Kamis, 11 Juli 2013

Wanita Sholihah Dan Pria Sholih



 الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَعْدُ
  
Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh 


Sayyidatina ‘Aisyah berkata bahwa pada suatu hari ada gadis yang datang kepada Nabi Muhammad Sollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dia bertanya kepada Nabi,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya gadis yang dilamar, tetapi saya masih tidak suka dengan pernikahan, maka sesungguhnya bagaimanakah hak seorang suami atas istrinya?.” Nabi pun menjawab: “dan apabila ada dari ujung rambut hingga ujung kaki seorang suami itu penuh dengan nanah yang bercampur darah, maka kemudian menjilati seorang istri atas nanah tersebut, tidak akan bisa menggantikan syukur seorang istri kepada suaminya,” kemudian gadis tersebut berkata,” atau saya tidak usah menikah saja Ya Rosul ?,” Nabi berkata ,” menikahlah! sesungguhnya dalam menikah itu terdapat kebaikan.” (hadits diriwayatkan oleh Imam Al Hakim yang telah dishohihkan sanad haditsnya).
                Seorang wanita adalah perhiasan dunia yang memang sudah sebagai kodratnya, sebagai pencetak, pendidik, dan seorang ratu bagi sang suami. Akan tetapi Allah telah menakdirkan bahwa pemimpin dalam keluarga adalah seorang suami, jadi sekaya, secantik, sehebat apapun, hendaknya seorang istri harusnya menaati dan menjunjung hormat terhadap suami dan menjaga kehormatan suaminya, terlebih kehormatan keluarga. Bukan malah seperti yang disinetron-sinetron, mentang-mentang sudah kerja di perusahaan tidak mau mengurus anak lagi, apalagi mau masuk ke dapur dan menyiapkan makanan untuk anak dan suami, terlebih-lebih tidak mau lagi menghormati suaminya lagi. Hanya karena pekerjaan suaminya dan penghasilannya kalah dibawahnya, na’udzu billahi min dzalik tsumma na’udzu billah.
                Seperti inilah perbuatan yang sangat dimurkai Allah dan Rasulnya, sehingga sayyidatina ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha mencontohkan sedemikian rupa dalam menghormati kepada suaminya, meski dirinya adalah seorang putri Baginda Nabi Muhammad, karena surganya seorang istri ada pada suaminya, dengan atau tanpa kedudukan dan pangkat tinggi sekalipun, karena itulah seorang suami dibebankan membawa keluarganya menuju kedalam kebaikan yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesuai firman Allah dalam Al Qur anul karim:
Quu ‘anfusakum wa ahlikum naaron
Yang artinya: “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”, wallahu a’lam.

                Kalau sudah demikian jelas lantas masih beranikah anda sebagai seorang istri, untuk tidak menghormati, berani membangkang dan mendurhakai suami. Celakalah dan nerakalah yang menunggu untuk anda di akhirat kelak, anda boleh tidak mentaati suami hanya pada saat dalam kemaksiatan dan kedholiman, selain itu tidak diperbolehkan sama sekali, itupun jika anda ingin menjadi istri yang sholihah dan dirindukan syurga dan kembali berkumpul kelak di syurga-Nya, subhanallah lahaula wa laquwwata illa billah.

                Sebagai seorang anak dan anak didik saya melihat dan merasakan kerasnya almarhum ayah saya, allahummagfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu, dan guru saya dalam mendidik anak dan istrinya, akan tetapi saya dapat merasakan akan kasih sayang dan perhatian kepada istri, anak dan anak didiknya karena memang merasa bertanggung jawab dan memiliki. Dan ibu saya dan ibu nyai tidak pernah membela anak-anaknya saat Ayah atau Abah Kyai memarahi anak-anak meski dipukul atau disiram dengan air hingga terengah-engah, tentunya memang karena sang anak melakukan kesalahan dan sudah pernah dinasehati satu atau dua kali. Begitu juga ibu dan ibu nyai tidak pernah  berkelah atau membangkang saat ada salah dan dimarahi Ayah atau Abah kyai. Akan tetapi berani untuk mengingatkan ketika ada kesalahan pada Ayah atau Abah kyai.

                Begitulah yang memang dimaksud Allah dalam surah Al Baqoroh:
hunna libasullakum wa antum libasullahunna
yang artinya: mereka(istri-istri kalian) merupakan pakaian bagi kalian dan kalian merupakan pakaian bagi mereka(istri-istri kalian). Wallahu a’lam
sehingga sudah sepatutnya istri menghormati suami dan tidak membuka aib kepada orang lain, juga sebaliknya suami menyayangi istrinya dan juga tidak membuka aib kepada orang lain, dengan demikian akan terciptalah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, meski saya sendiri belum berkeluarga hehehe…, tetapi saya ada dalam keluarga tersebut, alhamdulillah. 

                Saya mengatakan hal tersebut karena saya sendiri telah mengalami akan hal tersebut, bukan hanya melihat dan mendapat berita. Semoga yang saya sampaikan dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi anda dan dapat membawa kemanfaatan kepada saya. Mohon maaf atas segala kekhilafan dari saya, dan kebenaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ihdinash shiratal mustaqim, ilalliqo’ ma’assalamah.

Wasslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

 

Sabtu, 25 Mei 2013

Aqidah Musti Bener

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَعْدُ
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Ummat Islam sekarang ini beragam. Dan persoalanpun beraneka ragam. Sehingga membuat non muslim memiliki sudut pandang yang juga tidak kurang-kurang keaneka ragamannya.  
Kebanyakan orang memandang bermacam persoalan, kemudian menyimpulkannya dengan kata-kata singkat, hanya karena dengan melihat apa yang ada pada diri kaum muslimin, dan apa yang dilakukan oleh kaum muslimin. Dan mereka menggunakan pengalaman pribadi, petuah-petuah dari orang tua, dengan sedikit ilmu, dan seabrek emosi. Yang membuat sebuah kesimpulan baru muncul dan radikal: Bahwasanya ummat Islam sedang RWT kata temen-teman (ruwet) dan kacau balau !
 
                Kenapa yang demikian bisa terjadi? Yang seperti anda lihat sendiri saat ini, banyak ummat Islam tak membangun sikap hati (rohaniyah), tingkah laku atau amal perbuatan (sikap lahiriyah) dengan dasar bangunan AQIDAH YANG BENAR. Oleh karenanya kita sering kesulitan untuk memahami kebenaran itu sendiri.
Sebuah Kaidah Dengan Beragam Makna
Sebuah kaidah berdasarkan ucapan Ibnu Mas’ud R.A yang terkenal,” banyak orang yang menginginkan kebenaran, tapi tidak samapai kepadanya.” Jadi bunyi kaidah itu: niat baik, belum tentu dapat menyelamatkan seseorang!
                Kaidah diatas sering diucapakan sebagian kelompok kaum Muslimin, untuk mendiskreditkan yang lain, akan tetapi lupa untuk dijadikan sebagai cerminan diri.Tetapi di saat yang sama, orang itu mungkin berdakwah, berjhad, berpidato(berceramah), melakukan aktivitas, dan hal-hal lainnya yang ternyata juga tidak pernah dicontohkan oleh Nabi, tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabat, oleh para ulama Salafus Sholih, juga para generasi terbaik ummat ini. Hal seperti inilah yang dapat menjadikan Islam yang carut-marut, sehingga para kelompok yang tidak menyukai akan Islam dapat dengan mudah mengadu domba antara sesama ummat Islam.
                Kaidah di atas adalah benar, tidak setiap niat yang baik akan dapat mewujudkan kebaikan. Karena bila hanya dengan niat baik sesuatu akan menjadi baik, lantas buat apa diutusnya para rasul. Maka cukup dengan niat baik dengan tujuan beribadah pada Allah saw, setiap orang bisa masuk surga. Dan mengenai cara, pilih sendiri saja, mana yang enak, yang mudah, atau dengan cara yang paling beresiko  karena dianggap berkelas. Kaidah di atas akan bernilai benar jika digunakan dengan tepat, bukan hanya untuk menilai orang lain, tetapi juga menilai diri kita pribadi.   
                Dan tentunya sebagai orang tua atau calon orang tua, kita semestinya mempersiapkan akan kita kemanakan anak kita nantinya, karena yang menjadikan baik dan buruknya anak adalah kedua orang tuanya, dan hal tersebut dapat ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya sejak mulai dapat berkata, missal kita ajarkan bismillah sebelum melakukan sesuatu, Alhamdulillah ketika mendapat kenikmatan, insya Allah ketika berjanji dan lain sebagainya. Dan ketika anak sudah dapat kita ajak bicara, kita tanamkan aqidah yang benar dan pastikan bagaimana anak tidak terpengaruh oleh yang lain. Dengan salah satu cara mungkin dengan ditempatkan anak kita dilingkungan pergaulan yang baik, bersama dengan orang-orang yang baik pula, guna menanamkan kebaikan sejak dini. 
                Karena jaman sekarang ini banyak sekali orang pintar akan tetapi kepintarannya untuk membodohi orang lain, lain halnya apabila orang yang tahu dan mau mengajak kedalam kebaikan, itu baru dapat kita tiru akan kebaikannya. Syariat itu tidak diadakan oleh Allah guna mengekang hambanya, akan tetapi guna menjaga agar hambanya menjadi yang terbaik sesuai apa yang hambanya sumpahkan semenjak jaman azali, manusia sebelum dilahirkan kedunia mereka berjanji kepada Allah akan menyembah dan beribadah kepada-Nya, akan tetapi lain kenyataanya apabila mendurhakai Allah setelah hidup di dunia yang juga diciptakan oleh-Nya, meski terlahir dari pasangan muslim dan muslimah. Kita sebagai kaum muslimin yang baik mudah menjalankan syariat Islam, kita hanya tinggal menjalankan apa yang telah diajarkan Baginda Nabi dan para ‘alim ulama’, dan ketika adanya perubahan jaman, pastinya para Ulama’ juga memikirkan akan kebaikan bagi ummat Islam dalam menyikapi permasalahan kehidupan (dengan ijma’ dan kias), tentunya dengan toleransi yang dapat diambil dari Al Quran dan hadits.
                Sehingga bukan hanya kita menjadi bingung karena ulah para orang pintar yang dengan mudah mengatakan ini bid’ah, itu bid’ah, Nabi tidak melakukan hal tersebut kata mereka, lantas kenapa… mereka naik mobil, motor, atau pesawat. Coba kita pikir apa Nabi berhijrah, bepergian naik motor, mobil, atau pesawat?!, Nabi mengendarai unta atau kuda, bukan kendaraan yang lain, Nabi juga tidak  makan menggunakan sendok, Nabi juga tidak menggunakan Hand phone, jadi semua jenis kendaraan adalah bid’ah hukumnya bila kita menaikinya selain yang pernah dinaiki Nabi, juga segala yang tidak dekerjakan Nabi adalah bid’ah. Jadi jangan gampang-gampang ngomong bid’ah wahai saudaraku, kita harus hidup pada jaman dan tempat yang ada dengan syariat yang ada, bukan kembali ke masa lalu, tetapi jangan juga lepas dari koridor aurat dan sopan santun, baju mentang-mentang beli sendiri udel, dada, sama paha diumbar, mentang-mentang gaul, lantas dengan orang tua tidak ada tata karma kalau ngomong, elu gue-elu gue, apaan itu… gaul gundulmu.
                Nah sekali lagi, aqidah yang benar musti kita tanamkan sejak dini kepada anak-anak kita, adek, atau saudara kita, sehingga tidak lagi mudah bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuat bimbang dan mengombang-ambingkan akan keyakinan dan amalan-amalan baik yang telah diajarkan para ‘alim ulama’ dan salafush sholih. Tentunya dengan berbekal dengan pergaulan dan pengetahuan serta mau sering-sering berkonsultasi/ mendengarkan pengajian dan berbaur dengan orang-orang sholih, insya Allah akal dan amal kita akan sejalan dengan apa yang telah menjadi ketetapan Al Qur an dan hadits.
                Sekiranya apa yang saya sampaikan dapat memberi kemanfaatan bagi anda sekalian dan terlebih bagi saya hamba Allah yang berusaha menjadi manusia yang berguna bagi sesama, mohon maaf kiranya ada kata-kata yang salah dan tidak berkenan di hati anda, ihdinash shiratal mustaqim, astaghfirullaha min qoulin bila ‘alamin.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh 

Kamis, 21 Maret 2013

Amalan yang tertolak


الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَعْدُ

Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
 
‘an ummil mukminiina ummi ‘abdillah ‘aaisyah radhiyallahu ‘anha qoolat : qoola Rasulullah sholla allahu ‘alaihi wa sallam : man ahdatsa fii amrinaa hadhaa maa laisa minhu fahuwa raaddun. (rowahu al bukhori wa muslim). Wa fii riwaayatin limuslimin : man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa raaddun.
Artinya : Ummul Mukminin, Ummu Abdillah ‘Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ”Barang siapa membuat-buat dalam urusan (agama) kami ini amalan yang bukan bagian darinya, ia tertolak.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim).
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang bukan berdasar perintah kami, ia tertolak.”

Jadi anda tidak perlu mengikuti apalah itu namanya, sholat yang menggunakan terjemah, masak semisal demilian, “saya niat sholat magrib tiga rokaat fardlu karena Allah, Allah Maha Besar.” Nabi tidaklah pernah mengajarkan demikian, Nabi hanya bersabda: Shollu kamaa roaitumuuni usholli. Yang artinya: sholatlah kalian seperti apa aku melaksanakannya. Nabi mencontohkan bagaimana sholat  itu sekaligus dengan bacaannya, jadi janganlah kita mengubah atau menciptakan sendiri gerakan atau bacaan di dalam sholat, ya mungkin ada juga ulama yang berpendapat diperbolehkan berdo’a disujud yang terahir, tepi pendapat demikian adalah lemah sanadnya.

Jadi sepintar apapun seseorang, tidak boleh mengubah apa yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya, kecuali dalam hal keseharian, oh iya saya jadi teringat, ada suatu golongan yang suka berdakwah dengan mengembara, hehehehe….. mengikuti sunnah rasul katanya, mereka meninggalkan keluarga, anak dan istri untuk berdakwah, dengan membawa kompor, alat makan dan sebagainya. 

Pada suatu hari bertemu dengan seorang Kyai di suatu daerah di Jawa Timur, tetapi dia (sang pengembara) tidak tahu kalau yang diceramahi adalah seorang kyai, dengan panjang lebar dia mengutarakan tujuan dia mengembara, bla bla bla bla yang intinya mengikuti sunnah rasul katanya, dan Kyai tersebut bertanya kepadanya,” apa rasulullah makan menggunakan sendok, dan memasak menggunakan kompor?,” sang pengembara kebingungan menjawab, dan kyai tersebut menambahkan lagi,” rasulullah pergi hanya untuk berdakwah, berperang, dengan satu tujuan, lillahi ta’ala. Beliau tidak menerlantarkan anak dan istrinya, beliau makan dengan tiga jari, karena yang beliau makan adalah kurma dan roti, masak orang makan nasi pakai tiga jari, sampean saja makan memakai sendok, katanya mengikuti sunnah rasul?, rasulullah tidak naik mobil, tidak memakai hp, dan panjang lah pokoknya. Jadi kalau sampaian mau mengikuti sunnah rasul, cari tahu bagaimana rasulullah tidur, cara istinjaknya, makan saat lapar dan berhenti sebelum kenyang dan seterusnya… .”

Dan setelah itu sang pengembara dan teman-tennya tidak lagi pernah mendatangi daerah tersebut, nah intinya dari cerita di atas, yakni kita jangan mudah mengaku menjalankan sunnah rasul, sedikit-sedikit sunnah rasul, sunnah rasul, akan tetapi bertujuan materi, yang sebaiknya kita ucapkan adalah ittiba’ birrosul (mengikuti rosul), missal makan dan minum dengan memakai tangan kanan dan tidak lupa membaca do’a, berjihad di jalan Allah, tentunya dengan tata  dan caranya yang  telah dicontohkan oleh Rasullullah, meski tidak dengan cara yang sama persis, karena sudah berbeda zaman dan tempatnya.

Jadi, anda tidak perlu ragu lagi untuk melaksanakan apa yang membawa terhadap sesuatu yang baik dan benar disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, apalagi hal tersebut sudah menjadi adat dilingkungan tempat anda tinggal, yang tidak boleh adalah melestarikan adat yang salah, semisal membawa makanan dan sesajen di bawah pohon besar, makam keramat dan sebagainya, karena itu sama halnya dengan kita mencari berkah terhadap sesuatu tersebut. Sudah jelas bahwasanya tidak ada yang dapat memberi berkah dan menimbulkan madhorot selain Allah  Subhanahu wa Ta’ala, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kemusyrikan, na’udhu billahi min dzalik.

Yang intinya kita dalam melaksanakan segala jenis ibadah, memang harus ada tendensinya, akan tetapi tidaklah harus berupa dalil dalam Al Qur an atau Al – Hadits untuk menguatkan terhadap ibadah apa yang akan kita kerjakan, bersholawat itu ibadah, tetapi tidak ada hadits atau dalil yang menyebutkan berapa jumlah yang harus kita baca saat kita membaca sholawat. Bergaul dengan istri itu ibadah, tetapi tidak ada hadits atau dalil yang menyebutkan agar berapa kali dalam sehari, satu minggu, atau berapa mungkin, untuk kita melakukannya. Jadi yang menjadi tolok ukur kita dalam beribadah adalah niatan yang baik dan semata karena Allah itulah yang terbaik, dan tentunya dengan cara yang baik dan benar pula ikhwani, tidak usah memperdulikan orang yang gembar-gembor ini bid’ah ituuu bid’ah, memangnya ada apa yang sekarang ini 100% tidak bid’ah, tinggal kita menyikapinya bagaimana, asal bid’ah tersebut hasanah dan tidak merugikan orang lain, pasti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan ganjaran kebaikan kok kepada kita.

“Innamal a’malu binniyah” segala sesuatu itu tergantung niatnya. Marilah kita dasari akan setiap suatu perkara yang akan kita kerjakan dengan niyat yang baik guna mandapat ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita kuatkan pondasi keimanan dan landasan aqidah dengan benar dimulai dari pribadi dan sanak family sejak dini. Kiranya sampai disini yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan, karena kesempurnaan dan kebaikan hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Ihdinash shiraathal mustaqiim, astaghfirullaha min qoulin bilaa ‘amalin, ilalliqo’ ma’as salamah.
 
Wasslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh



               

Selasa, 01 Januari 2013

Beruntung Jadi Pemuda dan Pemudi Islam



الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَعْدُ

Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Man balagho ‘umruhu arba’ata ‘isyrina sanatan, wa lam yaghlibal hasanatus saiata, fal yatabawwagh maq’adahu minan naar. Al-hadits

Artinya : barang siapa yang usianya mencapai 40 tahun, dan kebaikannya tidak dapat mengalahkan kejelekannya, maka sama halnya dengan melempar dirinya sendiri ke dalam neraka.
Sungguh hadits di atas mengingatkan kepada kita akan betapa pentingnya beramal kebajikan dari mulai dini, bukan menunggu saat kita sudah tua nanti, iya kalau kita dapat mencapai usia tua dan kita dapat bertaubat atau berbuat kebajikan, hingga amal kebajikan kita dapat mengalahkan akan amal-amal keburukan selama kita masih bernafas di dunia.  
Kalau keburu mati bagai mana?, mau disiksa?, mau masuk neraka ?, ditonjok sesama manusia saja sakit apalagi dipukul sama malaikat!, kita kan tidak tahu  kapan kita akan berhadapan dengan yang namanya mati (maut), jd selagi kita masih bernafas mari kita usahakan berbuat kebajikan sebanyak dan sebisa mungkin, agar tidak hanya dapat menyesal dikemudian nanti dan minta untuk dihidupkan kembali. Percumaaaa…..lagu lama!, karena sejak zaman azali kita sudah disumpah kalau diciptakan ke dunia apakah kita akan beriman?, kita pun menjawab,“kita akan beriman”, tapi apa kenyataannya yang mengaku Islam saja tidak sholat, tidak puasa, tidak zakat, padahal hal tersebut merupakan rukunnya Islam, yang namanya rukun kan harus dipenuhi untuk menjadi sah, jd mereka yang tidak sholat, tidak puasa, dan tidak zakat, tidak harus ditakziahi dan di sholati ketika mati.
Jadi merinding melihat KTP kebanyakan orang Indonesia, di KTP itu tertera Agama: Islam, patut diacungi jempol mayoritas Islam warga di Indonesia, tapi apa hanya dengan dapat acungan jempol kita  yang mengaku Islam lantas bangga, apaan cuma Islam KTP. Jadi nanti KTP-nya saja ya yang masuk surga! yang punya langsung saja ke neraka!,hehehe……maaf agak kesar kata-katanya.
Akan tetapi ada kabar baik juga yang disampaikan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam:
“idza mata syabun tsaqibun, yarfa’ullahu ta’alal ‘adzabal qobri min maqobiril muslimina arba’iina sanah”.
Artinya: ketika ada pemuda mati setelah bertaubat, Allah akan memulyakannya dengan diangkat siksa kubur  dari para muslimin selama 40 tahun.
        Sehingga beruntunglah para pemuda Islam yang sejak dini telah berbuat amal kebajikan yang diridloi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mana juga akan dimulyakan oleh Allah dengan diangkat siksa kuburnya juga beserta muslim lainnya selama 40 tahun lamanya ketika ia meninggal dimasa muda dan ia menjalankan syariat Islam, subhanallah… laa haula wala quwwata illa billah. Kita tentunya patut bersyukur jika kita sebagai pemuda/ pemudi yang telah memeluk islam sejak kecil dan menjalankan syari’at Islam yang telah ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tinggallah kita ikut mensyiarkan serta mengajak kepada saudara, teman, dan lingkungan dimana kita berada, entah itu dari mengajari ngaji adik-adik kecil, mengajari berwudlu dan sholat dengan baik juga benar.
         Dan juga mengajarkan dan mengingatkan akan tradisi-tradisi dalam Islam, seperti adanya maulid Nabi, barzanji, dziba’, burdahan, dan isro’ mi’roj, manaqib, hari-hari yang disunnahkan berpuasa, hal-hal yang baik yang bisa membangun mental generasi anak muslim dan sebagainya. Bukan malah semangat Valentine, tahun baruan (masehi) ayo ke alun-alun nyambut tahun baruuuu kayak tadi malam itu semangat banget, lah giliran tahun barunya sendiri tidak dirayakan(hijriyyah), padahal pada zaman Nabi, bahkan Wali Songo, mengajarkan agar merayakan tahun baru islam, dengan berpusa sebelum/ sesudah tahun baru, membaca do’a akhir dan awal tahun, dan juga berkasaih saying dengan sanak family mungkin dengan membeli makanan-makanan yang enak kemudian dimakan bersama-sama, jadi islam juga punya hari kasih saying khusus atau tanpa menunggu satu tahun, alias bisa dialakukan setiap saat dan juga memiliki tahun barunya sendiri, yakni hijriyyah...^_^.
       Islam itu indah, islam itu mudah, dan islam cinta damai, itu dapat kita semboyankan dan kita laksanakan, tentunya dengan menambah ilmu pengetahuan bukan untuk membuat kita bingung, bolehlah mereka bilang bid’ah tapi kalau kita laksanakan dan tidak membawa madhorot apa salahnya, bolehlah mereka katakan tahlil dan mendo’akan orang yang sudah meninggal itu tidak perlu, tapi Nabi mengajarkan apa salah kalau dilakukan, dan Sang Imam kita dari keempat Imam yakni juga mengajarkan kalau do’a atau amal yang ditujukan kepada orang yang telah meninggal itu akan sampai Insya Allah, dengan catatan yang kita kirimi do’a juga seorang muslim, itulah salah satu ilmu yang musti kita ketahui, namun bukan untuk membuat kita menjadi bingung karenanya, tapi kita harus mawas diri dan berpendirian.
      Majulah dan jayalah pemuda-pemudi Islam agar kokoh serta bertambah kuat, karenanya pemuda adalah harapan, harapan Bangsa, Negara dan juga Agama. Sekian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kekhilafan yang semata-mata dari saya pribadi, kebaikan dan kebenaran adalah milik Allah semata. Al ‘afwu min kum, ihdinash shiratal mustaqim, astaghfirullaha min quolin bila ‘amalin.  

Wasslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh