi orang-orang dengan parut kornea (makula) memakan biaya hingga US$ 8700 atau sekitar 80 juta rupiah untuk satu mata. Prosedurnya pun harus mengantri lama, karena donor kornea yang biasanya didapat dari negara Asia Barat seperti India dan Srilanka makin jarang didapat akhir-akhir ini. Operasi cangkok kornea termasuk operasi besar dengan komplikasi yang besar dan kemungkinan keberhasilan yang relatif kecil. Oleh karena itu panjatan beribu-ribu syukur layak Anda lantunkan kepada-Nya yang telah menganugerahi anda dengan kesempurnaan hingga saat ini. Siapakah yang mampu menciptakan penglihatan yang menakjubkan ini selain Allah? Penglihatan dan mata adalah karunia besar dari Sang Pencipta kepada hamba-Nya, bukti konkrit keajaiban penciptaan manusia yang menyaksikan Keagungan-Nya. Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat, cahaya dan kegelapan? Mahasuci Allah yang telah mencipta segala sesuatu, pada Tangan-Nya lah kerajaan bumi dan langit, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Proses melihat kita dimulai dari jatuhnya cahaya pada obyek yang kita lihat. Cahaya sendiri dipancarkan oleh matahari yang berjarak 93 juta kilometer dari bumi. Sinar ini akan mencapai bumi dalam waktu 8 menit. Pantulan cahaya dari obyek kemudian akan masuk mata melalui lensa mata. Lensa ini berfungsi menyatukan sudut-sudut yang dibentuk sinar-sinar tersebut. Setelah bersatu, sinar ini akan melewati pupil dan menembus bagian dalam bola mata yang transparan dan akan berakhir di retina. Retina adalah syaraf mata yang akan meneruskan rangsangan penglihatan ke otak. Ketika kita sedang menyaksikan suatu obyek, maka obyek itu akan terlihat sebagai benda tunggal. Padahal, kedua bola mata sama-sama menerima rangsang cahaya dalam retina. Hal ini karena kedua retina akan berkongruensi atau bekerja sama dalam menyatukan titik cahaya. Keduanya akan memperpanjang diri sebagai saraf otak dan saling menyilang didasar otak untuk kemudian dilanjutkan ke bagian samping dan belakang otak (area 17 Brocca) untuk kemudian diinterpretasikan mulai bentuk, warna, jarak dan dimensinya. Sungguh keindahan ciptaan Allah SWT ini tak terjangkau oleh pikiran dan ilmu kita yang terbatas. Alangkah malangnya bagi kita yang dengan penglihatan yang sehat lalu mempergunakannya untuk melihat barang-barang yang haram dan maksiat. Alangkah tidak beruntungnya mereka yang mempergunakan organ yang bersih untuk melihat sesuatu yang kotor. Dengan berbuat demikian sama artinya kita tidak mengindahkan nikmat Allah ini. Naudzubillahi min dzalik. Sebaliknya, beruntunglah diantara kita yang mempergunakannya di jalan yang benar, memakainya untuk membaca Al-Qur’an, membaca kitab-kitab ilmu dan dengan itikad baik meningkatkan ibadah. Kita harus selalu ingat bahwa selain menyuguhkan keindahan dan kenikmatan, mata juga berpotensi besar untuk membawa kita kepada penyimpangan akhlak dan dosa. Janganlah kita menyesalinya kelak ketika sudah di alam akhirat, ketika Allah seakan-akan heran melihat hal itu lalu berfirman, “Alangkah nyaringnya telinga mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka di kala mereka menghadap Kami. Padahal mereka di dunia seakan-akan tuli tidak dapat mendengarkan petunjuk yang di bawa Nabi dan seakan-akan buta tidak dapat melihat kebenaran dan mukjizat yang diberikan kepada Rasul-rasul. Tidak melihat kekuasaan Allah yang tampak dengan nyata pada alam semesta”. Dan dikala itu mata yang menyuguhkan maksiat dulu akan menjadi saksi atas semua perbuatan yang telah kita lakukan, lalu kita baru terperanjat dan berangan-angan untuk kembali ke dunia dan menggunakannya dijalan yang baik. Allah kemudian mengancam dalam surat Al-Haqqah 30-33, “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar”.

Mudah-mudahan kita dijauhkan dari adzab Allah SWT. Untuk itu marilah kita pergunakan mata kita di jalan Allah, di jalan yang akan menuntun kita kepada sorga-Nya. Insya Allah dengan mempergunakannya secara baik, kita tercatat sebagai hambaNya yang bersyukur dan bertaubat. Harus selalu kita ingat bahwa setiap kenikmatan yang disuguhkan oleh mata saat ini akan menyisakan setiap pertanyaan kelak di alam baka…..

Batasan Pornografi/ Aurat Seorang Muslimah

Sebelum datangnya Islam atau yang lebih dikenal dengan masa Jahiliyah (masa kebodohan), penduduk kota Makkah -bahkan seluruh dunia- menganggap kaum hawa sebagai makhluk rendah dan hina. Mereka hanya dijadikan sebagai obyek pemuas nafsu birahi atau pelacur. Inilah yang menyebabkan mereka malu dan marah bila istrinya melahirkan anak perempuan, sehingga mereka banyak dibunuh dan dikubur hidup-hidup.

Dengan datangnya Islam, wanita ditempatkan secara terhormat, mereka wajib dilindungi dari segala bentuk penyimpangan kemanusiaan. Dan Islam mewajibkan wanita menutup aurat demi menjaga kehormatan, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Ahzab ;59 :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (59)

Artinya :”.Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. “

Ayat ini menjelaskan wanita harus menutup anggota badannya dengan jilbab hingga tidak terlihat oleh kaum laki-laki yang bukan mahramnya, supaya mereka dikenal sebagai perempuan terhormat dan tidak diganggu lelaki. Hal ini menunjukkan betapa Islam menjaga dan menghormati martabat kaum wanita. Bagi mereka yang membuka auratnya telah datang hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan penghuni neraka yaitu: pertama, sekelompok orang dholim yang selalu membawa cambuk seperti ekornya untuk sapi mencambuki manusia,kedua, perempuan yang memakai baju tapi mereka telanjang, berjalan dengan berlenggak-lenggok dan berhias dikepalanya hingga seperti punggung onta, mereka tidak akan masuk surge dan tidak akan mendapatkan aroma surga padahal aroma surga sudah bisa dicium dari jarak yang sangat jauh”

Jika perempuan yang menutup badannya dengan pakaian tipis atau ketat sudah dinyatakan masuk neraka dan tidak mendapatkan bau surga, bisa dibayangkan jika telanjang di depan umum dan diekspos di majalah dan televisi.

Tentang masalah pornografi atau pornoaksi, dalam syari’at termasuk dalam perkara yang membangkitkan gairah seksual bagi orang normal.. Semua hal tersebut diharamkan oleh syari’at karena bisa menghilangkan akal sehat manusia dan menjerumuskan ke lembah perzinaan, baik dalam bentuk foto, lukisan, patung, film bahkan pembicaraan

Allah SWT berfirman :

{ وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا (32) } .

“ Janganlah kalian dekati perbuatan zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan” (Q.S. Al-Isra’ ; 32)

Dalam ayat ini Allah SWT bukan hanya melarang berzina tapi juga mengharamkan segala hal yang bisa menjerumuskan pada perbuatan zina.Menampakkan aurat di depan umum, membuat, memajang atau menyiarkan acara yang berbau pornografi adalah muqaddimah (pengantar) perzinaan. Sebagaimana haram menampakkan aurat maka diharamkan pula melihatnya.

Selasa, 16 November 2010

Dua Puluh Tujuh Nasihat dari Taurat

Syeh Nawawi Al Bantaniy menerangkan bahwa Imam Wahab bin Munabbih, semoga Allah merahmati beliau, berkata: “Telah tertulis dalam kitab Taurat duapuluh nasihat dan ditambahkan oleh Imam Nawawi tujuh (7) nasehat sehingga menjadi dua puluh tujuh (27) nasehat:

1. Taqwa
2. Marah
3. Mencintai Kesenangan Dunia
4. Hasud
5. Sombong
6. Harta, Pangkat dan Tahta
7. Permusuhan
8. Berleha-leha
9. Makanan, Minuman, Pakaian, Ucapan, dan Perbuatan Haram
10. Bekerja
11. Penghibur dalam Kubur
12. Zuhud
13. Penasehat diri
14. Wara'
15. Tengah Surga
16. Tanpa Perhitungan
17. Orang Kaya
18. Pandai
19. Bijaksana
20. Selamat dari Kejelekan Manusia
21. Kemuliaan Dunia Akhirat
22. Maksiat
23. Dermawan
24. Tafakur & Mengingat Mati
25. Memohonkan Ampunan

Taqwa

1. Barangsiapa yang mencari bekal di dunia untuk perjalanan akhirat dengan taqwa, yaitu menjauhi setiap sesuatu yang dikhawatirkan akan membahayakan agama, maka di hari kiamat dia akan menjadi kekasih Allah.

Marah

2. Barangsiapa yang meninggalkan marah, maka dia akan menjadi tetangga Allah.

Rasulullah saw. bersabda

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ .

“Bukanlah orang yang kuat itu sebab membanting lawannya; sesungguhnya orang yang kuat itu hanyalah orang yang dapat menguasai dirinya pada waktu marah”.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

مَنْ كَفَّ غَضَبَهُ كَفَّ اللهُ عَنْهُ عَذَابَهُ

“Barangsiapa yang dapat menahan marahnya, niscaya Allah akan menahan siksa-Nya terhadap dirinya”.

Mencintai Kesenangan Dunia

3. Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan hidup di dunia dengan tidak mencintai kesenangan-kesenangan di dunia, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang aman dan selamat dari siksa Allah.

Hasud

4. Barangsiapa yang meninggalkan perbuatan hasud, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang terpuji di hadapan para makhluk.

Rasulullah saw. bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ ابْنَيْ آدَمَ إِنَّمَا قَتَلَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ حَسَدًا

“Awas-awas kamu, jauhilah olehmu sekalian perbuata hasud; karena sesungguhnya kedua putera nabi Adam, salah seorang dari keduanya membunuh saudaranya hanyalah karena hasud”.

Sombong

5. Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan berlagak, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang mulia di sisi Dzat Yang Maha Merajai lagi Maha Perkasa.

Telah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

مَا مِنْ رَجُلٍ يَتَعَاظَمُ فِيْ نَفْسِهِ وَيَخْتَالُ فِيْ مِشْيَتِهِ إِلاَّ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ .رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ وَالْحَاكِمُ

“Tiadalah seseorang laki-laki yang mengagungkan dirinya dan sombong dalam berjalan, kecuali dia akan bertemu Allah sedangkan Allah sangat murka kepadanya”. HR. Imam Ahmad, Bukhari dan Al Hakim.

Harta, Pangkat dan Tahta

6. Barangsiapa yang meninggalkan kelebihan-kelebihan di dunia dari: omongan, harta, pangkat dan lainnya dari hal-hal yang mubah yang dapat menempatkan dalam kemaksiatan dan kelalaian, niscaya dia akan menjadi orang yang akan diberi kelapangan dalam makanan-makanan bersama orang-orang abrar (orang-orang yang berbuat kebajikan).

Permusuhan

7. Barangsiapa yang meninggalkan permusuhan di dunia, niscaya di hari kiamat dia termasuk orang-orang yang berbahagia, selamat dan memperoleh kebaikan.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِيْ رَبَضِ الْجَـــــــنَّةِ وَمَنْ تَرَكَهُ وَهُوَ مُحِقٌّ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِيْ وَسَطِهَا وَمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِيْ أَعْلاَهَا .

“Barangsiapa yang meninggalkan berbantah sedangkan dia tidak berhak membantah, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di sebuah tempat di sorga. Barangsiapa yang meninggalkan berbantah sedangkan dia berhak untuk membantah, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di tengah-tengah sorga. Dan barangsiapa yang membaguskan akhlaknya, niscaya akan dibangunkan rumah baginya di atas sorga”.

Kikir

8. Barangsiapa yang meninggalkan sifat kikir di dunia, niscaya dia akan menjadi orang yang disebut-sebut di hadapan para makhluk. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

لاَ يَجْتَمِعُ اْلإِيْمَانُ وَالْبُخْلُ فِي قَلْبِ رَجُلٍ مُؤْمِنٍ أَبَدًا. رَوَاهُ ابْنُ سَعْدٍ

“Tidak dapat berkumpuk iman dan sifat kikir dalam hati seorang mukmin selama-lamanya”. HR Ibnu Sa’ad.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

وَأَيُّ دَاءٍ أَدْوَأُ مِنَ الْبُخْلِ. رَوَاهُ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

“Penyakit manakah yang lebih berbahaya dari pada sifat kikir?” HR Imam Ahmad, Bukhori dan Muslim.

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ .

Berleha-leha

9. Barangsiapa yang meninggalkan beristirahat di dunia, yakni dengan memayahkan dirinya untuk taat kepada Allah, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi orang yang disenangkan di sorga.

Makanan, Minuman, Pakaian, Ucapan, dan Perbuatan Haram

10. Barangsiapa yang meninggalkan haram, dalam makanan, minuman, pakaian, ucapan dan perbuatan, niscaya di hari kiamat dia akan menjadi tetangga para nabi a.s.

Pemandangan Haram

11. Barangsiapa yang meninggalkan memandang sesuatu yang haram di dunia, niscaya di hari kiamat Allah akan menggembirakan matanya di sorga dengan dapat memandang apa yang akan menyenangkan dia dari hal-hal yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah dibayangkan dalam hati.

Barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan memilih kefaqiran, niscaya di hari kiamat Allah akan membangkitkannya bersama para wali dan para nabi.

Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

إِنْ كُنْتَ تُحِبُّنِي فَأَعِدَّ لِلْفَقْرِ تَجْفَافًا فَإِنَّ الْفَقْرَ أَسْرَعُ إِلَى مَنْ يُحِبُّنِيْ مِنَ السَّيْلِ إِلَى مُنْتَهَاهُ. رَوَاهُ الإِمَامُ أَحْمَدُ وَ التُّرْمُذِيُّ.

“Jika kamu mencintaiku maka bersiap-siaplah kamu untuk faqir dengan menghabiskan hartamu, karena sesungguhnnya faqir itu lebih cepat (sampai) kepada orang yang mencintaiku dari pada banjir ke muaranya. HR. Imam Ahmad dan At Turmudzi.

Bekerja


12. Barangsiapa yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dunia, niscaya Allah akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya di dunia dan akhirat.

Nabi Muhammad saw. telah bersabda:

. مَنْ قَضَى ِ لأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ حَاجَةً كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ كَمَنْ حَجَّ وَاعْتَمَرَ

“Barangsiapa yang memenuhi satu kebutuhan dari saudaranya yang muslim, niscaya baginya ada pahala seperti pahala orang yang melaksanakan haji dan umroh”.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

مَنْ قَضَى ِ لأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ حَاجَةً كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ كَمَنْ خَـــــدَمَ اللهَ عُمُرَهُ

“Barangsiapa yang memenuhi satu kebutuhan dari saudarannya yang muslim, niscaya baginya ada pahala seperti pahala orang yang mengabdi (ta’at) kepada Allah selama hidupnya”.

Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh Imam Al Hifni: “Yakni seperti orang yang shalat selama hidupnya. Karena sesungguhnya shalat adalah pengabdian kepada Allah di bumi”, sebagaimana yang dikatakan pula oleh imam Al ‘Azizi.

Penghibur dalam Kubur

13. Barangsiapa yang ingin mempunyai penghibur di dalam kuburnya, maka hendaklah dia bangun pada waktu gelap malam dan hendaklah dia shalat sunnat meskipun hanya satu raka’at.

Zuhud

14. Barangsiapa yang ingin berada di bawah naungan ‘arasy dari Dzat Yang Maha Penyayang, maka hendaklah dia menjadi orang yang zuhud, yakni orang yang berpaling dengan hatinya dari dunia.

Nabi Muhammad saw. telah bersabda:

نَـجَا أَوَّلُ هَذِهِ اْلأُمَّةِ بِــالزُّهْدِ وَالْيَقِيْنِ وَسَيَهْلِكُ آخِرُهَـــا بِـــالْحِرْصِ وَطُــوْلِ اْلأَمَلِ

“Permulaan ummat ini selamat sebab zuhud dan keyaqinan, dan akhir dari umat ini akan celaka sebab tamak dan angan-angan yang panjang”.

Penasehat diri

15. Barangsiapa yang ingin perhitungan amalnya mudah, maka hendaklah dia menjadi penasehat bagi dirinya sendiri dan saudara-saudaranya. Diriwayatkan dari sahabat ‘Utsman bin ‘Affan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda:

مَنْ لَمْ يَزْدَدْ يَوْمًا بِيَوْمٍ خَيْرًا فَذَلِكَ رَجُلٌ تَجَهَّزَ إِلَى النَّارِ عَــــــــــــــلَى بَصِيْرَةٍ. رَوَاهُ الْعَسْكَرِيُّ



Barangsiapa yang hari demi hari kebaikannya tidak bertambah, maka orang tersebut adalah orang yang bersiap-siap ke neraka dengan nyata”. HR. Al ‘Askari.

Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:



إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ لأَخِيْهِ نُصْحًا فِيْ نَفْسِهِ فَلْيَذْكُرْهُ لَهُ. رَوَاهُ ابْنُ عَدِيٌّ.

“Jika salah seorang dari kamu menemukan nasihat dalam dirinya bagi saudaranya, maka hendaklah dia menuturkan nasehat tersebut kepadanya”. HR. Ibnu ‘Adi.

Wara'

16. Barangsiapa yang ingin para malaikat mengunjunginya, maka hendaklah dia menjadi orang yang wara’. Sifat wara’ adalah syarat dalam melakukan istiqamah dalam agama. Sifat wara’ yang paling rendah adalah sifat wara’ dari orang-orang yang adil yang disebutkan dalam kesaksian, dan sifat wara’ yang paling tinggi adalah sifat wara’ dari orang-orang yang shiddiq.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

خَيْرُ دِيْنِكُمْ الْوَرَعُ

“Sebaik-baik pekerjaan agamamu adalah wara’”.

Tengah Surga

17. Barangsiapa yang ingin bertempat tinggal di tengah-tengah surga, maka hendaklah dia menjadi orang yang mengingat Allah di waktu malam dan siang hari.

Imam Al Qusyairi berkata:

“Seseorang hamba tidak dapat sampai kepada Allah kecuali dengan melanggengkan dzikir. Sedang dzikir itu ada dua macam: dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan itu dapat menyampaikan hamba pada melanggengkan dzikir hati dan dalam memberi pengaruh bagi dzikir hati. Maka tatkala hamba itu berdzikir dengan lisan dan hatinya, maka dia adalah orang yang sempurna dalam sifatnya dalam keadaan menempuh jalan menuju ridla Allah.

Tanpa Perhitungan

18. Barangsiapa yang ingin masuk surga tanpa perhitungan amal, maka hendaklah dia bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha.

Imam Al Qusyairi berkata:

“Taubat itu adalah permulaan persinggahan dari persinggahan-persinggahan orang-orang yang menempuh jalan menuju ridla Allah dan permulaan pangkat dari pangkat-pangkat orang-orang yang menuntut ridla Allah.

Ahli ma’rifat berkata:

“Basuhlah empat perkara dengan empat: Basuhlah mukamu dengan air matamu. Basuhlah lidahmu dengan dzikir kepada Penciptamu. Basuhlah hatimu dengan takut kepada Tuhanmu. Dan basuhlah dosa-dosamu dengan bertaubat kepada Tuhanmu”.

Orang Kaya


19. Barangsiapa yang ingin menjadi orang kaya, maka hendaklah dia rela dengan apa yang Allah telah bagikan kepadanya dan kepada orang lain, mengenai harta, pangkat dan lainnya.

Abdul Wahid bin Zaid berkata:

“Rela itu adalah pintu Allah yang paling agung dan sorga dunia”.

Pandai

20. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang pandai beserta Allah, maka hendaklah dia menjadi orang yang khusyu’ dalam urusan-urusan agamanya. Artinya menjadi orang yang tunduk pada urusan-urusan agama tersebut karena kebenaran, serta menerima kebenaran tersebut dari orang yang manapun yang mengatakannya.

Bijaksana


21. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang bijaksana, maka hendaklah menjadi orang yang pandai.

Telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ غَدَا أَوْ رَاحَ وَهُوَ فِيْ تَعْلِيْمِ دِيْنِهِ فَهُوَ فِي الْجَنَّةِ . رَوَاهُ أَبُوْ نَعِيْمٍ.

Barangsiapa yang berangkat di waktu pagi atau petang, sedangkan dia dalam mengajarkan agamanya, niscaya dia berada dalam sorga”. HR. Abu Na’im.

Ini adalah apa yang dikatakan pada waktu melaksanakan pelajaran dari Syeikh Ali Al Maghrabi, semoga Allah mensucikan rahasia beliau:

اَللّهُمَّ إِنِّيْ اِسْتَوْدَعْتُكَ مَا قَرَأْتُهُ فَارْدُدْهُ إِلَيَّ عِنْدَ حَاجَتِيْ إِلَيْهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menitipkan kepada-Mu apa yang telah aku baca. Oleh karena itu kembalikanlah titipan tersebut kepadaku pada waktu aku memerlukannya”.

Selamat dari Kejelekan Manusia

22. Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang selamat dari kejelekan manusia, maka hedaklah dia tidak menyebutkan salah seorang dari mereka kecuali dengan baik. Dan hendaklah dia mengambil pelajaran pada dirinya, dari apakah dirinya diciptakan. Sesungguhnya dia diciptakan dari sperma yang menjijikkan, dan untuk apa dia diciptakan. Dia diciptakan adalah untuk ta’at kepada Allah ta’ala.

Kemuliaan Dunia Akhirat


23. Barangsiapa yang ingin kemuliaan di dunia dan akhirat, maka hendaklah dia memilih akhirat dari pada dunia, dengan tetap beribadah pada semua waktunya selama dia kuat melakukannya.

Maksiat

24. Barangsiapa yang ingin surga Firdaus dan kenikmatan yang tidak rusak, yakni kenikmatan sorga, maka hendaklah dia tidak menyia-nyiakan umurnya dalam kerusakan dunia dengan melakukan perbuatan maksiat.

Dermawan


25. Barangsiapa yang ingin kesenangan di dunia dan akhirat, maka wajib baginya bersifat dermawan. Karena sesungguhnya orang yang dermawan itu dekat dengan sorga dan jauh dari neraka.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah ra.: “Rasulullah saw. telah bersabda:

اَلسَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى قَرِيْبٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيْبٌ مِنَ الْجَنَّةِ بَعِيْدٌ مِنَ النَّارِ, وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ , وَالْجَاهِلُ السَّخِيُّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الْعَابِدِ الْبَخِيْلِ. .

“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah ta’ala, dekat dengan manusia, dekat dengan sorga dan jauh dari neraka. Orang yang kikir itu jauh dari Allah ta’ala, jauh dari manusia, jauh dari sorga dan dekat dengan neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih dicintai oleh Allah ta’ala dari pada orang yang ahli ibadah yang kikir”.

Di antara cerita dari orang-orang yang mulia adalah bahwasannya Hasan dan Husein serta Abdullah bin Ja’far telah keluar untuk melaksanakan ibadah haji, kemudian bekal mereka hilang sehingga mereka kelaparan dan kehausan. Kemudian mereka melewati rumah seorang wanita tua yang di dalamnya ada seekor domba. Mereka meminta kepada wanita tersebut, lalu wanita tua itu memberi minum mereka susu domba tersebut dan dia menyembelihnya untuk mereka. Setelah suatu waktu, Hasan melihat wanita tua itu di Madinah dan dia mengenalinya, lalu dia memberi wanita tua itu seribu ekor domba dan seribu dinar, lalu dia mengantarkan wanita itu kepada saudaranya, Husein. Husein pun memberi wanita itu sama seperti Hasan. Kemudian ia mengantarkannya kepada Ibnu Ja’far At Thayyar dan Ibnu Ja’far memberinya dua ribu ekor domba dan dua ribu dinar. Ibnu Ja’far berkara:

“Andaikan engkau datang pertama kali kepadaku, niscaya aku akan membuat payah Hasan dan Husein”. Kemudian wanita tua itu pulang dengan membawa empat ribu ekor domba dan empat ribu dinar.

Tafakur & Mengingat Mati


26. Barangsiapa yang ingin Allah menyinari hatinya dengan cahaya yang sempurna, maka wajib baginya bertafakkur dan mengambil pelajaran dalam keagungan Allah ta’ala dan mengambil nasihat dengan kematian.

Memohonkan Ampunan


27. Barangsiapa yang ingin memiliki badan yang sabar, lisan yang selalu berdzikir dan hati yang khusyu’, maka wajib baginya memperbanyak permohonan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dan orang-orang muslim laki-laki dan perempuan.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

. مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِكُلِّ مُؤْمِنٍ وَمُؤْمِــنَةٍ حَسَنَةً. رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ عِنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ

“Barangsiapa yang memintakan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, niscaya Allah akan menulis baginya dengan setiap mukmin laki-laki dan perempuan, satu kebaikan”. HR. At Thabrani dari ‘Ubadah bin As Shomit.

Nabi saw. telah bersabda:

. مَنِ اسْتَغْفَرَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعًا وَعِشْرِيْنَ مَرَّةً كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ يُسْتَجَابُ لَهُمْ وَيُرْزَقُ بِهِمْ أَهْلُ الأَرْضِ . رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ

“Barangsiapa yang memohonkan ampun bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan setiap hari duapuluh tujuh kali, niscaya dia termasuk orang-orang yang dikabulkan do’anya dan penduduk bumi diberi rizki sebab mereka”. HR. At Thabrani dari Abu Darda’.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

عَشْرٌ تَمْنَعُ عَشْرًا : سُوْرَةُ الْفَاتِحَةِ تَمْنَعُ غَضَبَ الرَّبِّ , وَسُوْرَةُ يس تَمْنَعُ عَطَشَ الْقِيَامَةِ , وَسُوْرَةُ الدُّخَانِ تَمْنَعُ أَهْوَالَ الْقِيَامَةِ , وَسُوْرَةُ الْوَاقِعَةِ تَمْنَعُ الْفَقْرَ , وَسُوْرَةُ الْمُلْكِ تَمْنَعُ عَذَابَ الْقَبْرِ , وَسُوْرَةُ الْكَوْثَرِ تَمْنَعُ خُصُوْمَةَ الْخَصَمَاءِ , وَسُوْرَةُ الْكَافِرُوْنَ تَمْنَعُ الْكُفْرَ عِنْدَ النَّزْعِ وَسُوْرَةُ اْلإِخْلاَصِ تَمْنَعُ النِّفَاقَ , وَسُوْرَةُ الْفَلَقِ تَمْنَعُ حَسَدَ الْحَاسِدِيْنَ , وَسُوْرَةُ النَّاسِ تَمْنَعُ الْوَسْوَاسَ..

“Ada sepuluh surat yang dapat mencegah sepuluh perkara, yaitu:1. Surat Al Fatihah dapat mencegah murka Allah.2. Surat Yasin dapat mencegah rasa haus pada hari kiamat.3. Surat Ad Dukhan dapat mencegah kesulitan pada hari kiamat.4. Surat Al Waqi’ah dapat mencegah kefakiran.5. Surat Al Mulk dapat mencegah siksa kubur.6. Surat Al Kautsar dapat mencegah tuntutan dari para penuntut.7. Surat Al Kafirun dapat mencegah kekufuran pada waktu sekarat mati.8. Surat Al Ikhlas dapat mencegah kemunafikan.9. Surat Al Falaq dapat mencegah perbuatan hasud dari orang-orang yang hasud.10. Surat An Nas dapat mencegah perasaan was-was."

Sabtu, 13 November 2010

Mengatasi Cinta Akan Dunia

Hikam:Dan kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang penuh dengan tipuan belaka, dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap isi mangkuk.


Para sahabat bertanya: "Apakah saat itu jumlah kami sedikit?" Rasulullah bersabda: "Tidak bahkan pada saat itu jumlah kamu amat sangat banyak, tetapi seperti air buih didalam air bah karena kamu tertimpa penyakit wahn." Sahabat bertanya: "Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Penyakit wahn itu adalah kecintaan yang amat sangat kepada dunia dan takut akan kematian. Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan."


Runtuhnya kemuliaan sumber dari segala fitnah, dan semua kesalahan adalah karena kecintaan kepada dunia. Pada Rasul tidak ada cinta dunia kecuali cinta terhadap Allah, cinta terhadap kemuliaan.


Rasulullah merupakan contoh seorang pemimpin yang dicintai sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Rasul adalah contoh seorang suami yang benar-benar menjadi suri tauladan dan kebanggaan bagi keluarganya. Rasul juga contoh seorang pengusaha yang dititipi dunia, tapi tidak diperbudak oleh dunia yang dimilikinya. Kalau orang sudah mencintai sesuatu maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya.


Orang yang sudah cinta terhadap dunia, akan sombong, dengki, serakah dan berusaha dengan segala cara untuk mencapai segala keinginannya, oleh karena itu yakinlah bahwa dunia itu total milik Allah. Segala sesuatu yang kita miliki baik sedikit maupun banyak semuanya milik Allah. Dalam mencari rizki janganlah mempergunakan kelicikan karena dengan kelicikan atau tidak dengan kelicikan, datangnya rizki tetap dari Allah.

Kamis, 11 November 2010

Sebaik-baik Manusia

Derajat dan kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya mempunyai nilai mamfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai mamfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram?

Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.

Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.

Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.

Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat.

Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.

Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?

Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?

Do'a untuk Negeri Ini

oleh Iim Arrosyid pada 09 November 2010 jam 11:16


wahai bumi maafkanlah kesalahan kami, yang telah mengotori dan mencemarimu........
bukan hanya dengan kotoran dan perusakan, tetapi juga dengan dosa-dosa
yang mana tanpa luput dari pijakan-pijakan kaki kami terhadapmu


wahai air maafkanlah kesalahan kami, yang telah mengotori dan mencemarimu........ bukan hanya dengan kotoran dan perusakan, tetapi juga dengan dosa-dosa
yang mana kami tidak dapat hidup tanpamu

wahai angin dan udara maafkanlah kesalahan kami, yang telah mengotori dan mencemarimu........ bukan hanya dengan kotoran dan perusakan, tetapi juga dengan dosa-dosa
yang mana kami juga tidak dapat hidup tanpamu

Dan yang maha menciptakan dari kesemua itu.................................
maafkanlah kami yang telah mendzolimi-Mu
Ya Allah.................................
Istighfar........kami hanya mengucap istighfar
saat kami baru menyadari atas kesalahan yang kami buat
itupun setelah peringatan yang telah engkau berikan

Ya Allah........................
ampunkanlah dosa-dosa kami
dosa-dosa kedoa orang tua, dan guru-guru kami
dosa-dosa pemimpin negeri kami
dan berikanlah kemakmuran kepada negeri kami
dan jadikanlah kami orang yang taat kepadamu
setelah peringatan yang telah engkau berikan ini
Aamiin Ya Robbal 'Alamiin ............T_T




NisHa Pathitole, Yan Budiarti, Malik Karim dan 5 lainnya menyukai ini.

o Yan Budiarti Amien Ya Robb
Selasa pukul 18:46 · Tidak SukaSuka · 1 orangMemuat...
o Kamrin Bunga
Astaghfirullaahal 'azhiim..........Astaghfirullaahal 'azhiim..........Astaghfirullaahal 'azhiim..........

Aamiin, aamiin, aamiin yaa Ghaffaar... yaa Kariim...yaa Robbal'aalamiin !
Syukron katsiiron akhy dah tag do'anya. Jazaakallaahu khayran... katsiira. Salam ukhuwah!
Selasa pukul 21:06 · Tidak SukaSuka · 1 orang

Jumat, 05 November 2010

Mengakibatkan Adzab Kubur

Saat ini, banyak umat Islam yang menyerupai orang-orang kafir dalam masalah kencing. Beberapa kamar kecil hanya dilengkapi dengan bejana air kencing permanen yang menempel di tembok dalam ruangan terbuka. Setiap yang kencing, dengan tanpa malu berdiri dengan disaksikan orang yang lalu lalang keluar kamar mandi. Selesai kencing ia mengangkat pakaiannya dan mengenakannya dalam keadaan najis.

Orang tersebut telah melakukan dua perkara yang diharamkan, pertama ia tidak menjaga auratnya dari penglihatan manusia dan kedua, ia tidak cebok dan membersihkan diri dari kencingnya.

Islam datang dengan membawa peraturan yang semuanya demi kemaslahatan umat manusia. Diantaranya soal menghilangkan najis, Islam mensyari’atkan agar umatnya melakukan istinja’ (cebok dengan air) dan istijmar (membersihkan kotoran dengan batu), lalu menerangkan cara melakukannya sehingga tercapai kebersihan yang dimaksud.

Sebagian orang menganggap enteng masalah menghilangkan najis. Akibatnya badan dan bajunya masih kotor. Dengan begitu, shalatnya menjadi tidak sah. Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa perbuatan tersebut salah satu sebab dari azab kubur.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Suatu kali Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati salah satu kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar suara dua orang yang sedang di siksa di alam kuburnya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Keduanya diazab, tetapi tidak karena masalah besar (dalam anggapan keduanya) lalu bersabda – benar (dlm riwayat lain: Sesungguhnya ia masalah besar) salah satunya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan yang satu lagi suka mengadu domba”. (HR: Bukhari, lihat Fathul Baari :1/317)

Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, yang artinya: “Kebanyakan azab kubur disebabkan oleh buang air kecil”. (HR: Ahmad, Shahihul Jami’ No. 1213)

Termasuk tidak cebok setelah buang air kecil adalah orang yang menyudahi hajatnya dengan tergesa-gesa sebelum kencingnya habis, atau sengaja kencing dengan posisi tertentu atau di suatu tempat yang menjadikan percikan air kencing itu mengenainya, atau sengaja meninggalkan istinja’ dan istijmar tidak teliti dalam melakukannya.

(Sumber Rujukan: Dosa-dosa Yang Dianggap Biasa oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid)