Rabiul Awal adalah bulan bertabur pujian dan rasa syukur. Di bulan ini, seribu empat ratus tahun silam, terlahir makhluk terindah yang pernah diciptakan Allah SWT. Namanya Muhammad SAW. Kita patut memujinya, karena tiada ciptaan yang lebih sempurna dari Baginda Nabi SAW. Berkat beliau, seluruh semesta menjadi terang benderang. Kabut jahiliah tersingkap berganti cahaya yang memancarkan kedamaian dan ilmu pengetahuan. Karena itu kita wajib mensyukuri. Tiada nikmat yang lebih berhak untuk disyukuri dari nikmat wujudnya sang kekasih, Muhammad SAW.
Walau masih ada segelintir muslimin yang alergi dengan peringatan maulid Nabi SAW, antusiasme memperingati hari paling bersejarah itu tak pernah surut. Di seluruh belahan bumi, umat Islam tetap semangat menyambut hari kelahiran Nabi SAW dengan beragam kegiatan, seperti sedekah, berdzikir, shalawat, bertafakkur, atau dengan menghelat seminar-seminar ilmiah, bahkan Rasulullah telah mengawali mereka dan memberikan contoh dengan berpuasa setiap hari kelahiran beliau yaitu hari senin. Negara-negara muslim, kecuali Arab Saudi, menjadikan tarikh 12 Rabiul Awal sebagai hari libur nasional. Hari itu pun dijadikan sebagai momen pertukaran tahni’ah (ucapan selamat) bagi sebagian pemimpin negara-negara di Sumenanjung Arab.
Secara harfiah, maulid bermakna hari lahir. Belakangan istilah maulid digunakan untuk sirah Nabi SAW, karena, seperti telah dimafhumi, sejarah dimulai dengan kelahiran atau saat-saat jelang kelahiran. Sirah, atau sejarah hidup Rasulullah SAW itu sangat perlu dibaca dan dikaji karena penuh inspirasi dan bisa memantapkan iman. Allah SWT berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.. (Hud :120)”
Maulid Nabi Isa
Dalam Al-Quran banyak tercantum maulid para nabi. Allah SWT mengisahkan Nabi Isa A.S. secara runtun: mulai kelahirannya, lalu diutus sebagai rasul, hingga diangkat ke langit. Coba tengok surat Ali Imran ayat 45 sampai 50. Di situ Allah SWT memulai kronologi kisah Nabi Isa a.s. dengan firmanNya,
إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
“(ingatlah), ketika malaikat berkata: “Hai Maryam, seungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al masih Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah),”
Dalam Surat Al Maidah ayat 110, Allah SWT lagi-lagi menegaskan sekali lagi siapa sosok Isa a.s., Allah SWT berfirman,
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلَى وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَى بِإِذْنِي وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ
“(ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan dirimu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (Ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, Kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (Ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (Ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata”.
Ayat-ayat di atas mengurai sirah nabi Isa a.s. mulai jelang kelahirannya sampai diangkat ke langit. Sebuah data yang tak bisa dibantah keontetikannya. Mengacu terminologi maulid sebagai sirah, jalinan kisah di atas sah-sah saja bila diistilahkan sebagai Maulid Nabi Isa a.s.
Maulid Nabi Yahya
Selain Nabi Isa a.s., Al-Quran juga mencatat “biografi” Nabi Zakaria dan maulid Nabi Yahya Alaihimassalam. Dalam surat Maryam ayat 3 sampai 33, Allah mengisahkan perjalanan hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya dengan panjang lebar, dimulai dengan sebuah doa Nabiyullah Zakariya yang penuh pengharapan.
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (4) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آَلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
“Ia Berkata “Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan Aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku. Dan Sesungguhnya Aku khawatir terhadap mawaliku (pengganti) sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah Aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi Aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, Ya Tuhanku, sebagai seorang yang diridhai”.
Kemudian Allah menjawab permintaan rasul-Nya itu, sekaligus sebagai isyarat akan lahirnya sang “putra mahkota”, Nabi Yahya a.s.,
يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengannya.
Selanjutnya, dengan bahasa yang indah, Al-Quran mengisahkan sirah Nabi Zakaria a.s. dan putranya, Yahya a.s.. Sama seperti perjalanan hidup Nabiyullah Isa a.s., sirah Nabi Yahya bisa pula diistilahkan sebagai Maulid Nabi Yahya karena, hakikatnya, maulid adalah sirah. Begitu pun kisah Nabi Ibrohim, Nabi Ismail, Nabi Ishak, Nabi Ya’kub, Nabi Yusuf, Nabi Musa dan lainnya.
Maulid Siti Maryam
Tak hanya para nabi. Al-Quran juga mendedah sejarah hidup sebagian kaum shalihin. Salah satunya adalah Siti Maryam, sosok teladan bagi wanita sepanjang masa. Kisah wanita mulia itu dibuka dengan sebuah nazar yang diucapkan seorang ibu yang berhati tulus dalam surat Ali Imran ayat 35 sampai 37.
إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ )35( فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ )36( فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ )37(
“(ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya Aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
36. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, Sesunguhnya Aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya Aku Telah menamai dia Maryam dan Aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.”
37. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.
Dan masih banyak lagi yang tidak bisa kami sertakan pada artikel ini karena keterbatasan ruang di website ini.
Dari ayat-ayat di atas bisa diambil kesimpulan bahwa sebenarnya Maulid Nabi SAW, yang memuat sirah Rasulullah SAW, adalah semacam epigon (pengikut) bagi Al-Quranul Karim yang memuat sirah-sirah para nabi dan shalihin. Sebagai pemimpin para nabi, sudah sepatutnya sejarah Nabi Muhammad dibukukan dan dibaca sesering mungkin. Pentingnya mengenang perjalanan hidup Baginda Nabi SAW sangat dirasakan umat Islam pada periode akhir-akhir ini, tatkala berbagai figur non muslim ditawarkan oleh media-media secara gencar.
Senin, 31 Januari 2011
Kamis, 20 Januari 2011
Hukum Onani (Coli) dalam Islam
Dalam kamus bahasa Arab, kata “istimna” atau “Jildu” dan “Umairah” berarti mengeluarkan sperma dengan tangannya, kemudian Istimna, apabila sering dilakukan akan menjadikannya sebagai adat dan kebiasaan bagi yang melakukannya, sehingga lahirlah makna baru yaitu “Al-’Adah As-Sirriyah” yang artinya adat atau kebiasaan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Onani, masturbasi, coli, main sabun, dan lain-lain, merupakan satu istilah untuk menyatakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang masih muda dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tangan maupun dengan menambahkan alat bantu berupa sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani dan membuat dirinya (lebih) tenang.
Istilah Onani sendiri, berasal dari kata Onan, salah seorang anak dari Judas, cucu dari Jacob. Dalam salah satu cerita di Injil, diceritakan bahwa Onan disuruh oleh ayahnya (Judas) untuk bersetubuh dengan istri kakaknya, namun Onan tidak bisa melakukannya sehingga saat mencapai puncaknya, dia membuang spermanya (mani) di luar (di kemudian hari tindakan ini dikenal dengan istilah azl (dalam bahasa Arab) atau coitus interruptus (dalam istilah kedokterannya). Dari cerita Onan ini terdapat dua versi. Ada yang berpendapat bahwa Onan berhubungan badan dengan istri kakaknya lalu membuang maninya di luar. Dan ada juga yang menyebutkan bahwa Onan tidak menyetubuhi istri kakaknya, malainkan ia melakukan pemuasan diri sendiri (coli) karena ketidak beraniannya untuk menyetubuhi sedangkan birahi di dada semakin memuncak, sehingga dari perbuatan Onan ini lahirlah istilah Onani sebagai penisbahan terhadap perbuatannya.
Pandangan Islam tentang Onani
Bila kita membaca buku-buku fiqh dan fatawa para ulama, akan dijumpai bahwa mayoritas ulama seperti Syafi’i, Maliki, Ibnu Taimiyah, Bin Baz, Yusuf Qardhawi dan lainnya mengharamkannya, dengan menggunakan dalil firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:”Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka kecuali terhadap isterinya tau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa berkehendak selain dari yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas”[Al-Mu’minun : 5-7].
Ayat ini menerangkan bahawa seseorang yang menjaga kehormatan diri hanya akan melakukan hubungan seksual bersama isteri-isterinya atau hamba-hambanya yang sudah dinikahi. Hubungan seksual seperti ini adalah suatu perbuatan yang baik, tidak tercela di sisi agama. Akan tetapi jikalau seseorang itu mencoba mencari kepuasan seksual dengan cara-cara selain bersama pasangannya yang sah, seperti zina, pelacuran, onani atau persetubuhan dengan binatang, maka itu dipandang sebagai sesuatu yang melampaui batas dan salah lagi berdosa besar, karena melakukannya bukan pada tempatnya. Demikian ringkas penerangan Imam as-Shafie dan Imam Malik apabila mereka ditanya mengenai hukum onani.
Selain ayat di atas, para ulama juga menggunakan dalil dari hadis Nabi SAW, yang artinya:”Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”. Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu : Pertama, Segera menikah bagi yang mampu. Kedua, Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.
Shah Waliullah Dahlawi menerangkan: Ketika air mani keluar atau muncrat dengan banyak, ia juga akan mempengaruhi fikiran manusia. Oleh sebab itu, seorang pemuda akan mulai menaruh perhatian terhadap wanita cantik dan hati mereka mulai terpaut kepadanya. Faktor ini juga mempengaruhi alat jantinanya yang sering meminta disetubuhi menyebabkan desakan lebih menekan jiwa dan keinginan untuk melegakan syahwatnya menjadi kenyataan dengan berbagai bentuk. Dalam hal ini seorang bujang akan terdorong untuk melakukan zina. Dengan perbuatan tersebut moralnya mulai rusak dan akhirnya dia akan tercebur kepada perbuatan-perbuatan yang lebih merusak.
Melakukan onani secara keseringan juga banyak membawa mudharat kepada kesehatan dan seseorang yang membiasakan diri dengan onani akan mengalami kelemahan pada badan, anggota tubuh yang tergetar-getar atau terkaku, penglihatan yang kabur, perasaan berdebar-debar dan kesibukan fikiran yang tidak menentu. Kajian perubatan juga membuktikan bahawa kekerapan melakukan onani akan memberi dampak negatif kepada kemampuan seseorang untuk menghasilkan sperma yang sehat dan cukup kadarnya dalam jangka masa panjang. Ini akan menghalangi seseorang dalam menghasilkan zuriat-zuriat bersama pasangan hidupnya bahkan lebih dari itu, mengakibatkan inpotensi seksual dalam umur yang masih muda. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut.
Pendapat yang membolehkan
Dari hasil bacaan, kebanyakan hukum pengharamannya itu tertuju pada pemuda yang belum menikah tanpa melihat orang yang telah menikah yang tinggal berjauhan (long distance), yang mana menurut saya, Onani atau masturbasi bagi mereka termasuk ke dalam kategori ayat yang dijadikan sebagai dalil pengharamannya yaitu sebagai pengaplikasian dari memelihara kemaluan mereka agar terhindar dari hal-hal yang lebih merusak. Karena orang yang pernah merasakan nikmatnya bersetubuh akan lebih besar kemungkinannya untuk merasakan yang lain, berbeda dengan orang yang belum pernah, dan hal ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh yang menyatakan bahwa:”Dibolehkan melakukan bahaya yang lebih ringan supaya dapat dihindari bahaya yang lebih berat”. Dan akan ditemukan pula hukum yang membolehkan onani pun, tertuju pada remaja dan pemuda yang belum mampu untuk menikah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masturbasi yang dilakukan oleh orang yang telah menikah adalah boleh.
Adapun hukum yang membolehkan onani bagi remaja yang belum menikah, dapat dilihat dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa sperma atau mani adalah benda atau barang lebih yang ada pada tubuh yang mana boleh dikeluarkan sebagaimana halnya memotong dan menghilangkan daging lebih dari tubuh. Dan pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hazm. Akan tetapi, kondisi ini diperketat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh ulama-ulama Hanafiah dan fuqaha hanbali, yaitu: Takut melakukan zina, Tidak mampu untuk kawin (nikah) dan tidaklah menjadi kebiasaan serta adat.
Dengan kata lain, dengan dalil dari Imam Ahmad ini, onani boleh dilakukan apabila suatu ketika insting (birahi) itu memuncak dan dikhawatirkan bisa membuat yang bersangkutan melakukan hal yang haram. Misalnya, seorang pemuda yang sedang belajar di luar negeri, karena lingkungan yang terlalu bebas baginya (dibandingkan dengan kondisi asalnya) akibatnya dia sering merasakan instingnya memuncak. Daripada dia melakukan perbuatan zina mendingan onani, maka dalam kasus ini dia diperbolehkan onani.
Namun apa yang terbaik ialah apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW terhadap pemuda yang tidak mampu untuk kawin, yaitu hendaklah dia memperbanyakkan puasa, di mana puasa itu dapat mendidik keinginan, mengajar kesabaran dan menguatkan takwa serta muraqabah kepada Allah Taala di dalam diri seorang muslim. Sebagaimana sabdanya:”Wahai sekalian pemuda! Barangsiapa di antara kamu mempunyai kemampuan, maka kawinlah, karen ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan, tetapi barangsiapa yang tidak berkemampuan, maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu baginya merupakan pelindung.” (HR Bukhari)
Semoga yang saya sampaikan dapat bermanfaat dunyan wa ukhron, bagi anda sekalian, terlebih bagi saya, astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Onani, masturbasi, coli, main sabun, dan lain-lain, merupakan satu istilah untuk menyatakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang masih muda dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, dengan menggunakan tangan maupun dengan menambahkan alat bantu berupa sabun atau benda-benda lain, sehingga dengannya dia bisa mengeluarkan mani dan membuat dirinya (lebih) tenang.
Istilah Onani sendiri, berasal dari kata Onan, salah seorang anak dari Judas, cucu dari Jacob. Dalam salah satu cerita di Injil, diceritakan bahwa Onan disuruh oleh ayahnya (Judas) untuk bersetubuh dengan istri kakaknya, namun Onan tidak bisa melakukannya sehingga saat mencapai puncaknya, dia membuang spermanya (mani) di luar (di kemudian hari tindakan ini dikenal dengan istilah azl (dalam bahasa Arab) atau coitus interruptus (dalam istilah kedokterannya). Dari cerita Onan ini terdapat dua versi. Ada yang berpendapat bahwa Onan berhubungan badan dengan istri kakaknya lalu membuang maninya di luar. Dan ada juga yang menyebutkan bahwa Onan tidak menyetubuhi istri kakaknya, malainkan ia melakukan pemuasan diri sendiri (coli) karena ketidak beraniannya untuk menyetubuhi sedangkan birahi di dada semakin memuncak, sehingga dari perbuatan Onan ini lahirlah istilah Onani sebagai penisbahan terhadap perbuatannya.
Pandangan Islam tentang Onani
Bila kita membaca buku-buku fiqh dan fatawa para ulama, akan dijumpai bahwa mayoritas ulama seperti Syafi’i, Maliki, Ibnu Taimiyah, Bin Baz, Yusuf Qardhawi dan lainnya mengharamkannya, dengan menggunakan dalil firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang artinya:”Dan orang-orang yang memelihara kemaluan mereka kecuali terhadap isterinya tau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa berkehendak selain dari yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas”[Al-Mu’minun : 5-7].
Ayat ini menerangkan bahawa seseorang yang menjaga kehormatan diri hanya akan melakukan hubungan seksual bersama isteri-isterinya atau hamba-hambanya yang sudah dinikahi. Hubungan seksual seperti ini adalah suatu perbuatan yang baik, tidak tercela di sisi agama. Akan tetapi jikalau seseorang itu mencoba mencari kepuasan seksual dengan cara-cara selain bersama pasangannya yang sah, seperti zina, pelacuran, onani atau persetubuhan dengan binatang, maka itu dipandang sebagai sesuatu yang melampaui batas dan salah lagi berdosa besar, karena melakukannya bukan pada tempatnya. Demikian ringkas penerangan Imam as-Shafie dan Imam Malik apabila mereka ditanya mengenai hukum onani.
Selain ayat di atas, para ulama juga menggunakan dalil dari hadis Nabi SAW, yang artinya:”Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendakanya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya”. Pada hadits tadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua hal, yaitu : Pertama, Segera menikah bagi yang mampu. Kedua, Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemahkan godaan dan bisikan syetan.
Shah Waliullah Dahlawi menerangkan: Ketika air mani keluar atau muncrat dengan banyak, ia juga akan mempengaruhi fikiran manusia. Oleh sebab itu, seorang pemuda akan mulai menaruh perhatian terhadap wanita cantik dan hati mereka mulai terpaut kepadanya. Faktor ini juga mempengaruhi alat jantinanya yang sering meminta disetubuhi menyebabkan desakan lebih menekan jiwa dan keinginan untuk melegakan syahwatnya menjadi kenyataan dengan berbagai bentuk. Dalam hal ini seorang bujang akan terdorong untuk melakukan zina. Dengan perbuatan tersebut moralnya mulai rusak dan akhirnya dia akan tercebur kepada perbuatan-perbuatan yang lebih merusak.
Melakukan onani secara keseringan juga banyak membawa mudharat kepada kesehatan dan seseorang yang membiasakan diri dengan onani akan mengalami kelemahan pada badan, anggota tubuh yang tergetar-getar atau terkaku, penglihatan yang kabur, perasaan berdebar-debar dan kesibukan fikiran yang tidak menentu. Kajian perubatan juga membuktikan bahawa kekerapan melakukan onani akan memberi dampak negatif kepada kemampuan seseorang untuk menghasilkan sperma yang sehat dan cukup kadarnya dalam jangka masa panjang. Ini akan menghalangi seseorang dalam menghasilkan zuriat-zuriat bersama pasangan hidupnya bahkan lebih dari itu, mengakibatkan inpotensi seksual dalam umur yang masih muda. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasan buruk tersebut.
Pendapat yang membolehkan
Dari hasil bacaan, kebanyakan hukum pengharamannya itu tertuju pada pemuda yang belum menikah tanpa melihat orang yang telah menikah yang tinggal berjauhan (long distance), yang mana menurut saya, Onani atau masturbasi bagi mereka termasuk ke dalam kategori ayat yang dijadikan sebagai dalil pengharamannya yaitu sebagai pengaplikasian dari memelihara kemaluan mereka agar terhindar dari hal-hal yang lebih merusak. Karena orang yang pernah merasakan nikmatnya bersetubuh akan lebih besar kemungkinannya untuk merasakan yang lain, berbeda dengan orang yang belum pernah, dan hal ini sesuai dengan kaedah ushul fiqh yang menyatakan bahwa:”Dibolehkan melakukan bahaya yang lebih ringan supaya dapat dihindari bahaya yang lebih berat”. Dan akan ditemukan pula hukum yang membolehkan onani pun, tertuju pada remaja dan pemuda yang belum mampu untuk menikah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masturbasi yang dilakukan oleh orang yang telah menikah adalah boleh.
Adapun hukum yang membolehkan onani bagi remaja yang belum menikah, dapat dilihat dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan bahwa sperma atau mani adalah benda atau barang lebih yang ada pada tubuh yang mana boleh dikeluarkan sebagaimana halnya memotong dan menghilangkan daging lebih dari tubuh. Dan pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hazm. Akan tetapi, kondisi ini diperketat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh ulama-ulama Hanafiah dan fuqaha hanbali, yaitu: Takut melakukan zina, Tidak mampu untuk kawin (nikah) dan tidaklah menjadi kebiasaan serta adat.
Dengan kata lain, dengan dalil dari Imam Ahmad ini, onani boleh dilakukan apabila suatu ketika insting (birahi) itu memuncak dan dikhawatirkan bisa membuat yang bersangkutan melakukan hal yang haram. Misalnya, seorang pemuda yang sedang belajar di luar negeri, karena lingkungan yang terlalu bebas baginya (dibandingkan dengan kondisi asalnya) akibatnya dia sering merasakan instingnya memuncak. Daripada dia melakukan perbuatan zina mendingan onani, maka dalam kasus ini dia diperbolehkan onani.
Namun apa yang terbaik ialah apa yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW terhadap pemuda yang tidak mampu untuk kawin, yaitu hendaklah dia memperbanyakkan puasa, di mana puasa itu dapat mendidik keinginan, mengajar kesabaran dan menguatkan takwa serta muraqabah kepada Allah Taala di dalam diri seorang muslim. Sebagaimana sabdanya:”Wahai sekalian pemuda! Barangsiapa di antara kamu mempunyai kemampuan, maka kawinlah, karen ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan, tetapi barangsiapa yang tidak berkemampuan, maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu baginya merupakan pelindung.” (HR Bukhari)
Semoga yang saya sampaikan dapat bermanfaat dunyan wa ukhron, bagi anda sekalian, terlebih bagi saya, astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Harga Sebiji Kenikmatan
oleh Najiv Alaska pada 17 Januari 2011
Bayangkan seandainya hidup kita seperti sebuah drama pantomim, drama yang hanya bisa ditampilkan melalui alunan gerak dan ekspresi wajah. Tarian hampa dan hembusan keheningan terpaksa harus dinikmati. Mungkin, dalam drama yang sesungguhnya, semua ini bisa saja tampak menyenangkan. Tetapi, sekali lagi, bayangkan seandainya hidup ini harus berjalan seperti drama pantomim. Alangkah sunyinya!
Salah satu alasan mengapa manusia menjadi makhluk yang paling maju di bumi ini adalah karena kemampuan komunikasi yang baik. Dengan kemampuan ini hidup kita tidak lagi seperti sebuah pantomim. Tidak lagi sunyi. Suara lantan bisa menghasilkan ekspresi yang baik. Sadar atau tidak, apa saja yang telah kita pelajari sejak dilahirkan ke bumi ini sebagian besar melalui komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik ini anda tidak akan menjadi sehebat dan secerdas sekarang.
Beberapa waktu yang lalu, di rumah sakit, saya mendapati seorang ibu penderita kanker lidah stadium tiga. Kanker itu membuatnya susah menutup mulut. Ia berusaha untuk selalu menutup mulutnya dengan susah payah. Entah karena malu atau apapun, yang jelas ia terus berusaha sampai saya katakan bahwa ia tidak harus demikian. Suara yang mampu ia keluarkan hanyalah kata-kata tak jelas yang susah saya mengerti. Saya sodorkan secarik kertas padanya untuk menulis apa yang hendak ia katakan. Sungguh, saya bersyukur kepada Allah, diantara sekian banyak kekurangan yang saya miliki, saya masih diberikan kelebihan dan kenikmatan dengan cara dijauhkan dari cobaan seperti ini.
Tak ayal lagi, nikmat lidah sehat yang Allah berikan kepada kita merupakan salah satu anugerah yang tak ternilai. Dengan fungsi yang luar biasa, organ ini mengantar kita menuju peradaban modern. Lidah berperan sentral dalam komunikasi yang kita jalin sehari-hari. Dengan perabot ciptaan Allah yang istimewa ini, hidup anda jauh lebih berarti dibanding sebuah drama pantomim tanpa suara. Jika anda perhatikan lagi, Allah telah memudahkan perjalanan hidup kita ini dengan Maha Karya yang tiada tara. Segala sesuatu yang kita butuhkan telah diberiNya, lalu apa yang telah kita perbuat sebagai balasannya ?
Masih ingatkah kita pada kisah Nabi Musa a.s yang mencabut rambut dari dagu Firaun. Murka dengan itu, Firaun memberi Musa a.s dua pilihan yaitu botol susu dan bara api. Atas rahmat Allah, ia pun memilih bara api dan harus memakannya hingga lidahnya menjadi kaku dan cacat. Ketika Musa telah besar dan menjadi rasul, ia takut kemampuan bicaranya yang kurang baik membuatnya mudah didustakan. Ia memohon agar saudaranya Harun juga diberi status nabi untuk membantunya melakukan dakwah Islam. Dalam surat Al-Qashas ayat 34 Allah berfirman :
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ
”Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, Maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkata-an)ku; Sesungguhnya Aku khawatir mereka akan mendustakanku.”
Ia juga berharap kekakuan lidahnya diringankan oleh Allah sebagaimana tersebut dalam Al-Quran surat Thahaa ayat 27 :
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي
”Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku”
Begitu besar arti dari lidah yang Allah berikan sampai-sampai Dia menjadikan Nabi khusus sebagai juru bicara Musa a.s.
Lidah memiliki dua fungsi utama yaitu memanipulasi makanan dan mengartikulasi suara. Memanipulasi makanan meliputi fungsi merasakan makanan, mengunyah dan menelan. Fungsi perasa lidah dibawa oleh bentukan papil atau tonjolan di permukaan lidah yang disebut dengan taste bud. Ketika seseorang hendak makan secara otomatis otak mengirim sinyal ke rongga mulut agar produksi air liur diperbanyak sekaligus untuk mempersiapkan kerja taste bud. Sinyal kimiawi dari rasa makanan dikirim ke otak untuk kemudian dipersepsi dan direspon dengan sensasi rasa asam, asin, manis atau pahit.
Boleh jadi anda penggemar makanan yang serba enak, boleh jadi anda menggandrungi fast-food atau junk food, boleh jadi anda berbahagia karena memiliki istri yang pandai memasak, tetapi ingatlah selalu bahwa semua itu tidak akan ada artinya jika taste bud ciptaan Allah dalam lidah anda tak bekerja. Bayangkan jika kerja bagian ini kacau, taruhlah taste bud anda selalu salah mempersepsi salah satu rasa, pasti anda tidak tertarik lagi dengan makanan kesukaan. Sirup jadi terasa pahit, korma menjadi asin atau roti menjadi asam. Dunia makanan pasti hancur berantakan.
Ketika kita mengunyah, lidah selalu mendorong makanan ke arah samping sehingga proses kunyah bisa berjalan dengan baik. Apabila kita tidak memiliki lidah maka kita akan makan dengan posisi kepala miring untuk mengarahkan makanan ke sisi gigi. Fungsi manipulasi makanan berikutnya adalah menelan. Pada saat makanan telah memasuki ruang orofaring (tenggorok belakang mulut) secara otomatis otot lidah yang berjumlah delapan buah akan mendorong makanan kebawah. Lidah juga ikut mendesak epiglotis (katup penutup saluran napas) agar makanan tidak salah jalur masuk ke paru. Subhanallah.
Para penderita kanker lidah stadium tiga yang harus menjalani operasi pengangkatan lidah hingga sepertiga bagian belakang, akan segera diikuti dengan pemasangan pipa lambung seumur hidup untuk mengganti fungsi kunyah dan telan lidah. Lebih parah lagi, mereka mungkin menjalani prosedur operasi gastrostomy, yaitu membuat lubang di perut ke arah lambung sehingga makan tidak lagi melewati mulut. Alangkah beruntungnya kita yang masih memiliki lidah yang sehat.
Fungsi terakhir dan teramat istimewa dari lidah adalah pengartikulasian suara atau proses menghasilkan suara. Lidah sendiri bukanlah suatu organ penentu munculnya suara. Produksi suara dihasilkan oleh rima glotis (pita suara). Saat kita berbicara, udara dalam paru dihembuskan ke dalam rongga mulut sehingga menggetarkan rima glotis dan menghasilkan suara. Tetapi, tanpa lidah anda hanya akan mampu mengucapkan huruf vokal seperti a, i, u, e dan o. Itu pun anda masih harus menggerakkan otot-otot wajah. Sedangkan pelafalan huruf konsonan mutlak membutuhkan lidah. Gerakan lidah menyentuh langit-langit, dasar mulut maupun bibir akan membuat huruf konsonan terdengar jelas.
Struktur anatomi lidah kita tidak jauh berbeda dengan lidah hewan mamalia seperti kambing atau anjing. Tetapi, anjing dan kambing tak mampu berkomunikasi serta menghasilkan artikulasi seperti kita, padahal ia mampu menggerakkan lidahnya dengan baik. Hewan mamalia tak pernah mampu membuat suatu kalimat dengan intonasi, fluktuasi dan resonansi seperti yang kita lakukan. Hal ini bisa terjadi hanya karena Allah menyempurnakan penciptaan kita. Allah menghendaki kita menjadi makhlukNya yang sempurna. Dengan kemampuan itu anda bisa memberikan pelajaran kecil kepada putra-putri anda. Dengan komunikasi, sekolah-sekolah, bangku perkuliahan dan ceramah agama disampaikan. Dengan memiliki lidah yang serbaguna, anda unggul sekian juta persen dibanding hewan mamalia.
Kemampuan berekspresi yang kita miliki sungguh mengagumkan. Manusia mampu berdiskusi, mengutarakan pendapat dan berinteraksi diantara sesama, hanya karena Allah menghendaki kita lebih unggul dari makhluk lain. Hewan dan tumbuhan tak mampu melakukan hal sederhana yang satu ini. Dunia mereka tak jauh berbeda dengan suatu drama pantomim, sementara dunia anda sangat berwarna, penuh dengan keceriaan dan dilumuri dengan keberkahan….
Nikmat Allah yang satu ini adalah salat satu mukjizat terbesar yang kita miliki. Indahnya dunia suara manusia bukanlah semata untuk dinikmati tetapi juga disyukuri. Dibalik suatu kenikmatan selalu tersimpan pesan tanggung jawab. Lidah memang mampu menghiasi dunia kita, menyibukkan kita dalam kenikmatan. Seringkali kenikmatan ini membuat kita terlena sehingga terjadi penyimpangan fungsi. Saling mengejek, berkata-kata kotor, menggunjing, mudah menyumpah dan lain sebagainya adalah contoh nyata bagaimana kita tidak mensyukuri nikmat ini. Pergunakanlah ia di jalan kebaikan dengan memberi berita-berita gembira, berkata-kata yang baik dan sering-sering menyebut namaNya di waktu pagi dan pet supaya kita tidak lalai.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
”Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf 205)
Jangan sampai anda terbuai, karena lidah juga mampu menjatuhkan anda serendah-rendahnya di padang Maghsyar kelak. Jangan pernah memberinya alasan untuk membuat kesaksian atas apa yang telah ia lakukan di atas bumi, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nuur ayat 24 :
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
”Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Kita layaknya sekelompok kafilah. Berjalan seharian, berkejaran dengan gelap yang tak pernah sanggup untuk dikejar. Gelap tetap datang. Cahaya siang pun muncul kembali dari belakang. Dalam keadaan yang relatif sama, ia justru yang mengejar kita. Dan tentu saja, kita mudah untuk dikejar! Begitu juga dengan nikmat Allah. Kita seperti mengejar mereka, berburu dengan waktu memanfaatkannya hingga ke jalan yang tidak benar. Namun, suatu kali ia akan berubah mengejar kita dari belakang. Membelalak mata kita dengan segala kejelekan yang pernah kita perbuat atasnya. Mudah-mudahan Allah membantu kita dalam menetapkan batas-batas kenikmatan yang Ia berikan.
Kembali ke ibu dengan kanker lidah tadi, akhirnya ia harus menjalani operasi yang luar biasa radikal. Dua pertiga lidah bagian depannya dipotong habis, kemudian sebagian dari otot dadanya diangkat dan disambung untuk menggantikannya. Ia tak lagi bisa menelan bahkan untuk air liurnya sendiri. Ia tak lagi mampu merasakan nikmatnya makanan. Ia juga tak mampu lagi berucap sehuruf pun. Belum cukup dengan itu, ia harus menjalani operasi kedua untuk membuat lubang permanen di perut ke arah lambung sebagai lubang makan. Saya yakin dengan operasi seradikal itu, ia mungkin sudah menjual semua perhiasan, menjual petak-petak sawahnya di desa atau bahkan menggadaikan rumahnya. Benar-benar penderitaan yang teramat menyedihkan. Demi sebuah lidah, harga sebiji kenikmatan Ilahi.
Bayangkan seandainya hidup kita seperti sebuah drama pantomim, drama yang hanya bisa ditampilkan melalui alunan gerak dan ekspresi wajah. Tarian hampa dan hembusan keheningan terpaksa harus dinikmati. Mungkin, dalam drama yang sesungguhnya, semua ini bisa saja tampak menyenangkan. Tetapi, sekali lagi, bayangkan seandainya hidup ini harus berjalan seperti drama pantomim. Alangkah sunyinya!
Salah satu alasan mengapa manusia menjadi makhluk yang paling maju di bumi ini adalah karena kemampuan komunikasi yang baik. Dengan kemampuan ini hidup kita tidak lagi seperti sebuah pantomim. Tidak lagi sunyi. Suara lantan bisa menghasilkan ekspresi yang baik. Sadar atau tidak, apa saja yang telah kita pelajari sejak dilahirkan ke bumi ini sebagian besar melalui komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik ini anda tidak akan menjadi sehebat dan secerdas sekarang.
Beberapa waktu yang lalu, di rumah sakit, saya mendapati seorang ibu penderita kanker lidah stadium tiga. Kanker itu membuatnya susah menutup mulut. Ia berusaha untuk selalu menutup mulutnya dengan susah payah. Entah karena malu atau apapun, yang jelas ia terus berusaha sampai saya katakan bahwa ia tidak harus demikian. Suara yang mampu ia keluarkan hanyalah kata-kata tak jelas yang susah saya mengerti. Saya sodorkan secarik kertas padanya untuk menulis apa yang hendak ia katakan. Sungguh, saya bersyukur kepada Allah, diantara sekian banyak kekurangan yang saya miliki, saya masih diberikan kelebihan dan kenikmatan dengan cara dijauhkan dari cobaan seperti ini.
Tak ayal lagi, nikmat lidah sehat yang Allah berikan kepada kita merupakan salah satu anugerah yang tak ternilai. Dengan fungsi yang luar biasa, organ ini mengantar kita menuju peradaban modern. Lidah berperan sentral dalam komunikasi yang kita jalin sehari-hari. Dengan perabot ciptaan Allah yang istimewa ini, hidup anda jauh lebih berarti dibanding sebuah drama pantomim tanpa suara. Jika anda perhatikan lagi, Allah telah memudahkan perjalanan hidup kita ini dengan Maha Karya yang tiada tara. Segala sesuatu yang kita butuhkan telah diberiNya, lalu apa yang telah kita perbuat sebagai balasannya ?
Masih ingatkah kita pada kisah Nabi Musa a.s yang mencabut rambut dari dagu Firaun. Murka dengan itu, Firaun memberi Musa a.s dua pilihan yaitu botol susu dan bara api. Atas rahmat Allah, ia pun memilih bara api dan harus memakannya hingga lidahnya menjadi kaku dan cacat. Ketika Musa telah besar dan menjadi rasul, ia takut kemampuan bicaranya yang kurang baik membuatnya mudah didustakan. Ia memohon agar saudaranya Harun juga diberi status nabi untuk membantunya melakukan dakwah Islam. Dalam surat Al-Qashas ayat 34 Allah berfirman :
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ
”Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, Maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkata-an)ku; Sesungguhnya Aku khawatir mereka akan mendustakanku.”
Ia juga berharap kekakuan lidahnya diringankan oleh Allah sebagaimana tersebut dalam Al-Quran surat Thahaa ayat 27 :
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي
”Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku”
Begitu besar arti dari lidah yang Allah berikan sampai-sampai Dia menjadikan Nabi khusus sebagai juru bicara Musa a.s.
Lidah memiliki dua fungsi utama yaitu memanipulasi makanan dan mengartikulasi suara. Memanipulasi makanan meliputi fungsi merasakan makanan, mengunyah dan menelan. Fungsi perasa lidah dibawa oleh bentukan papil atau tonjolan di permukaan lidah yang disebut dengan taste bud. Ketika seseorang hendak makan secara otomatis otak mengirim sinyal ke rongga mulut agar produksi air liur diperbanyak sekaligus untuk mempersiapkan kerja taste bud. Sinyal kimiawi dari rasa makanan dikirim ke otak untuk kemudian dipersepsi dan direspon dengan sensasi rasa asam, asin, manis atau pahit.
Boleh jadi anda penggemar makanan yang serba enak, boleh jadi anda menggandrungi fast-food atau junk food, boleh jadi anda berbahagia karena memiliki istri yang pandai memasak, tetapi ingatlah selalu bahwa semua itu tidak akan ada artinya jika taste bud ciptaan Allah dalam lidah anda tak bekerja. Bayangkan jika kerja bagian ini kacau, taruhlah taste bud anda selalu salah mempersepsi salah satu rasa, pasti anda tidak tertarik lagi dengan makanan kesukaan. Sirup jadi terasa pahit, korma menjadi asin atau roti menjadi asam. Dunia makanan pasti hancur berantakan.
Ketika kita mengunyah, lidah selalu mendorong makanan ke arah samping sehingga proses kunyah bisa berjalan dengan baik. Apabila kita tidak memiliki lidah maka kita akan makan dengan posisi kepala miring untuk mengarahkan makanan ke sisi gigi. Fungsi manipulasi makanan berikutnya adalah menelan. Pada saat makanan telah memasuki ruang orofaring (tenggorok belakang mulut) secara otomatis otot lidah yang berjumlah delapan buah akan mendorong makanan kebawah. Lidah juga ikut mendesak epiglotis (katup penutup saluran napas) agar makanan tidak salah jalur masuk ke paru. Subhanallah.
Para penderita kanker lidah stadium tiga yang harus menjalani operasi pengangkatan lidah hingga sepertiga bagian belakang, akan segera diikuti dengan pemasangan pipa lambung seumur hidup untuk mengganti fungsi kunyah dan telan lidah. Lebih parah lagi, mereka mungkin menjalani prosedur operasi gastrostomy, yaitu membuat lubang di perut ke arah lambung sehingga makan tidak lagi melewati mulut. Alangkah beruntungnya kita yang masih memiliki lidah yang sehat.
Fungsi terakhir dan teramat istimewa dari lidah adalah pengartikulasian suara atau proses menghasilkan suara. Lidah sendiri bukanlah suatu organ penentu munculnya suara. Produksi suara dihasilkan oleh rima glotis (pita suara). Saat kita berbicara, udara dalam paru dihembuskan ke dalam rongga mulut sehingga menggetarkan rima glotis dan menghasilkan suara. Tetapi, tanpa lidah anda hanya akan mampu mengucapkan huruf vokal seperti a, i, u, e dan o. Itu pun anda masih harus menggerakkan otot-otot wajah. Sedangkan pelafalan huruf konsonan mutlak membutuhkan lidah. Gerakan lidah menyentuh langit-langit, dasar mulut maupun bibir akan membuat huruf konsonan terdengar jelas.
Struktur anatomi lidah kita tidak jauh berbeda dengan lidah hewan mamalia seperti kambing atau anjing. Tetapi, anjing dan kambing tak mampu berkomunikasi serta menghasilkan artikulasi seperti kita, padahal ia mampu menggerakkan lidahnya dengan baik. Hewan mamalia tak pernah mampu membuat suatu kalimat dengan intonasi, fluktuasi dan resonansi seperti yang kita lakukan. Hal ini bisa terjadi hanya karena Allah menyempurnakan penciptaan kita. Allah menghendaki kita menjadi makhlukNya yang sempurna. Dengan kemampuan itu anda bisa memberikan pelajaran kecil kepada putra-putri anda. Dengan komunikasi, sekolah-sekolah, bangku perkuliahan dan ceramah agama disampaikan. Dengan memiliki lidah yang serbaguna, anda unggul sekian juta persen dibanding hewan mamalia.
Kemampuan berekspresi yang kita miliki sungguh mengagumkan. Manusia mampu berdiskusi, mengutarakan pendapat dan berinteraksi diantara sesama, hanya karena Allah menghendaki kita lebih unggul dari makhluk lain. Hewan dan tumbuhan tak mampu melakukan hal sederhana yang satu ini. Dunia mereka tak jauh berbeda dengan suatu drama pantomim, sementara dunia anda sangat berwarna, penuh dengan keceriaan dan dilumuri dengan keberkahan….
Nikmat Allah yang satu ini adalah salat satu mukjizat terbesar yang kita miliki. Indahnya dunia suara manusia bukanlah semata untuk dinikmati tetapi juga disyukuri. Dibalik suatu kenikmatan selalu tersimpan pesan tanggung jawab. Lidah memang mampu menghiasi dunia kita, menyibukkan kita dalam kenikmatan. Seringkali kenikmatan ini membuat kita terlena sehingga terjadi penyimpangan fungsi. Saling mengejek, berkata-kata kotor, menggunjing, mudah menyumpah dan lain sebagainya adalah contoh nyata bagaimana kita tidak mensyukuri nikmat ini. Pergunakanlah ia di jalan kebaikan dengan memberi berita-berita gembira, berkata-kata yang baik dan sering-sering menyebut namaNya di waktu pagi dan pet supaya kita tidak lalai.
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
”Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf 205)
Jangan sampai anda terbuai, karena lidah juga mampu menjatuhkan anda serendah-rendahnya di padang Maghsyar kelak. Jangan pernah memberinya alasan untuk membuat kesaksian atas apa yang telah ia lakukan di atas bumi, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nuur ayat 24 :
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
”Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Kita layaknya sekelompok kafilah. Berjalan seharian, berkejaran dengan gelap yang tak pernah sanggup untuk dikejar. Gelap tetap datang. Cahaya siang pun muncul kembali dari belakang. Dalam keadaan yang relatif sama, ia justru yang mengejar kita. Dan tentu saja, kita mudah untuk dikejar! Begitu juga dengan nikmat Allah. Kita seperti mengejar mereka, berburu dengan waktu memanfaatkannya hingga ke jalan yang tidak benar. Namun, suatu kali ia akan berubah mengejar kita dari belakang. Membelalak mata kita dengan segala kejelekan yang pernah kita perbuat atasnya. Mudah-mudahan Allah membantu kita dalam menetapkan batas-batas kenikmatan yang Ia berikan.
Kembali ke ibu dengan kanker lidah tadi, akhirnya ia harus menjalani operasi yang luar biasa radikal. Dua pertiga lidah bagian depannya dipotong habis, kemudian sebagian dari otot dadanya diangkat dan disambung untuk menggantikannya. Ia tak lagi bisa menelan bahkan untuk air liurnya sendiri. Ia tak lagi mampu merasakan nikmatnya makanan. Ia juga tak mampu lagi berucap sehuruf pun. Belum cukup dengan itu, ia harus menjalani operasi kedua untuk membuat lubang permanen di perut ke arah lambung sebagai lubang makan. Saya yakin dengan operasi seradikal itu, ia mungkin sudah menjual semua perhiasan, menjual petak-petak sawahnya di desa atau bahkan menggadaikan rumahnya. Benar-benar penderitaan yang teramat menyedihkan. Demi sebuah lidah, harga sebiji kenikmatan Ilahi.
Jumat, 14 Januari 2011
Kemana Ruh Akan Menuju
Abu Bakar r.a telah ditanya tentang ke mana ruh pergi setelah ia keluar dari jasad, maka berkata Abu Bakar r.a : "Ruh itu menuju ke tujuh tempat" :-
· Ruh para nabi dan utusan menuju ke syurga Adnin.
· Ruh para ulama menuju ke syurga Firdaus.
· Ruh para mereka yang berbahagia menuju ke syurga Illiyyina.
· Ruh para syuhadaa berterbangan seperti burung disyurga sekehendak mereka.
· Ruh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari kiamat.
· Ruh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
· Ruh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijjin, mereka disiksa beserta jasadnya sampai hari kiamat.
Telah bersabda Rasulullah S.A.W bahawa : "Tiga kelompok manusia yang akan berjabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya ialah" :-
· Orang-orang yang mati syahid.
· Orang-orang yang mengerjakan solat malam dalam bulan Ramadhan.
· Orang yang puasa hari Arafah.
Nah tinggal kita sekarang mau menuju yang mana, dengan apa dan bagaimana prosesnya kita yang menentukan selama masih tinggal di Dunia. Wallahu a'lam.
· Ruh para nabi dan utusan menuju ke syurga Adnin.
· Ruh para ulama menuju ke syurga Firdaus.
· Ruh para mereka yang berbahagia menuju ke syurga Illiyyina.
· Ruh para syuhadaa berterbangan seperti burung disyurga sekehendak mereka.
· Ruh para mukmin yang berdosa akan tergantung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari kiamat.
· Ruh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
· Ruh orang-orang kafir akan berada dalam neraka Sijjin, mereka disiksa beserta jasadnya sampai hari kiamat.
Telah bersabda Rasulullah S.A.W bahawa : "Tiga kelompok manusia yang akan berjabat tangannya oleh para malaikat pada hari mereka keluar dari kuburnya ialah" :-
· Orang-orang yang mati syahid.
· Orang-orang yang mengerjakan solat malam dalam bulan Ramadhan.
· Orang yang puasa hari Arafah.
Nah tinggal kita sekarang mau menuju yang mana, dengan apa dan bagaimana prosesnya kita yang menentukan selama masih tinggal di Dunia. Wallahu a'lam.
Dimabuk Cinta
Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahawa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun. Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, "Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya."
Berkata Nabi Isa a.s, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah."
Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.
Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T, "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu." Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.
Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa a.s."Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."
Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia. 2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia inginmendapat sanjungan dari manusia. 3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.
Rasulullah S.A.W telah bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."
Semoga Allah tetap menjaga cinta kita, akan Allah Yang Maha Esa hingga akhir hayat kita. Dan menempatkan kita bersama kekasih-kekasih Allah. Aamiin ya Robbal 'Alamiin.
Berkata Nabi Isa a.s, "Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu."
Berkata pemuda itu lagi, "Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah."
Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa, "Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu." Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.
Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahawa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.
Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T, "Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu." Selesai sahaja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.
Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, "Aku ini Isa a.s."Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi, "Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya."
Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah, tetapi dia mencintai dunia. 2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi dia inginmendapat sanjungan dari manusia. 3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.
Rasulullah S.A.W telah bersabda, "Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur."
Semoga Allah tetap menjaga cinta kita, akan Allah Yang Maha Esa hingga akhir hayat kita. Dan menempatkan kita bersama kekasih-kekasih Allah. Aamiin ya Robbal 'Alamiin.
Fatwa tentang Poligami
Sungguh banyak pertanyaan-pertanyaan seputar poligami yang mungkin bagi sebagian kita masih belum mendapatkan jawabannya. Berikut ini adalah beberapa pertanyaan mengenai seputar poligami, sekaligus jawaban dari ulama yang ahli dalam permasalahan tersebut.
PERTANYAAN : Apakah benar bahwa menikah lebih dari satu (poligami) tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang di bawah tanggung jawabannya terdapat anak yatim dan ia khawatir tidak bisa berlaku adil …
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya:
Sebagian orang berkata bahwa menikahi lebih dari satu istri tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang memegang tanggung jawab atas anak-anak yatim perempuan dengan berdalil firman Allah Ta’ala :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. ” (An-Nisaa’: 3)
Kami mengharap dari Fadhilatusy Syaikh penjelasan yang sebenarnya dari permasalahan tersebut.
JAWABAN :
Ini pendapat yang batil (salah).
Makna ayat yang mulia tersebut adalah, bila di bawah pemeliharaan salah seorang dari kalian terdapat seorang perempuan yatim, lalu ia khawatir jika menikahinya tidak bisa memberikan mahar yang sebanding, maka hendaknya ia mencari (wanita) yang lain. Karena sesungguhnya wanita itu banyak dan Allah tidak menjadikannya sempit (terbatas).
Ayat tersebut menunjukkan disyariatkannya menikahi wanita dengan jumlah dua, tiga, atau empat karena hal tersebut lebih sempurna di dalam memelihara (bagi suami), baik terhadap syahwat maupun pandangan matanya.
Juga karena hal tersebut merupakan sebab memperbanyak keturunan, menjaga kehormatan wanita, berbuat baik kepada mereka, dan memberikan nafkah kepada mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa wanita yang memiliki hak setengah dari suami (karena suami memiliki dua istri), atau sepertiga atau seperempat (karena ada 3 atau 4 istri), itu lebih baik daripada wanita yang tidak memiliki suami. Akan tetapi dengan syarat harus ada keadilan dan kemampuan.
Bagi yang khawatir tidak bisa berbuat adil, maka mencukupkan diri dengan satu istri bersama dengan yang dimiliki berupa budak perempuan. Ini semua ditunjukkan dan ditegaskan dengan perbuatan Nabi dimana beliau ketika meninggal dunia masih memiliki 9 istri, sementara Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (Al-Ahzab: 21)
Namun beliau telah menjelaskan kepada umatnya bahwa tidak boleh bagi seorang pun dari umatnya dalam satu waktu memiliki lebih dari 4 istri.
Disimpulkan dari hal tersebut bahwa meniru Nabi di sini dengan cara menikahi empat istri atau kurang dari itu. Adapun lebih dari itu maka merupakan kekhususan bagi Nabi Shalallahu’alaihi wassallam.
(Lihat Fatawa Mar’ah 2/61. )
PERTANYAAN : Apakah Surat An-Nisaa’ ayat 129 telah menghapus hukum Surat An-Nisaa’ ayat 3 (Tentang keharusan berbuat Adil) ?
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya:
Di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang poligami yang menyebutkan:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An-Nisaa’: 3)
Juga firman Allah dalam ayat lain:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. ” (An-Nisaa’: 129)
Pada ayat pertama disyaratkan untuk adil di dalam hal menikah lebih dari satu istri dan pada ayat kedua dijelaskan bahwa syarat untuk berbuat adil itu tidak akan mungkin dilakukan. Maka apakah ayat kedua itu menghapus hukum dari ayat pertama yang berarti tidaklah pernikahan itu melainkan hanya dengan satu istri karena syarat adil tidak mungkin bisa dilakukan?
Berilah kami pengetahuan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
JAWABAN :
Tidak ada pertentangan di dalam dua ayat tersebut dan tidak pula ada penghapusan hukum oleh salah satu dari kedua ayat tersebut terhadap yang lainnya.
Perbuatan adil yang diperintahkan adalah yang sesuai kemampuan, yaitu adil di dalam pembagian waktu bermalam dan pemberian nafkah.
Sedangkan adil dalam masalah cinta dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti perbuatan intim dan sejenisnya, maka hal ini tidak ada kemampuan. Permasalahan tersebut yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta’ala :
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.” (An-Nisaa’: 129)
Oleh karena itu telah kuat riwayat hadits dari Nabi pada riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Beliau biasa membagi hak diantara istri-istrinya lalu beliau berdoa: ‘Ya Allah, inilah usahaku membagi terhadap apa yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu. ” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasal, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan- AlHakim)
PERTANYAAN : Apakah disyaratkan adanya ridha istri pertama di dalam berpoligami ?
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta ditanya:
Tidak diragukan lagi bahwa Islam membolehkan adanya poligami, maka apakah diharuskan bagi suami untuk meminta keridhaan istri pertama sebelum menikahi istri kedua?
JAWABAN :
Tidak wajib bagi suami bila ingin menikah dengan istri kedua harus ada keridhaan istri pertama.
Akan tetapi termasuk dari akhlak yang baik dan pergaulan yang harmonis untuk menjadikan senang hati istri pertama dengan cara meringankan baginya hal-hal yang bisa menyakitkan, yang ini termasuk dari tabiat wanita dalam permasalahan poligami.
Caranya yaitu dengan wajah yang berseri-seri, ucapan yang manis, dan dengan hal-hal yang bisa memudahkan keadaan, seperti pemberian sejumlah barang untuk mendapatkan ridhanya. (Majalah Al Buhuts Al Islamiyyah 2/67)
(Sumber : Fatwa-Fatwa Ulama Ahlus Sunnah seputar Pernikahan. Penerbit Qaulan Karima Purwakerta. Terjemah kitab : Fatawa Al Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah. Bab Nikah Wathalaq. Penterjemah : Abu Abdirrahman Muhammad bin Munir. Cet. I Okt. 2005)
Poligami dari Tinjauan Ekonomi
Pak Suyudi bisa buka dua artikel :
1. dari salafi, yg mengatakan bahwa poligami adalah sunnah [syaikh abdul
azis bin baz, mufti saudi]
2. dari pks, yg mengatakan bahwa poligami adalah wajib [syamsul balda, ketua
bidang ekonomi DPP PKS]
Gimana kalo yang ngomong wajib
PeKa Online-Jakarta, Ketua Departemen Ekonomi DPP Partai Keadilan, H.
Syamsul Balda, SE. MM. MBA. MSc. menegaskan, nash tentang poligami sudah
jelas. Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) dalam masalah ini.
Nash terkait poligami ini antara lain terdapat dalam Al-Qur'an surat
An-Nisaa ayat 3 yang menyebutkan: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Menurut ayat itu perintahnya adalah menikahi 2, 3, atau 4 wanita (poligami).
Kalau tidak mampu baru satu (monogami). Jadi, satu itu darurat.
Pada ayat tersebut juga disebutkan: ".maka nikahilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi.". Secara eksplisit disebutkan "yang kamu senangi". Jadi
dasar dari pernikahan (termasuk poligami) itu adalah adanya rasa suka. Tidak
cukup hanya dengan melihat foto. Tidak boleh ibarat beli kucing dalam
karung.
Ini baru ditinjau dari aspek Al-Qur'an. Dari tinjauan lain seperti aspek:
sirah, kauni, kuantitas, biologis, sosial dan ekonomi memungkinkan juga
untuk dilakukan poligami.
Bagaimana poligami ditinjau dari aspek-aspek di atas ? Simak lanjutan
bincang-bincang PeKa Online dengan Anggota Komisi IX DPR RI tersebut berikut
ini.
Tanya: Aspek sirah ?
Jawab: Nabi (Muhammad SAW), istrinya lebih dari satu. Para sahabat, istrinya
lebih dari satu. Susah mencari sahabat yang istrinya hanya satu.
Tanya: Aspek kauni ?
Jawab: Data dan fakta menunjukkan bahwa jumlah wanita lebih besar ketimbang
pria. Di Indonesia, perbandingannya: 55% wanita dan 45% pria. Kalau semua
lelaki hanya memiliki satu istri maka akan ada kelebihan: 10% x 200 juta.
Berarti 20 juta wanita tidak menikah. Hitungan sederhananya demikian.
Di negara-negara lain juga sama. Di Filipina perbandingannya 3 : 1, Timur
Tengah (2,5 : 1), Eropa (2 : 1) dan Amerika (1,7 : 1).
Pendeknya, di seluruh dunia, jumlah wanita lebih banyak ketimbang lelaki.
Dengan demikian harus dibuka peluang poligami untuk menyelamatkan
(kelebihan) wanita-wanita ini.
Tanya: Dari aspek kuantitas ?
Jawab: Peperangan terjadi di mana-mana. Yang terbunuh kebanyakan lelaki.
Akibatnya banyak janda. Siapa yang akan menyelamatkan janda-janda ini.
Mereka kan. harus diselamatkan.
Tanya: Dari aspek biologis ?
Jawab: ada perbedaan yang sifatnya kodrati antara pria dan wanita. Dari
aspek seksualitas, lelaki lebih mudah terstimulasi katimbang wanita dan
frekuensi sering munculnya libido lebih sering lelaki. Lelaki, hanya melalui
pendengaran dan penglihatan bisa muncul libidonya. Ada yang hanya melihat
betis, wajah, leher, mata, mendengar suara kemudian terangsang dan
selanjutnya bangkit gairahnya.
Ketika sewaktu-waktu sang istri berhalangan, misal karena nifas selama 45
hari atau karena halangan lain, sementara sang suami tidak mampu menahan
hasratnya ? Kan. repot, bisa-bisa dia 'jajan'.
Dalam kondisi ini harus ada aktivitas kompensasi. Salahsatu solusinya
poligami. Bila istri pertama berhalangan, ia bisa menyalurkannya ke istrinya
yang lain. Ini sah dan halal.
Tanya: Dari aspek sosial ?
Jawab: Dalam kehidupannya, bisa jadi suatu saat seorang lelaki mengalami
kejenuhan. Dampaknya, malas 'mendatangi' istrinya. Jika tidak memiliki iman
yang kuat, bisa-bisa ia melampiaskannya ke wanita lain.
Indikasi ini terlihat dari maraknya perselingkungan sehingga muncul istilah
WIL (wanita idaman lain) dan PIL (pria idaman lain). Dampaknya, terjadi
kerusakan sosial.
Poligami 'diharamkan' tetapi membudayakan hidup tanpa ikatan pernikahan.
Salahsatu solusi untuk meredam penyakit sosial ini adalah dengan mempermudah
menikah lagi. Dengan 2, 3 atau 4 istri, bisa mengurangi kejenuhan.
Tanya: Dari aspek ekonomi ?
Jawab: Seorang bujangan datang kepada Khalifah Abubakar RA. Ia mengeluhkan
kehidupannya yang miskin. Abubakar menyarankan: "Menikahlah kamu". Beberapa
waktu kemudian orang itu datang lagi dan tetap mengeluh miskin sekalipun
sudah menikah. Abubakar kemudian menyarankan untuk menikah lagi. Saran ini
dilaksanakan tetapi ia tetap miskin. Ia datang lagi dengan membawa pengaduan
serupa. Abubakar tetap menyarankan untuk menikah lagi.
Untuk yang ketiga kalinya, ia menjalankan saran tersebut. Tidak berapa lama
kemudian ia datang lagi kepada Abubakar. Ia melapor: "Sekarang saya sudah
kaya".
Tanya: Dalam realisasinya, semudah itukah ?
Jawab: Jelas tidak. Tentu harus dibarengi dengan usaha yang optimal. Usaha
untuk menafkahi 2 istri tentu harus lebih giat. Kalau ia giat, Allah akan
memberikan imbalan lebih.
Tanya: Disamping hal-hal diatas, bisakah anda menyebutkan semacam
rambu-rambu poligami ?
Jawab: Adil merupakan syarat mutlak dari poligami. Di akhirat nanti, mereka
yang tidak mampu berbuat adil akan menghadap Allah dengan 'semper' (miring
sebelah). Karena itu harus hati-hati.
Adil adalah aspek lahiriah menyangkut pemenuhan kebutuhan biologis dan
materi. Bukan kecenderungan cinta. Kalau soal kecenderungan cinta,
Rasulullah selalu mengingat Siti Khadijah sekalipun sudah meninggal sehingga
menimbulkan kecemburuan pada istri-istrinya yang lain.
Adil dalam aspek lahiriah bukan berarti sama rata sama rasa melainkan
proporsional. Tentu berbeda jatah untuk istri yang punya 5 anak dengan yang
tidak punya anak. (jos)
PeKa Online-Jakarta, Ketua DPP PK Bidang Kebijakan Publik Dr. Irwan Prayitno
sependapat dengan yang lainnya bahwa poligami itu diperbolehkan dalam
Syari'at Islam, dalilnya tidak usah diperdebatkan lagi. Namun realisasinya,
tergantung masing-masing. Bagi yang mau dan siap, silahkan melakukannya.
Bagaimana komentarnya lebih lanjut ? Simak bincang-bincang PeKa Online
dengan bapak 8 anak yang juga Ketua Komisi VIII DPR RI ini.
Tanya: Bisa memberikan komentar dari sudut pandang politik ?
Jawab: Di satu sisi, banyak istri dan banyak anak berarti banyak konstituen.
Tetapi di sisi lain masyarakat belum siap. Citra poligami kurang baik
terutama di mata wanita. Pada Pemilu lalu, pemilih wanita lebih dari 50%.
Karena itu harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan politik menyangkut
masalah ini. Harus mempertimbangkan secara matang segala aspeknya, termasuk
reaksi dari masyarakat.
Tanya: Jadi untuk saat ini para pejabat di Partai Keadilan sebaiknya tidak
berpoligami dulu ?
Jawab: Itu kan.. kesimpulan anda
Tanya: setuju tidak dengan kesimpulan itu ?
Jawab: Kita (pejabat PK) ini publik figur. Fakta di lapangan, masyarakat
umum terutama wanita belum bisa menerima poligami. Itu saja.
Tanya: Masyarakat Partai Keadilan, bagaimana penerimaannya ?
Jawab: Tanggapan masyarakat PK, positif. PK memiliki konstituen yang bisa
mendukung diterapkannya poligami. Namun realisasinya, terletak pada kesiapan
para kader PK sendiri.
Tanya: Pendapat bahwa masyarakat PK mendukung poligami itu dasarnya apa ?
Jawab: Dasarnya adalah teori bahwa konstituen PK adalah ummat Islam yang
taat. Sebagai ummat Islam yang ta'at semestinya bisa menerima poligami
karena poligami merupakan salahsatu syari'at Islam. Tetapi memang, dalam
realisasinya bisa jadi tidak demikian. (jos)
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=691&bagian=0
POLIGAMI ITU SUNNAH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah berpoligami
itu mubah di dalam Islam ataukah sunnah ?
Jawaban.
Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu,
karena firmanNya.
"Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilama kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" [An-Nisa :
3]
Dan praktek Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
itu sendiri, dimana beliau mengawini sembilan wanita
dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi
ummat ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah
khusus bagi beliau, sedang selain beliau dibolehkan
berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami
itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi
kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara
keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai
oleh semua pihak, tunduknya pandangan (ghaddul
bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang
banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan
dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari
berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan.
Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut
kalau tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya cukup
kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman.
"Artinya : Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja".
[An-Nisa : 3]
Semoga Allah memberi taufiq kepada segenap kaum
Muslimin menuju apa yang menjadi kemaslahatn dan
kesalamatan bagi mereka di dunia dan akhirat.
[Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi
Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal
394-395 Darul Haq]
HUKUM ASALNYA ADALAH POLIGAMI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah hukum asal
di dalam perkawinan itu poligami ataukah monogamy ?
Jawaban.
Hukum asal perkawinan itu adalah poligami (menikah
lebih dari satu istri) bagi laki-laki yang mampu dan
tidak ada rasa kekhawatiran akan terjerumus kepada
perbuatan zhalim. (Yang demikian itu diperbolehkan)
karena mengandung banyak maslahat di dalam memelihara
kesucian kehormatan, kesucian kehormatan wanita-wanita
yang dinikahi itu sendiri dan berbuat ihsan kepada
mereka dan memperbanyak keturunan yang dengannya ummat
Islam akan menjadi banyak dan makin banyak pula orang
yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.
Dalil poligami itu adalah firman Allah.
"Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" [An-Nisa :
3]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
mengawini lebih dari satu istri, dan Allah Subhnahu wa
Ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu"
[Al-Ahzab ; 21]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
bersabda setelah ada beberapa orang sahabat yang
mengatakan : "Aku akan selalu shalat malam dan tidak
akan tidur". Yang satu lagi berkata : "Aku akan
terus berpuasa dan tidak akan berbuka". Yang satu
lagi berkata : "Aku tidak akan mengawini wanita".
Tatkala ucapan mereka sampai kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau langsung berkhutbah di
hadapan para sahabatnya, seraya memuji kepada Allah
kemudian beliau bersabda.
"Artinya : Kaliankah tadi yang mengatakan "begini
dan begitu ?!". Demi Allah, aku adalah orang yang
paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling
bertaqwa kepadaNya. Sekalipun begitu, aku puasa dan
aku juga berbuka, aku shalat malam tapi akupun tidur,
dan aku mengawini wanita. Barangsiapa yang tidak suka
kepada sunnahku ini, maka ia bukan dari (umat)ku"
[Riwayat Al-Bukhari]
Ini adalah ungkapan luar biasa dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencakup satu istri
dan lebih. Wabillahittaufiq.
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi
Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal
392-394 Darul Haq]
===
Ibu Musdah Mulia adalah termasuk motor penggerak yang bukan saja anti
poligami, tapi juga penganjur kawin campur (agama), bahkan beberapa
waktu yang lalu pernah membuat satu koreksi total mengenai UU
perkawinan 1974 yang akan diajukan ke Menag (Said Agil)diantaranya
agar perempuan bisa menjadi wali bagi dirinya sendiri.
Musdah Mulia bukan anti poligami secara fiqih atau secara hukum ; tapi
ANTI POLIGAMI sebagai LIFESTYLE. Sebagai bentuk perlawanan terhadap
ustadz2 patriakh yang mengkampanyekan poligami sebagai lifestyle.
yang pertama membolehkan perempuan jadi wali (dalam nikah) bagi dirinya
sendiri adalah Imam Hanafi, atau Nu'man ibn Thabit, dijuluki juga Imam
'a - adham (Imam Terbesar). Siapa saja boleh mengambil mazhab yang
sesuai. Yang tidak boleh adalah MENCAMPUR MAZH
KERIDHAAN ISTRI TIDAK MENJADI SYARAT DI DALAM PERNIKAHAN KEDUA
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya seorang lelaki yang telah
lama menikah dan mempunyai beberapa anak, dan saya bahagia dalam
kehidupan berkeluarga, akan tetapi saya merasa sedang membutuhkan
istri satu lagi, sebab saya ingin menjadi orang yang istiqomah,
sedangkan istri satu bagi saya tidak cukup, karena saya mempunyai
kemampuan melebihi kemampuan istri. Dan dari sisi lain, saya
menginginkan istri yang mempunyai kriteria khusus yang tidak dimiliki
oleh istri saya yang ada ; dan oleh karena saya tidak ingin
terjerumus di dalam hal yang haram, sedangkan di dalam waktu yang
sama saya mendapat kesulitan untuk menikah dengan perempuan lain
karena masalah usyrah (hubungan keluarga) dan juga karena istri saya,
saya mendapatkan hal yang tidak mengenakkan darinya, ia menolak
secara membabi buta kalau saya menikah lagi. Apa nasehat Syaikh
kepada saya ? Apa pula nasehat Syaikh bagi istri saya agar ia
menerima ? Apakah ia berhak menolak keinginan saya untuk menikah
lagi, padahal saya akan selalu memberikan hak-haknya secara utuh dan
saya mempunyai kemampuan material أ¢â‚¬"alhamdulillah- untuk menikah
lagi ? Saya sangat berharap jawabannya secara terperinci, karena
masalah ini penting bagi kebanyakan orang.
Jawaban.
Jika realitasnya seperti apa yang anda sebutkan, maka boleh anda
menikah lagi untuk yang kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan anda untuk menjaga kesucian kehormatan dan
pandangan mata anda, jikalau anda memang mampu untuk berlaku adil,
sebagai pengamalan atas firman Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang sajaأ¢â‚¬آ [An-Nisa : 3]
Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang
mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih
menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ; dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa
dapat menjadi benteng baginyaأ¢â‚¬آ [Muttafaq أ¢â‚¬ثœAlaih]
Menikah lebih dari satu juga dapat menyebabkan banyak keturunan,
sedangkan Syariat Islam menganjurkan memperbanyak anak keturunan,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi subur
(banyak anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi umat-umat yang
lain dengan bilangan kalian pada hari kiamat kelakأ¢â‚¬آ [Riwayat Ahmad
dan Ibnu Hibban]
Yang dibenarkan agama bagi seorang istri adalah tidak menghalang-
halangi suaminya menikah lagi dan bahkan mengizinkannya. Kepada
penanya hendaknya berlaku adil semaksimal mungkin dan melaksanakan
apa yang menjadi kewajibannya terhadap mereka berdua. Semua hal
diatas adalah merupakan bentuk saling tolong menolong di dalam
kebaikan dan ketaqwaan. Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala telah berfirman.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan saling tolong menolong kamu di dalam kebajikan dan
taqwaأ¢â‚¬آ [Al-Maidah : 2]
Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan Allah akan menolong seorang hamba selagi ia suka
menolong saudaranyaأ¢â‚¬آ [Riwayat Imam Muslim]
Anda adalah saudara seiman bagi istri anda, dan istri anda adalah
saudara seiman anda. Maka yang benar bagi anda berdua adalah saling
tolong menolong di dalam kebaikan. Dalam sebuah hadits yang
muttafaq أ¢â‚¬ثœalaih bersumber dari Ibnu Umar Radhiyallahu أ¢â‚¬ثœanhuma
bahwasanya Nabi Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam telah bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Barangsiapa yang menunaikan keperluan saudaranya, niscaya
Allah menunaikan keperluannyaأ¢â‚¬آ
Akan tetapi keridhaan istri itu bukan syarat di dalam boleh atau
tidaknya poligami (menikah lagi), namun keridhaannya itu diperlukan
agar hubungan di antara kamu berdua tetap baik. Semoga Allah
memperbaiki keadaan semua pihak dan semoga Dia mencatat bagi kamu
berdua kesudahan yang terpuji. Amin.
[Fatwa Ibnu Baz : Majalah Al-Arabiyah, edisi 168]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syarأ¢â‚¬â„¢iyyah Fi Al-Masaأ¢â‚¬â„¢il Al-
Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Terkini, hal 428-430 Darul Haq]
TIDAK ADA KONTRADIKSI DI DALAM AYAT POLIGAMI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Di dalam Al-Qurأ¢â‚¬â„¢an ada satu ayat
suci yang berbicara tentang poligami yang mengatkan.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang sajaأ¢â‚¬آ [An-Nisa : 3]
Dan pada ayat yang lain Allah berfirman.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikianأ¢â‚¬آ
[An-Nisa ; 129]
Pada ayat yang pertama tadi dinyatakan bahwa berpoligami itu dengan
syarat adil, sedangkan pada ayat yang kedua dijelaskan bahwa adil
yang menjadi syarat berpoligami itu tidak mungkin tercapai. Apakah
ini berarti bahwa ayat yang pertama di-nasakh (dihapus hukumnya) dan
tidak boleh menikah lebih dari satu, sebab syarat harus adil tidak
mungkin tercapai ? Kami mohon penjelasannya, semoga Allah membalas
kebaikan syaikh.
Jawaban.
Tidak ada kontradiksi antara dua ayat tadi dan juga tidak ada nasakh
ayat yang satu dengan yang lain, karena sesungguhnya keadilan yang
diperintahkan di dalam ayat itu adalah keadilan yang dapat dilakukan,
yaitu adil dalam pembagian muأ¢â‚¬â„¢asyarah dan memberikan nafkah. Adapun
keadilan dalam hal mecintai, termasuk didalamnya masalah hubungan
badan (jimaأ¢â‚¬â„¢) adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang
dimaksud dari firman Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikianأ¢â‚¬آ
[An-Nisa ; 129]
Oleh karena itulah ada hadits Nabi yang bersumber dari riwayat Aisyah
Radhiyallahu anha. Beliau berkata.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam melakukan
pembagian (di antara istri-istrinya) dan beliau berlaku adil, dan
beliau berdoأ¢â‚¬â„¢a : أ¢â‚¬ثœYa Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku,
maka janganlah Engkau mencercaku di dalam hal yang mampu Engkau
lakukan dan aku tidak mampu melakukannyaأ¢â‚¬آ [Diriwayatkan oleh Abu
Daud, At-Timidzi, An-Nasaأ¢â‚¬â„¢i, Ibnu Majah dan dinilai Shahih oleh Ibnu
Hibban dan Al-Hakim]
[Fatawal Marأ¢â‚¬â„¢ah, hal.62 oleh Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syarأ¢â‚¬â„¢iyyah Fi Al-Masaأ¢â‚¬â„¢il Al-
Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Terkini, hal 435-436 Darul Haq]
Poligami Dilarang, Perzinaan Dibebaskan
Rencana Pemerintah merevisi UU Perkawinan ditanggapi keras kalangan Muslim. Banyak yang menilai, usulan ini bukan atas dasar agama, tapi atas hawa nafsunya.
Menurut sejumlah sumber, dai kondang Abdullah Gymnastiar, alias Aa Gym, telah menikah lagi sejak tiga bulan silam. Sedangkan Maria Eva, perempuan yang berselingkuh dengan Yahya Zaini, mengaku bahwa perzinaan yang mereka lakukan berlangsung pada tahun 2004. Namun atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kedua berita itu sama-sama baru tersiar ke masyarakat pada awal Desember 2006 ini. Nampaknya Allah memang telah merekayasa demikian, untuk memperlihatkan bagaimana reaksi bangsa ini menanggapi poligami dan perzinaan. Mana yang pilih madu dan mana pula yang pilih racun.
Seperti diketahui, setelah Aa Gym melakukan jumpa pers dan mengakui bahwa ia memang telah menikah lagi, mendadak sontak banyak perempuan yang bereaksi negatif. Tak cuma para aktivis gerakan feminisme, para ibu-ibu peserta pengajian Aa Gym, banyak yang mengutarakan kekecewaan dan kecamannya.
Nursyahbani Katjasungkana misalnya. Aktivis gerakan perempuan yang juga anggota Komisi III DPR dari FKB menyatakan mendukung gerakan penandatanganan Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG), yakni kelompok yang kecewa Aa Gym menikah lagi.
''Sebagai kaum perempuan, kami tentu saja ikut sakit hati, poligami dengan alasan apa pun telah menyakiti hati kaum perempuan, " ujar Nursyahbani kepada wartawan.
Revisi PP No. 10/1983
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, juga ikut uring-uringan. Selasa (5/12), bersama-sama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar keduanya menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna membicarakan PP10/1983 tentang pembatasan poligami. Dia ingin pembatasan itu tidak hanya bagi PNS dan anggota TNI/Polri, tapi juga berlaku bagi pejabat negara dan pegawai swasta.
Kepada wartawan Meutia mengungkapkan, Presiden menyatakan keprihatinannya dengan kasus poligami yang diterapkan tokoh masyarakat itu. Karena itu, Presiden, kata dia menyetujui untuk memperluas aturan itu. "Presiden mempunyai moral obligation (terikat secara moral) buat memperhatikan masyarakatnya," kata Meutia.
Kata Meutia, ide revisi PP 10/1983 ini, karena adanya keresahan masyarakat . "Titik tolaknya adalah keresahan masyarakat, terutama perempuan yang merasa tak diperlakukan tidak adil dalam perkawinan," ujarnya.
Poligami Liar
Anehnya, Meutia dan mereka yang anti-poligami, tidak merasa resah dan prihatin atas “poligami liar” yang dilakukan Maria Eva dan Yahya Zaini. Padahal, seperti diakui Maria, setelah berzina berkali-kali dengan anggota DPR dari Partai Golkar itu akhirnya dia hamil. Tetapi karena Yahya dan istri Yahya tak menghendaki anak dari hasil perbuatan haram mereka, Eva tidak berkeberatan untuk menggugurkan kandungannya. Maka pasangan tak bermoral itu kemudian pergi ke sebuah rumah sakit untuk membunuh janinnya itu.
Lagi-lagi Meutia juga tidak mengeluarkan kecaman atas tindakan pembunuhan janin itu. Apakah para perempuan tidak ikut merasa sakit hati dan diperlakukan tidak adil mengetahui Maria Eva dihamili di luar nikah lalu disuruh membunuh calon anaknya?
Atau andaikan mereka tidak menggugurkan kandungan, apakah kaum ibu itu tidak sedih dan sakit hati mengetahui kelak anak Maria Eva lahir tanpa bapak yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib masa depan anak itu?
Rencana pemerintah yang akan memperketat aturan poligami, ditanggapi keras oleh sejumlah tokoh umat Islam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi misalnya menyatakan, poligami sebaiknya tidak diatur dalam sebuah peraturan atau perundang- undangan. Menurutnya, poligami adalah masalah pribadi seseorang sehingga tidak layak jika harus diurusi pemerintah.
“Lebih baik mengurusi masalah kedisiplinan kerja dan peningkatan kinerja aparatur pemerintahan,”sebagaimana dikutip koran SINDO saat berada di Indramayu. Meski tidak secara gamblang menolak rencana revisi PP No 45/1990 ini, Hasyim Muzadi menyatakan, persoalan poligami sebaiknya dibiarkan berjalan secara alamiah.
Di hadapan ribuan kader NU Indramayu dalam acara pelantikan pengurus cabang setempat, Hasyim menyampaikan bahwa poligami adalah pilihan seseorang. Artinya, poligami menjadi tanggung jawab masing-masing individu dengan berbagai konsekuensi yang akan diperoleh.
Senada dengan Hasyim, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, wacana poligami tidak perlu dikembangkan karena hanya akan membawa masyarakat pada perdebatan yang tidak perlu. Dia menyesalkan jika persoalan ini ditarik ke tataran politik atau kebijakan negara karena bisa kontraproduktif dalam upaya membangkitkan bangsa dari keterpurukan.
“Sementara, begitu banyak masalah bangsa yang strategis yang harus kita selesaikan, “imbaunya. Menurut Din, poligami adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam Islam, terkait penafsiran terhadap ayat Al-Qur'an. Karena masalah ini adalah masalah keagamaan, dia mengharapkan semua pihak untuk berhati-hati menyimpulkannya.
Reaksi Senayan
Tak hanya tokoh NU dan Muhammadiyah, kalangan DPR juga bereaksi. Umumnya, para politisi di Senayan mengingatkan agar revisi yang dilakukan tidak sampai melanggar ketentuan agama, terutama agama Islam.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendy Choirie mengingatkan agar jangan sampai ada peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan pemerintah, yang melanggar ketentuan agama. "Jadi, kalau pun mau direvisi, jangan sampai kesannya melarang poligami. Soalnya, Islam memperbolehkan poligami," ujarnya.
Kalau hasil revisi PP tersebut nanti malah terkesan membatas-batasi pelaksanaan poligami, dia menyerukan agar PP itu dihapus saja. "Agama sudah mengatur pelaksanaan poligami dengan lengkap
Pandangan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua MPR AM Fatwa. Menurutnya, persoalan poligami harus dilihat pemerintah secara jernih dan objektif. "Jangan sampai pemerintah mengajari masyarakat untuk munafik dari hukum Allah," tuturnya. Poligami, katanya, mungkin bisa menjadi salah satu jawaban atas berbagai permasalahan sosial yang kini dihadapi. "Kita harus berpikiran terbuka," ujarnya.
Aisyah Baidlowi dari FPG mengakui bahwa poligami memang bisa menjadi jalan keluar darurat di tengah maraknya praktik perselingkuhan. "Dari sudut pandang itu, mungkin benar," katanya. Tetapi, menurut dia, tetap harus ada sisi-sisi lain yang dipertimbangkan, yaitu keadilan bagi keluarga secara keseluruhan. "Perlu benar-benar dipahami, yang dimaksud adil itu bagaimana," tandasnya.
Politikus Golkar Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan bahwa poligami dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia bukanlah fenomena baru. "Tak masalah kalau praktik poligami mau diatur negara, tapi jangan menjadi seperti dilarang," ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzammil Yusuf khawatir, jika poligami dilarang, justru akan menyemarakkan perzinaan. "Dia bukan diwajibkan, tetapi boleh. Artinya tidak harus, tetapi tidak juga dilarang. Tetapi ada prasyarat adil. Adil inilah yang perlu kita bahasakan lebih jelas. Adil dalam konteks masyarakat dimana hak wanita juga teperhatikan."
Suara Nafsu
Menurut Aa Gym, pemerintah seharusnya melarang hal-hal yang dinyatakan jelas-jelas diharamkan dan tidak melarang sesuatu yang dihalalkan oleh agama. "Berantas dulu pelacuran dan perzinaan yang masih banyak di negeri ini," kata Aa Gym saat berceramah di Masjid Raya Batam, Selasa malam. Ia mengatakan setuju dengan PP yang sifatnya menertibkan, namun harus jelas apa yang ditertibkan. "Aa setuju saja agar tertib," tambahnya.
Menurut pimpinan Pesantren Darut Tauhid Bandung ini, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Karenanya, ia tidak menganjurkan jamaahnya untuk beristri lebih dari satu. "Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan," katanya.
Banyak pihak menilai, usulan merevisi UU Perkawinan hanya karena ada tokoh yang berpoligami itu sebagai sikap emosional yang lebih menonjolkan hawa nafsu semata. Menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, "Mereka itu memang tidak bicara atas agama, tapi atas hawa nafsunya. Ajaran Rasulullah tidak sebodoh dan senaif yang mereka tuduhkan, justru Rasul mengangkat derajat kaum wanita yang dinikahinya," tegas dia.
Menurut anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Patrialis Akbar, poligami justru melindungi hak-hak wanita. ''Jika poligami dilarang maka mereka akan menikah sirri (diam-diam). Istrinya jadi istri simpanan yang hak-haknya tidak dijamin. Jika poligami tidak dilarang, hak-hak perempuan dan anak-anaknya akan terjamin,'' tandas anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Dalam Debat di SCTV dengan topik, "Poligami, Siapa Takut?" di Studio SCTV, Rabu (6/12) tadi malam, Yoyoh Yusroh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan, agama Islam membolehkan poligami agar umatnya terhindar dari praktek perzinaan. Karenanya, ia tak keberatan andai suaminya memutuskan untuk berpoligami. Karena poligami justru memuliakan hak perempuan dan anak-anaknya, sedangkan perzinaan merupakan penghinaan terhadap perempuan.
Jadi Fir’aun?
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, meminta Presiden SBY untuk membuka mata hatinya, sehingga tahu mana yang seharusnya dilakukan.
"Pak Presiden jangan buta hatinya. Yang perlu dilarang dan diberantas adalah pelacuran dan perselingkuhan, bukan poligami. Perzinaan itu harus dihukum berat, bila perlu dirajam," demikian kata Habib Rizieq dikutip situs bisnis.com.
"Dalam Islam halal menikahi dua, tiga atau empat perempuan. Kalau sampai Pemerintah melarang poligami, apa SBY mau jadi Fir'aun yang berani menentang Allah?" tantang Habib Rizieq.
Kekecewaan yang dialami Habib juga dirasakan tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakiem. “Ini artinya, zina yang haram difasilitasi Pemerintah, sedangkan poligami yang halal dikriminalisasi, "ujarnya dikutip koran Duta.
Poligami dan Kejantanan
Suara pendukung poligami yang cukup menarik datang dari Ketua Pengurus PBNU, Masdar Farid Mas'udi.
Meski dikenal sebagai tokoh pendukung pemikiran liberal ini, dalam hal poligami ia berpendapat bahwa poligami adalah sesuatu yang natural alias alami sebagai penyeimbang banyaknya supply (jumlah perempuan yang ingin menikah) dengan demand (lelaki yang mampu menjadi suami).
“Jumlah perempuan selalu lebih besar dibanding lelaki yang layak menjadi suami. Poligami akan memperkecil ketidakseimbangan itu, “ ujar Masdar.
Menurutnya, sebagaimana dikutip koran Duta Masyarakat, Kamis (7/12), semua yang jantan diciptakan dengan bakat poligami. “Meski begitu, tidak hanya menguntungkan lelaki. Lembaga poligami justru untuk memenuhi hajat hidup dan hal reproduksi perempuan, “ ujarnya.
Seharusnya yang dilakukan pemerintah, kata Masdar, mendorong terjadinya poligami yang bertanggungjawab ketimbang mengkriminalisasikannya yang hanya akan memperbanyak monogami liar dan perselingkuhan yang menghinakan kaum perempuan.
Jika Jalan Terus
Jika Pemerintah SBY tetap jalan terus, melarang poligami dan membiarkan perzinaan, maka akan terulang kisah di sebuah negara sekuler di Afrika, seperti yang diceritakan Syaikh Abdul Halim Mahmud. Dikisahkan, ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubung negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah.
Rupanya, intelejen sempat mencium adanya pernikahan itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya.
Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam.
Mendengar pengakuannya, kontan saat itu juga pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. Ingin seperti itu? [Cholis Akbar/Hidayatullah.com]
Poligami & Poliandri
GUGATAN cerai Dewi Yull akhirnya dikabulkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Alasan perceraian itu karena ia tidak bisa menerima konsep poligami suaminya. Salahkah tindakan Dewi Yull tidak bisa menerima konsep poligami? Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami dalam Islam?
PARA ulama klasik dari kalangan mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) berpendapat, berdasarkan QS.4:3 pria muslim dapat menikahi empat perempuan. Tafsir ini telah mendominasi nalar seluruh umat Islam. Tetapi, ulama seperti Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu.
Baginya diperbolehkannya poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam muncul dan berkembang. Pertama, saat itu jumlah pria sedikit dibandingkan dengan jumlah wanita akibat mati dalam peperangan antara suku dan kabilah. Maka sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua, saat itu Islam masih sedikit sekali pemeluknya. Dengan poligami, wanita yang dinikahi diharapkan masuk Islam dan memengaruhi sanak-keluarganya. Ketiga, dengan poligami terjalin ikatan pernikahan antarsuku yang mencegah peperangan dan konflik.
Kini, keadaan telah berubah. Poligami, papar Abduh, justru menimbulkan permusuhan, kebencian, dan pertengkaran antara para istri dan anak. Efek psikologis bagi anak-anak hasil pernikahan poligami sangat buruk: merasa tersisih, tak diperhatikan, kurang kasih sayang, dan dididik dalam suasana kebencian karena konflik itu. Suami menjadi suka berbohong dan menipu karena sifat manusia yang tidak mungkin berbuat adil. Pada akhir tafsirnya, Abduh mengatakan dengan tegas poligami haram qat’i karena syarat yang diminta adalah berbuat adil, dan itu tidak mungkin dipenuhi manusia. (lihat Muhammad Rasyîd Ridâ, Tafsir al-Manâr, Dâr al-Fikr, tt, jilid IV, hlm 347-350).
Pernyataan Abduh kembali ditegaskan dalam fatwanya tentang hukum poligami yang dimuat di majalah al-Manâr edisi 3 Maret 1927/29 Sya’ban 1345, Juz I, jilid XXVIII, yaitu poligami hukumnya haram. Adapun QS. 4:3 bukan menganjurkan poligami, tetapi justru sebaliknya harus dihindari (wa laysa fî zâlika targhîb fî al-ta’dîd bal fîhi tabghîd lahu).
Mantan Syeikh Al-Azhar ini menjelaskan tiga alasan haramnya poligami. Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan hampir mustahil, sebab Allah sudah jelas mengatakan dalam QS.4:129 bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil. Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologis anak-anak dari hasil pernikahan poligami. Mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.
Pada akhir fatwanya ia meminta para hakim, ulama, dan pemerintah agar melarang poligami (lihat Muhammad ‘Abduh dalam al-A’mâl al-Kâmilah Lilimâm al-Syeikh Muhammad ‘Abduh, (ed.) Muhammad ‘Imârah, Kairo:Dâr al-Syurûk, 1993, Jilid II, hlm 88-93, lihat juga hlm 76-87).
Abduh menjelaskan hanya Nabi Muhammad saja yang dapat berbuat adil sementara yang lain tidak, dan perbuatan yang satu ini tak dapat dijadikan patokan sebab ini kekhususan dari akhlak Nabi kepada istri-istrinya. ‘Abduh membolehkan poligami hanya kalau istri itu mandul. Fatwa dan tafsiran Abduh tentang poligami membuat hanya dialah satu-satunya ulama di dunia Islam yang secara tegas mengharamkan poligami.
ULAMA asal Mesir yang pernah mengecap pendidikan di Paris ini juga melihat poligami adalah praktik masyarakat Arab pra-Islam. Dr Najmân Yâsîn dalam kajian mutakhirnya tentang perempuan pada abad pertama Hijriah (abad ketujuh Masehi) menjelaskan memang budaya Arab pra-Islam mengenal institusi pernikahan tak beradab (nikâh al-jâhili) di mana lelaki dan perempuan mempraktikkan poliandri dan poligami. Pertama, pernikahan sehari, yaitu pernikahan hanya berlangsung sehari saja.
Kedua, pernikahan istibdâ’ yaitu suami menyuruh istri digauli lelaki lain dan suaminya tidak akan menyentuhnya sehingga jelas apakah istrinya hamil oleh lelaki itu atau tidak. Jika hamil oleh lelaki itu, maka jika lelaki itu bila suka boleh menikahinya. Jika tidak, perempuan itu kembali lagi kepada suaminya. Pernikahan ini dilakukan hanya untuk mendapat keturunan.
Ketiga, pernikahan poliandri jenis pertama, yaitu perempuan mempunyai suami lebih dari satu (antara dua hingga sembilan orang). Setelah hamil, istri akan menentukan siapa suami dan bapak anak itu.
Keempat, pernikahan poliandri jenis kedua, yaitu semua lelaki boleh menggauli seorang wanita berapa pun jumlah lelaki itu. Setelah hamil, lelaki yang pernah menggaulinya berkumpul dan si anak ditaruh di sebuah tempat lalu akan berjalan mengarah ke salah seorang di antara mereka, dan itulah bapaknya.
Kelima pernikahan-warisan, artinya anak lelaki mendapat warisan dari bapaknya yaitu menikahi ibu kandungnya sendiri setelah bapaknya meninggal.
Keenam, pernikahan-paceklik, suami menyuruh istrinya untuk menikah lagi dengan orang kaya agar mendapat uang dan makanan. Pernikahan ini dilakukan karena kemiskinan yang membelenggu, setelah kaya perempuan itu pulang ke suaminya. Ketujuh, pernikahan-tukar guling, yaitu suami-istri mengadakan saling tukar pasangan.
Praktik pernikahan Arab pra-Islam ini ada yang berlangsung hingga masa Nabi, bahkan hingga masa Khulafâ al-Rashidîn (lihat Najmân Yâsîn, al-Islâm Wa al-Jins Fî al-Qarn al-Awwal al-Hijri, Beirut: Dâr ‘Atiyyah, 1997, h. 24-28).
Poligami yang termaktub dalam QS.4:3 adalah sisa praktik pernikahan jahiliah sebagaimana disebutkan di atas. Oleh karenanya tepat kiranya Thaha Husayn menyatakan dalam bukunya Fi Syi’r al-Jâhili yang menggemparkan dunia Arab tahun 1920-an hingga dia dipecat sebagai dosen Universitas Kairo, bahwa Al Quran adalah cermin budaya masyarakat Arab jahiliyyah (pra-Islam) (Dâr al-Ma’ârif, Tunisia, tt, h. 25-33). Fakta sosialnya ialah perempuan kala itu dalam kondisi terpinggirkan, kurang menguntungkan dan menyedihkan, dan Al Quran merekamnya melalui teks-teksnya yang masih dapat kita baca saat ini. Dalam hal poligami, Al Quran merekam praktik tersebut sebab poligami adalah realitas sosial masyarakat saat itu.
Oleh karenanya QS 4:3 harus dilihat sebagai ayat yang belum selesai, sebab Al Quran adalah produk sejarah yang tak bisa luput dari konteks sosial, budaya, dan politik masyarakat Arab di Hijaz saat itu. Al Quran sesungguhnya respons Allah terhadap berbagai persoalan umat yang dihadapi Muhammad kala itu. Sebagai respons, tentu Al Quran menyesuaikan dengan keadaan setempat yang saat itu diisi budaya kelelakian yang dominan.
Untuk menurunkan ajaran etik, moral, maupun hukum, Al Quran membutuhkan waktu dan proses. Ambil contoh larangan meminum khamr, Al Quran membutuhkan waktu hingga tiga kali. Dalam masalah poligami pun demikian. Poligami hanya hukum yang berlaku sementara saja dan untuk tujuan tertentu saja, yaitu pada masa Nabi (lihat Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Quran, Bandung: Pustaka, 1996, hlm 68-70). Al Quran membutuhkan waktu untuk mencapai tujuan yang sebenarnya yakni monogami.
Penulis setuju dengan Mahmoud Mohamed Thaha, ulama Sudan yang dihukum mati pemerintahan Numeiri, bahwa poligami akhirnya merupakan tahapan perkembangan transisional untuk membawa kesetaraan lelaki dan perempuan (lihat Mahmoud Mohamed Thaha, The Second Message of Islam: Syari’ah Demokratik, Surabaya: Elsad, 1996, hlm 204-206).
Sehingga FATWA dan tafsir Abduh di atas dipegang Presiden Tunisia Bourguiba pada tahun 1956 untuk mensahkan undang-undang (UU) yang melarang poligami. Tunisia adalah satu-satunya negara Muslim yang melarang poligami sekarang ini. Namun, Turki saat pemerintahan Musthafa Kemal Ataturk pada tahun 1926 juga melarang poligami.
UU Tunisia yang tegas dan sangat berani melarang poligami tidak diikuti negara lain. Justru sebaliknya, hampir semua negara Muslim di dunia melegalisasi poligami, seperti di Yaman Selatan (1974), Siria (1953), Mesir (1929), Maroko (1958), Pakistan (1961), dan negara Muslim lain (lihat Olivier Carré, L’Islam Laïque ou le retour à la Grande Tradition, Paris: Armand Collin, 1993, hlm 110-113). Lalu di manakah posisi Indonesia berkaitan dengan poligami itu?
UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan poligami dengan syarat atas izin istri pertama. UU ini diperkuat dengan keluarnya UU RI No 7/1989 tentang Pengadilan Agama, khususnya Pasal 49 yang mengatakan pengadilan agama menangani masalah perkawinan (seperti mengurusi poligami) dan lainnya. Kompilasi Hukum Islam semakin memperjelas kebolehan poligami di Indonesia.
PERTANYAAN : Apakah benar bahwa menikah lebih dari satu (poligami) tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang di bawah tanggung jawabannya terdapat anak yatim dan ia khawatir tidak bisa berlaku adil …
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz ditanya:
Sebagian orang berkata bahwa menikahi lebih dari satu istri tidak disyariatkan kecuali bagi orang yang memegang tanggung jawab atas anak-anak yatim perempuan dengan berdalil firman Allah Ta’ala :
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. ” (An-Nisaa’: 3)
Kami mengharap dari Fadhilatusy Syaikh penjelasan yang sebenarnya dari permasalahan tersebut.
JAWABAN :
Ini pendapat yang batil (salah).
Makna ayat yang mulia tersebut adalah, bila di bawah pemeliharaan salah seorang dari kalian terdapat seorang perempuan yatim, lalu ia khawatir jika menikahinya tidak bisa memberikan mahar yang sebanding, maka hendaknya ia mencari (wanita) yang lain. Karena sesungguhnya wanita itu banyak dan Allah tidak menjadikannya sempit (terbatas).
Ayat tersebut menunjukkan disyariatkannya menikahi wanita dengan jumlah dua, tiga, atau empat karena hal tersebut lebih sempurna di dalam memelihara (bagi suami), baik terhadap syahwat maupun pandangan matanya.
Juga karena hal tersebut merupakan sebab memperbanyak keturunan, menjaga kehormatan wanita, berbuat baik kepada mereka, dan memberikan nafkah kepada mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa wanita yang memiliki hak setengah dari suami (karena suami memiliki dua istri), atau sepertiga atau seperempat (karena ada 3 atau 4 istri), itu lebih baik daripada wanita yang tidak memiliki suami. Akan tetapi dengan syarat harus ada keadilan dan kemampuan.
Bagi yang khawatir tidak bisa berbuat adil, maka mencukupkan diri dengan satu istri bersama dengan yang dimiliki berupa budak perempuan. Ini semua ditunjukkan dan ditegaskan dengan perbuatan Nabi dimana beliau ketika meninggal dunia masih memiliki 9 istri, sementara Allah Ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (Al-Ahzab: 21)
Namun beliau telah menjelaskan kepada umatnya bahwa tidak boleh bagi seorang pun dari umatnya dalam satu waktu memiliki lebih dari 4 istri.
Disimpulkan dari hal tersebut bahwa meniru Nabi di sini dengan cara menikahi empat istri atau kurang dari itu. Adapun lebih dari itu maka merupakan kekhususan bagi Nabi Shalallahu’alaihi wassallam.
(Lihat Fatawa Mar’ah 2/61. )
PERTANYAAN : Apakah Surat An-Nisaa’ ayat 129 telah menghapus hukum Surat An-Nisaa’ ayat 3 (Tentang keharusan berbuat Adil) ?
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya:
Di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang poligami yang menyebutkan:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An-Nisaa’: 3)
Juga firman Allah dalam ayat lain:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. ” (An-Nisaa’: 129)
Pada ayat pertama disyaratkan untuk adil di dalam hal menikah lebih dari satu istri dan pada ayat kedua dijelaskan bahwa syarat untuk berbuat adil itu tidak akan mungkin dilakukan. Maka apakah ayat kedua itu menghapus hukum dari ayat pertama yang berarti tidaklah pernikahan itu melainkan hanya dengan satu istri karena syarat adil tidak mungkin bisa dilakukan?
Berilah kami pengetahuan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
JAWABAN :
Tidak ada pertentangan di dalam dua ayat tersebut dan tidak pula ada penghapusan hukum oleh salah satu dari kedua ayat tersebut terhadap yang lainnya.
Perbuatan adil yang diperintahkan adalah yang sesuai kemampuan, yaitu adil di dalam pembagian waktu bermalam dan pemberian nafkah.
Sedangkan adil dalam masalah cinta dan hal-hal yang berkaitan dengannya seperti perbuatan intim dan sejenisnya, maka hal ini tidak ada kemampuan. Permasalahan tersebut yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta’ala :
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.” (An-Nisaa’: 129)
Oleh karena itu telah kuat riwayat hadits dari Nabi pada riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, ia berkata:
“Beliau biasa membagi hak diantara istri-istrinya lalu beliau berdoa: ‘Ya Allah, inilah usahaku membagi terhadap apa yang aku mampu, maka janganlah Engkau cela aku terhadap apa yang Engkau mampu sedangkan aku tidak mampu. ” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi, An-Nasal, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan- AlHakim)
PERTANYAAN : Apakah disyaratkan adanya ridha istri pertama di dalam berpoligami ?
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta ditanya:
Tidak diragukan lagi bahwa Islam membolehkan adanya poligami, maka apakah diharuskan bagi suami untuk meminta keridhaan istri pertama sebelum menikahi istri kedua?
JAWABAN :
Tidak wajib bagi suami bila ingin menikah dengan istri kedua harus ada keridhaan istri pertama.
Akan tetapi termasuk dari akhlak yang baik dan pergaulan yang harmonis untuk menjadikan senang hati istri pertama dengan cara meringankan baginya hal-hal yang bisa menyakitkan, yang ini termasuk dari tabiat wanita dalam permasalahan poligami.
Caranya yaitu dengan wajah yang berseri-seri, ucapan yang manis, dan dengan hal-hal yang bisa memudahkan keadaan, seperti pemberian sejumlah barang untuk mendapatkan ridhanya. (Majalah Al Buhuts Al Islamiyyah 2/67)
(Sumber : Fatwa-Fatwa Ulama Ahlus Sunnah seputar Pernikahan. Penerbit Qaulan Karima Purwakerta. Terjemah kitab : Fatawa Al Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah. Bab Nikah Wathalaq. Penterjemah : Abu Abdirrahman Muhammad bin Munir. Cet. I Okt. 2005)
Poligami dari Tinjauan Ekonomi
Pak Suyudi bisa buka dua artikel :
1. dari salafi, yg mengatakan bahwa poligami adalah sunnah [syaikh abdul
azis bin baz, mufti saudi]
2. dari pks, yg mengatakan bahwa poligami adalah wajib [syamsul balda, ketua
bidang ekonomi DPP PKS]
Gimana kalo yang ngomong wajib
PeKa Online-Jakarta, Ketua Departemen Ekonomi DPP Partai Keadilan, H.
Syamsul Balda, SE. MM. MBA. MSc. menegaskan, nash tentang poligami sudah
jelas. Tidak ada khilaf (perbedaan pendapat) dalam masalah ini.
Nash terkait poligami ini antara lain terdapat dalam Al-Qur'an surat
An-Nisaa ayat 3 yang menyebutkan: "Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."
Menurut ayat itu perintahnya adalah menikahi 2, 3, atau 4 wanita (poligami).
Kalau tidak mampu baru satu (monogami). Jadi, satu itu darurat.
Pada ayat tersebut juga disebutkan: ".maka nikahilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi.". Secara eksplisit disebutkan "yang kamu senangi". Jadi
dasar dari pernikahan (termasuk poligami) itu adalah adanya rasa suka. Tidak
cukup hanya dengan melihat foto. Tidak boleh ibarat beli kucing dalam
karung.
Ini baru ditinjau dari aspek Al-Qur'an. Dari tinjauan lain seperti aspek:
sirah, kauni, kuantitas, biologis, sosial dan ekonomi memungkinkan juga
untuk dilakukan poligami.
Bagaimana poligami ditinjau dari aspek-aspek di atas ? Simak lanjutan
bincang-bincang PeKa Online dengan Anggota Komisi IX DPR RI tersebut berikut
ini.
Tanya: Aspek sirah ?
Jawab: Nabi (Muhammad SAW), istrinya lebih dari satu. Para sahabat, istrinya
lebih dari satu. Susah mencari sahabat yang istrinya hanya satu.
Tanya: Aspek kauni ?
Jawab: Data dan fakta menunjukkan bahwa jumlah wanita lebih besar ketimbang
pria. Di Indonesia, perbandingannya: 55% wanita dan 45% pria. Kalau semua
lelaki hanya memiliki satu istri maka akan ada kelebihan: 10% x 200 juta.
Berarti 20 juta wanita tidak menikah. Hitungan sederhananya demikian.
Di negara-negara lain juga sama. Di Filipina perbandingannya 3 : 1, Timur
Tengah (2,5 : 1), Eropa (2 : 1) dan Amerika (1,7 : 1).
Pendeknya, di seluruh dunia, jumlah wanita lebih banyak ketimbang lelaki.
Dengan demikian harus dibuka peluang poligami untuk menyelamatkan
(kelebihan) wanita-wanita ini.
Tanya: Dari aspek kuantitas ?
Jawab: Peperangan terjadi di mana-mana. Yang terbunuh kebanyakan lelaki.
Akibatnya banyak janda. Siapa yang akan menyelamatkan janda-janda ini.
Mereka kan. harus diselamatkan.
Tanya: Dari aspek biologis ?
Jawab: ada perbedaan yang sifatnya kodrati antara pria dan wanita. Dari
aspek seksualitas, lelaki lebih mudah terstimulasi katimbang wanita dan
frekuensi sering munculnya libido lebih sering lelaki. Lelaki, hanya melalui
pendengaran dan penglihatan bisa muncul libidonya. Ada yang hanya melihat
betis, wajah, leher, mata, mendengar suara kemudian terangsang dan
selanjutnya bangkit gairahnya.
Ketika sewaktu-waktu sang istri berhalangan, misal karena nifas selama 45
hari atau karena halangan lain, sementara sang suami tidak mampu menahan
hasratnya ? Kan. repot, bisa-bisa dia 'jajan'.
Dalam kondisi ini harus ada aktivitas kompensasi. Salahsatu solusinya
poligami. Bila istri pertama berhalangan, ia bisa menyalurkannya ke istrinya
yang lain. Ini sah dan halal.
Tanya: Dari aspek sosial ?
Jawab: Dalam kehidupannya, bisa jadi suatu saat seorang lelaki mengalami
kejenuhan. Dampaknya, malas 'mendatangi' istrinya. Jika tidak memiliki iman
yang kuat, bisa-bisa ia melampiaskannya ke wanita lain.
Indikasi ini terlihat dari maraknya perselingkungan sehingga muncul istilah
WIL (wanita idaman lain) dan PIL (pria idaman lain). Dampaknya, terjadi
kerusakan sosial.
Poligami 'diharamkan' tetapi membudayakan hidup tanpa ikatan pernikahan.
Salahsatu solusi untuk meredam penyakit sosial ini adalah dengan mempermudah
menikah lagi. Dengan 2, 3 atau 4 istri, bisa mengurangi kejenuhan.
Tanya: Dari aspek ekonomi ?
Jawab: Seorang bujangan datang kepada Khalifah Abubakar RA. Ia mengeluhkan
kehidupannya yang miskin. Abubakar menyarankan: "Menikahlah kamu". Beberapa
waktu kemudian orang itu datang lagi dan tetap mengeluh miskin sekalipun
sudah menikah. Abubakar kemudian menyarankan untuk menikah lagi. Saran ini
dilaksanakan tetapi ia tetap miskin. Ia datang lagi dengan membawa pengaduan
serupa. Abubakar tetap menyarankan untuk menikah lagi.
Untuk yang ketiga kalinya, ia menjalankan saran tersebut. Tidak berapa lama
kemudian ia datang lagi kepada Abubakar. Ia melapor: "Sekarang saya sudah
kaya".
Tanya: Dalam realisasinya, semudah itukah ?
Jawab: Jelas tidak. Tentu harus dibarengi dengan usaha yang optimal. Usaha
untuk menafkahi 2 istri tentu harus lebih giat. Kalau ia giat, Allah akan
memberikan imbalan lebih.
Tanya: Disamping hal-hal diatas, bisakah anda menyebutkan semacam
rambu-rambu poligami ?
Jawab: Adil merupakan syarat mutlak dari poligami. Di akhirat nanti, mereka
yang tidak mampu berbuat adil akan menghadap Allah dengan 'semper' (miring
sebelah). Karena itu harus hati-hati.
Adil adalah aspek lahiriah menyangkut pemenuhan kebutuhan biologis dan
materi. Bukan kecenderungan cinta. Kalau soal kecenderungan cinta,
Rasulullah selalu mengingat Siti Khadijah sekalipun sudah meninggal sehingga
menimbulkan kecemburuan pada istri-istrinya yang lain.
Adil dalam aspek lahiriah bukan berarti sama rata sama rasa melainkan
proporsional. Tentu berbeda jatah untuk istri yang punya 5 anak dengan yang
tidak punya anak. (jos)
PeKa Online-Jakarta, Ketua DPP PK Bidang Kebijakan Publik Dr. Irwan Prayitno
sependapat dengan yang lainnya bahwa poligami itu diperbolehkan dalam
Syari'at Islam, dalilnya tidak usah diperdebatkan lagi. Namun realisasinya,
tergantung masing-masing. Bagi yang mau dan siap, silahkan melakukannya.
Bagaimana komentarnya lebih lanjut ? Simak bincang-bincang PeKa Online
dengan bapak 8 anak yang juga Ketua Komisi VIII DPR RI ini.
Tanya: Bisa memberikan komentar dari sudut pandang politik ?
Jawab: Di satu sisi, banyak istri dan banyak anak berarti banyak konstituen.
Tetapi di sisi lain masyarakat belum siap. Citra poligami kurang baik
terutama di mata wanita. Pada Pemilu lalu, pemilih wanita lebih dari 50%.
Karena itu harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan politik menyangkut
masalah ini. Harus mempertimbangkan secara matang segala aspeknya, termasuk
reaksi dari masyarakat.
Tanya: Jadi untuk saat ini para pejabat di Partai Keadilan sebaiknya tidak
berpoligami dulu ?
Jawab: Itu kan.. kesimpulan anda
Tanya: setuju tidak dengan kesimpulan itu ?
Jawab: Kita (pejabat PK) ini publik figur. Fakta di lapangan, masyarakat
umum terutama wanita belum bisa menerima poligami. Itu saja.
Tanya: Masyarakat Partai Keadilan, bagaimana penerimaannya ?
Jawab: Tanggapan masyarakat PK, positif. PK memiliki konstituen yang bisa
mendukung diterapkannya poligami. Namun realisasinya, terletak pada kesiapan
para kader PK sendiri.
Tanya: Pendapat bahwa masyarakat PK mendukung poligami itu dasarnya apa ?
Jawab: Dasarnya adalah teori bahwa konstituen PK adalah ummat Islam yang
taat. Sebagai ummat Islam yang ta'at semestinya bisa menerima poligami
karena poligami merupakan salahsatu syari'at Islam. Tetapi memang, dalam
realisasinya bisa jadi tidak demikian. (jos)
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=691&bagian=0
POLIGAMI ITU SUNNAH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah berpoligami
itu mubah di dalam Islam ataukah sunnah ?
Jawaban.
Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu,
karena firmanNya.
"Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilama kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" [An-Nisa :
3]
Dan praktek Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
itu sendiri, dimana beliau mengawini sembilan wanita
dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi
ummat ini. Yang demikian itu (sembilan istri) adalah
khusus bagi beliau, sedang selain beliau dibolehkan
berpoligami tidak lebih dari empat istri. Berpoligami
itu mengandung banyak maslahat yang sangat besar bagi
kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara
keseluruhan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai
oleh semua pihak, tunduknya pandangan (ghaddul
bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang
banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan
dan kebaikan para istri dan melindungi mereka dari
berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan.
Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut
kalau tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya cukup
kawin dengan satu istri saja, karena Allah berfirman.
"Artinya : Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja".
[An-Nisa : 3]
Semoga Allah memberi taufiq kepada segenap kaum
Muslimin menuju apa yang menjadi kemaslahatn dan
kesalamatan bagi mereka di dunia dan akhirat.
[Majalah Al-Balagh, edisi 1028 Fatwa Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi
Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal
394-395 Darul Haq]
HUKUM ASALNYA ADALAH POLIGAMI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Apakah hukum asal
di dalam perkawinan itu poligami ataukah monogamy ?
Jawaban.
Hukum asal perkawinan itu adalah poligami (menikah
lebih dari satu istri) bagi laki-laki yang mampu dan
tidak ada rasa kekhawatiran akan terjerumus kepada
perbuatan zhalim. (Yang demikian itu diperbolehkan)
karena mengandung banyak maslahat di dalam memelihara
kesucian kehormatan, kesucian kehormatan wanita-wanita
yang dinikahi itu sendiri dan berbuat ihsan kepada
mereka dan memperbanyak keturunan yang dengannya ummat
Islam akan menjadi banyak dan makin banyak pula orang
yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala semata.
Dalil poligami itu adalah firman Allah.
"Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya" [An-Nisa :
3]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
mengawini lebih dari satu istri, dan Allah Subhnahu wa
Ta'ala telah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu"
[Al-Ahzab ; 21]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
bersabda setelah ada beberapa orang sahabat yang
mengatakan : "Aku akan selalu shalat malam dan tidak
akan tidur". Yang satu lagi berkata : "Aku akan
terus berpuasa dan tidak akan berbuka". Yang satu
lagi berkata : "Aku tidak akan mengawini wanita".
Tatkala ucapan mereka sampai kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam, beliau langsung berkhutbah di
hadapan para sahabatnya, seraya memuji kepada Allah
kemudian beliau bersabda.
"Artinya : Kaliankah tadi yang mengatakan "begini
dan begitu ?!". Demi Allah, aku adalah orang yang
paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling
bertaqwa kepadaNya. Sekalipun begitu, aku puasa dan
aku juga berbuka, aku shalat malam tapi akupun tidur,
dan aku mengawini wanita. Barangsiapa yang tidak suka
kepada sunnahku ini, maka ia bukan dari (umat)ku"
[Riwayat Al-Bukhari]
Ini adalah ungkapan luar biasa dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mencakup satu istri
dan lebih. Wabillahittaufiq.
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi
Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal
392-394 Darul Haq]
===
Ibu Musdah Mulia adalah termasuk motor penggerak yang bukan saja anti
poligami, tapi juga penganjur kawin campur (agama), bahkan beberapa
waktu yang lalu pernah membuat satu koreksi total mengenai UU
perkawinan 1974 yang akan diajukan ke Menag (Said Agil)diantaranya
agar perempuan bisa menjadi wali bagi dirinya sendiri.
Musdah Mulia bukan anti poligami secara fiqih atau secara hukum ; tapi
ANTI POLIGAMI sebagai LIFESTYLE. Sebagai bentuk perlawanan terhadap
ustadz2 patriakh yang mengkampanyekan poligami sebagai lifestyle.
yang pertama membolehkan perempuan jadi wali (dalam nikah) bagi dirinya
sendiri adalah Imam Hanafi, atau Nu'man ibn Thabit, dijuluki juga Imam
'a - adham (Imam Terbesar). Siapa saja boleh mengambil mazhab yang
sesuai. Yang tidak boleh adalah MENCAMPUR MAZH
KERIDHAAN ISTRI TIDAK MENJADI SYARAT DI DALAM PERNIKAHAN KEDUA
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya seorang lelaki yang telah
lama menikah dan mempunyai beberapa anak, dan saya bahagia dalam
kehidupan berkeluarga, akan tetapi saya merasa sedang membutuhkan
istri satu lagi, sebab saya ingin menjadi orang yang istiqomah,
sedangkan istri satu bagi saya tidak cukup, karena saya mempunyai
kemampuan melebihi kemampuan istri. Dan dari sisi lain, saya
menginginkan istri yang mempunyai kriteria khusus yang tidak dimiliki
oleh istri saya yang ada ; dan oleh karena saya tidak ingin
terjerumus di dalam hal yang haram, sedangkan di dalam waktu yang
sama saya mendapat kesulitan untuk menikah dengan perempuan lain
karena masalah usyrah (hubungan keluarga) dan juga karena istri saya,
saya mendapatkan hal yang tidak mengenakkan darinya, ia menolak
secara membabi buta kalau saya menikah lagi. Apa nasehat Syaikh
kepada saya ? Apa pula nasehat Syaikh bagi istri saya agar ia
menerima ? Apakah ia berhak menolak keinginan saya untuk menikah
lagi, padahal saya akan selalu memberikan hak-haknya secara utuh dan
saya mempunyai kemampuan material أ¢â‚¬"alhamdulillah- untuk menikah
lagi ? Saya sangat berharap jawabannya secara terperinci, karena
masalah ini penting bagi kebanyakan orang.
Jawaban.
Jika realitasnya seperti apa yang anda sebutkan, maka boleh anda
menikah lagi untuk yang kedua, ketiga dan keempat sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan anda untuk menjaga kesucian kehormatan dan
pandangan mata anda, jikalau anda memang mampu untuk berlaku adil,
sebagai pengamalan atas firman Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilama kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi ; dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang sajaأ¢â‚¬آ [An-Nisa : 3]
Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang
mempunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih
menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji ; dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa
dapat menjadi benteng baginyaأ¢â‚¬آ [Muttafaq أ¢â‚¬ثœAlaih]
Menikah lebih dari satu juga dapat menyebabkan banyak keturunan,
sedangkan Syariat Islam menganjurkan memperbanyak anak keturunan,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih sayang lagi subur
(banyak anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi umat-umat yang
lain dengan bilangan kalian pada hari kiamat kelakأ¢â‚¬آ [Riwayat Ahmad
dan Ibnu Hibban]
Yang dibenarkan agama bagi seorang istri adalah tidak menghalang-
halangi suaminya menikah lagi dan bahkan mengizinkannya. Kepada
penanya hendaknya berlaku adil semaksimal mungkin dan melaksanakan
apa yang menjadi kewajibannya terhadap mereka berdua. Semua hal
diatas adalah merupakan bentuk saling tolong menolong di dalam
kebaikan dan ketaqwaan. Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala telah berfirman.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan saling tolong menolong kamu di dalam kebajikan dan
taqwaأ¢â‚¬آ [Al-Maidah : 2]
Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan Allah akan menolong seorang hamba selagi ia suka
menolong saudaranyaأ¢â‚¬آ [Riwayat Imam Muslim]
Anda adalah saudara seiman bagi istri anda, dan istri anda adalah
saudara seiman anda. Maka yang benar bagi anda berdua adalah saling
tolong menolong di dalam kebaikan. Dalam sebuah hadits yang
muttafaq أ¢â‚¬ثœalaih bersumber dari Ibnu Umar Radhiyallahu أ¢â‚¬ثœanhuma
bahwasanya Nabi Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam telah bersabda.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Barangsiapa yang menunaikan keperluan saudaranya, niscaya
Allah menunaikan keperluannyaأ¢â‚¬آ
Akan tetapi keridhaan istri itu bukan syarat di dalam boleh atau
tidaknya poligami (menikah lagi), namun keridhaannya itu diperlukan
agar hubungan di antara kamu berdua tetap baik. Semoga Allah
memperbaiki keadaan semua pihak dan semoga Dia mencatat bagi kamu
berdua kesudahan yang terpuji. Amin.
[Fatwa Ibnu Baz : Majalah Al-Arabiyah, edisi 168]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syarأ¢â‚¬â„¢iyyah Fi Al-Masaأ¢â‚¬â„¢il Al-
Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Terkini, hal 428-430 Darul Haq]
TIDAK ADA KONTRADIKSI DI DALAM AYAT POLIGAMI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Di dalam Al-Qurأ¢â‚¬â„¢an ada satu ayat
suci yang berbicara tentang poligami yang mengatkan.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang sajaأ¢â‚¬آ [An-Nisa : 3]
Dan pada ayat yang lain Allah berfirman.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikianأ¢â‚¬آ
[An-Nisa ; 129]
Pada ayat yang pertama tadi dinyatakan bahwa berpoligami itu dengan
syarat adil, sedangkan pada ayat yang kedua dijelaskan bahwa adil
yang menjadi syarat berpoligami itu tidak mungkin tercapai. Apakah
ini berarti bahwa ayat yang pertama di-nasakh (dihapus hukumnya) dan
tidak boleh menikah lebih dari satu, sebab syarat harus adil tidak
mungkin tercapai ? Kami mohon penjelasannya, semoga Allah membalas
kebaikan syaikh.
Jawaban.
Tidak ada kontradiksi antara dua ayat tadi dan juga tidak ada nasakh
ayat yang satu dengan yang lain, karena sesungguhnya keadilan yang
diperintahkan di dalam ayat itu adalah keadilan yang dapat dilakukan,
yaitu adil dalam pembagian muأ¢â‚¬â„¢asyarah dan memberikan nafkah. Adapun
keadilan dalam hal mecintai, termasuk didalamnya masalah hubungan
badan (jimaأ¢â‚¬â„¢) adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang
dimaksud dari firman Allah Subhanahu wa Taأ¢â‚¬â„¢ala.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikianأ¢â‚¬آ
[An-Nisa ; 129]
Oleh karena itulah ada hadits Nabi yang bersumber dari riwayat Aisyah
Radhiyallahu anha. Beliau berkata.
أ¢â‚¬إ“Artinya : Rasulullah Shallallahu أ¢â‚¬ثœalaihi wa sallam melakukan
pembagian (di antara istri-istrinya) dan beliau berlaku adil, dan
beliau berdoأ¢â‚¬â„¢a : أ¢â‚¬ثœYa Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku,
maka janganlah Engkau mencercaku di dalam hal yang mampu Engkau
lakukan dan aku tidak mampu melakukannyaأ¢â‚¬آ [Diriwayatkan oleh Abu
Daud, At-Timidzi, An-Nasaأ¢â‚¬â„¢i, Ibnu Majah dan dinilai Shahih oleh Ibnu
Hibban dan Al-Hakim]
[Fatawal Marأ¢â‚¬â„¢ah, hal.62 oleh Syaikh Ibnu Baz]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syarأ¢â‚¬â„¢iyyah Fi Al-Masaأ¢â‚¬â„¢il Al-
Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-
Fatwa Terkini, hal 435-436 Darul Haq]
Poligami Dilarang, Perzinaan Dibebaskan
Rencana Pemerintah merevisi UU Perkawinan ditanggapi keras kalangan Muslim. Banyak yang menilai, usulan ini bukan atas dasar agama, tapi atas hawa nafsunya.
Menurut sejumlah sumber, dai kondang Abdullah Gymnastiar, alias Aa Gym, telah menikah lagi sejak tiga bulan silam. Sedangkan Maria Eva, perempuan yang berselingkuh dengan Yahya Zaini, mengaku bahwa perzinaan yang mereka lakukan berlangsung pada tahun 2004. Namun atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kedua berita itu sama-sama baru tersiar ke masyarakat pada awal Desember 2006 ini. Nampaknya Allah memang telah merekayasa demikian, untuk memperlihatkan bagaimana reaksi bangsa ini menanggapi poligami dan perzinaan. Mana yang pilih madu dan mana pula yang pilih racun.
Seperti diketahui, setelah Aa Gym melakukan jumpa pers dan mengakui bahwa ia memang telah menikah lagi, mendadak sontak banyak perempuan yang bereaksi negatif. Tak cuma para aktivis gerakan feminisme, para ibu-ibu peserta pengajian Aa Gym, banyak yang mengutarakan kekecewaan dan kecamannya.
Nursyahbani Katjasungkana misalnya. Aktivis gerakan perempuan yang juga anggota Komisi III DPR dari FKB menyatakan mendukung gerakan penandatanganan Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG), yakni kelompok yang kecewa Aa Gym menikah lagi.
''Sebagai kaum perempuan, kami tentu saja ikut sakit hati, poligami dengan alasan apa pun telah menyakiti hati kaum perempuan, " ujar Nursyahbani kepada wartawan.
Revisi PP No. 10/1983
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, juga ikut uring-uringan. Selasa (5/12), bersama-sama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Nazaruddin Umar keduanya menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna membicarakan PP10/1983 tentang pembatasan poligami. Dia ingin pembatasan itu tidak hanya bagi PNS dan anggota TNI/Polri, tapi juga berlaku bagi pejabat negara dan pegawai swasta.
Kepada wartawan Meutia mengungkapkan, Presiden menyatakan keprihatinannya dengan kasus poligami yang diterapkan tokoh masyarakat itu. Karena itu, Presiden, kata dia menyetujui untuk memperluas aturan itu. "Presiden mempunyai moral obligation (terikat secara moral) buat memperhatikan masyarakatnya," kata Meutia.
Kata Meutia, ide revisi PP 10/1983 ini, karena adanya keresahan masyarakat . "Titik tolaknya adalah keresahan masyarakat, terutama perempuan yang merasa tak diperlakukan tidak adil dalam perkawinan," ujarnya.
Poligami Liar
Anehnya, Meutia dan mereka yang anti-poligami, tidak merasa resah dan prihatin atas “poligami liar” yang dilakukan Maria Eva dan Yahya Zaini. Padahal, seperti diakui Maria, setelah berzina berkali-kali dengan anggota DPR dari Partai Golkar itu akhirnya dia hamil. Tetapi karena Yahya dan istri Yahya tak menghendaki anak dari hasil perbuatan haram mereka, Eva tidak berkeberatan untuk menggugurkan kandungannya. Maka pasangan tak bermoral itu kemudian pergi ke sebuah rumah sakit untuk membunuh janinnya itu.
Lagi-lagi Meutia juga tidak mengeluarkan kecaman atas tindakan pembunuhan janin itu. Apakah para perempuan tidak ikut merasa sakit hati dan diperlakukan tidak adil mengetahui Maria Eva dihamili di luar nikah lalu disuruh membunuh calon anaknya?
Atau andaikan mereka tidak menggugurkan kandungan, apakah kaum ibu itu tidak sedih dan sakit hati mengetahui kelak anak Maria Eva lahir tanpa bapak yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib masa depan anak itu?
Rencana pemerintah yang akan memperketat aturan poligami, ditanggapi keras oleh sejumlah tokoh umat Islam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi misalnya menyatakan, poligami sebaiknya tidak diatur dalam sebuah peraturan atau perundang- undangan. Menurutnya, poligami adalah masalah pribadi seseorang sehingga tidak layak jika harus diurusi pemerintah.
“Lebih baik mengurusi masalah kedisiplinan kerja dan peningkatan kinerja aparatur pemerintahan,”sebagaimana dikutip koran SINDO saat berada di Indramayu. Meski tidak secara gamblang menolak rencana revisi PP No 45/1990 ini, Hasyim Muzadi menyatakan, persoalan poligami sebaiknya dibiarkan berjalan secara alamiah.
Di hadapan ribuan kader NU Indramayu dalam acara pelantikan pengurus cabang setempat, Hasyim menyampaikan bahwa poligami adalah pilihan seseorang. Artinya, poligami menjadi tanggung jawab masing-masing individu dengan berbagai konsekuensi yang akan diperoleh.
Senada dengan Hasyim, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, wacana poligami tidak perlu dikembangkan karena hanya akan membawa masyarakat pada perdebatan yang tidak perlu. Dia menyesalkan jika persoalan ini ditarik ke tataran politik atau kebijakan negara karena bisa kontraproduktif dalam upaya membangkitkan bangsa dari keterpurukan.
“Sementara, begitu banyak masalah bangsa yang strategis yang harus kita selesaikan, “imbaunya. Menurut Din, poligami adalah masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam Islam, terkait penafsiran terhadap ayat Al-Qur'an. Karena masalah ini adalah masalah keagamaan, dia mengharapkan semua pihak untuk berhati-hati menyimpulkannya.
Reaksi Senayan
Tak hanya tokoh NU dan Muhammadiyah, kalangan DPR juga bereaksi. Umumnya, para politisi di Senayan mengingatkan agar revisi yang dilakukan tidak sampai melanggar ketentuan agama, terutama agama Islam.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendy Choirie mengingatkan agar jangan sampai ada peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan pemerintah, yang melanggar ketentuan agama. "Jadi, kalau pun mau direvisi, jangan sampai kesannya melarang poligami. Soalnya, Islam memperbolehkan poligami," ujarnya.
Kalau hasil revisi PP tersebut nanti malah terkesan membatas-batasi pelaksanaan poligami, dia menyerukan agar PP itu dihapus saja. "Agama sudah mengatur pelaksanaan poligami dengan lengkap
Pandangan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua MPR AM Fatwa. Menurutnya, persoalan poligami harus dilihat pemerintah secara jernih dan objektif. "Jangan sampai pemerintah mengajari masyarakat untuk munafik dari hukum Allah," tuturnya. Poligami, katanya, mungkin bisa menjadi salah satu jawaban atas berbagai permasalahan sosial yang kini dihadapi. "Kita harus berpikiran terbuka," ujarnya.
Aisyah Baidlowi dari FPG mengakui bahwa poligami memang bisa menjadi jalan keluar darurat di tengah maraknya praktik perselingkuhan. "Dari sudut pandang itu, mungkin benar," katanya. Tetapi, menurut dia, tetap harus ada sisi-sisi lain yang dipertimbangkan, yaitu keadilan bagi keluarga secara keseluruhan. "Perlu benar-benar dipahami, yang dimaksud adil itu bagaimana," tandasnya.
Politikus Golkar Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan bahwa poligami dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia bukanlah fenomena baru. "Tak masalah kalau praktik poligami mau diatur negara, tapi jangan menjadi seperti dilarang," ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzammil Yusuf khawatir, jika poligami dilarang, justru akan menyemarakkan perzinaan. "Dia bukan diwajibkan, tetapi boleh. Artinya tidak harus, tetapi tidak juga dilarang. Tetapi ada prasyarat adil. Adil inilah yang perlu kita bahasakan lebih jelas. Adil dalam konteks masyarakat dimana hak wanita juga teperhatikan."
Suara Nafsu
Menurut Aa Gym, pemerintah seharusnya melarang hal-hal yang dinyatakan jelas-jelas diharamkan dan tidak melarang sesuatu yang dihalalkan oleh agama. "Berantas dulu pelacuran dan perzinaan yang masih banyak di negeri ini," kata Aa Gym saat berceramah di Masjid Raya Batam, Selasa malam. Ia mengatakan setuju dengan PP yang sifatnya menertibkan, namun harus jelas apa yang ditertibkan. "Aa setuju saja agar tertib," tambahnya.
Menurut pimpinan Pesantren Darut Tauhid Bandung ini, poligami dibolehkan dengan syarat yang berat. Karenanya, ia tidak menganjurkan jamaahnya untuk beristri lebih dari satu. "Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan," katanya.
Banyak pihak menilai, usulan merevisi UU Perkawinan hanya karena ada tokoh yang berpoligami itu sebagai sikap emosional yang lebih menonjolkan hawa nafsu semata. Menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, "Mereka itu memang tidak bicara atas agama, tapi atas hawa nafsunya. Ajaran Rasulullah tidak sebodoh dan senaif yang mereka tuduhkan, justru Rasul mengangkat derajat kaum wanita yang dinikahinya," tegas dia.
Menurut anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Patrialis Akbar, poligami justru melindungi hak-hak wanita. ''Jika poligami dilarang maka mereka akan menikah sirri (diam-diam). Istrinya jadi istri simpanan yang hak-haknya tidak dijamin. Jika poligami tidak dilarang, hak-hak perempuan dan anak-anaknya akan terjamin,'' tandas anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Dalam Debat di SCTV dengan topik, "Poligami, Siapa Takut?" di Studio SCTV, Rabu (6/12) tadi malam, Yoyoh Yusroh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan, agama Islam membolehkan poligami agar umatnya terhindar dari praktek perzinaan. Karenanya, ia tak keberatan andai suaminya memutuskan untuk berpoligami. Karena poligami justru memuliakan hak perempuan dan anak-anaknya, sedangkan perzinaan merupakan penghinaan terhadap perempuan.
Jadi Fir’aun?
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, meminta Presiden SBY untuk membuka mata hatinya, sehingga tahu mana yang seharusnya dilakukan.
"Pak Presiden jangan buta hatinya. Yang perlu dilarang dan diberantas adalah pelacuran dan perselingkuhan, bukan poligami. Perzinaan itu harus dihukum berat, bila perlu dirajam," demikian kata Habib Rizieq dikutip situs bisnis.com.
"Dalam Islam halal menikahi dua, tiga atau empat perempuan. Kalau sampai Pemerintah melarang poligami, apa SBY mau jadi Fir'aun yang berani menentang Allah?" tantang Habib Rizieq.
Kekecewaan yang dialami Habib juga dirasakan tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Lukman Hakiem. “Ini artinya, zina yang haram difasilitasi Pemerintah, sedangkan poligami yang halal dikriminalisasi, "ujarnya dikutip koran Duta.
Poligami dan Kejantanan
Suara pendukung poligami yang cukup menarik datang dari Ketua Pengurus PBNU, Masdar Farid Mas'udi.
Meski dikenal sebagai tokoh pendukung pemikiran liberal ini, dalam hal poligami ia berpendapat bahwa poligami adalah sesuatu yang natural alias alami sebagai penyeimbang banyaknya supply (jumlah perempuan yang ingin menikah) dengan demand (lelaki yang mampu menjadi suami).
“Jumlah perempuan selalu lebih besar dibanding lelaki yang layak menjadi suami. Poligami akan memperkecil ketidakseimbangan itu, “ ujar Masdar.
Menurutnya, sebagaimana dikutip koran Duta Masyarakat, Kamis (7/12), semua yang jantan diciptakan dengan bakat poligami. “Meski begitu, tidak hanya menguntungkan lelaki. Lembaga poligami justru untuk memenuhi hajat hidup dan hal reproduksi perempuan, “ ujarnya.
Seharusnya yang dilakukan pemerintah, kata Masdar, mendorong terjadinya poligami yang bertanggungjawab ketimbang mengkriminalisasikannya yang hanya akan memperbanyak monogami liar dan perselingkuhan yang menghinakan kaum perempuan.
Jika Jalan Terus
Jika Pemerintah SBY tetap jalan terus, melarang poligami dan membiarkan perzinaan, maka akan terulang kisah di sebuah negara sekuler di Afrika, seperti yang diceritakan Syaikh Abdul Halim Mahmud. Dikisahkan, ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubung negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah.
Rupanya, intelejen sempat mencium adanya pernikahan itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya.
Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam.
Mendengar pengakuannya, kontan saat itu juga pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu. Ingin seperti itu? [Cholis Akbar/Hidayatullah.com]
Poligami & Poliandri
GUGATAN cerai Dewi Yull akhirnya dikabulkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Alasan perceraian itu karena ia tidak bisa menerima konsep poligami suaminya. Salahkah tindakan Dewi Yull tidak bisa menerima konsep poligami? Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami dalam Islam?
PARA ulama klasik dari kalangan mufassir (penafsir) maupun fakih (ahli hukum) berpendapat, berdasarkan QS.4:3 pria muslim dapat menikahi empat perempuan. Tafsir ini telah mendominasi nalar seluruh umat Islam. Tetapi, ulama seperti Muhammad Abduh (1849-1905) tidak sepakat dengan penafsiran itu.
Baginya diperbolehkannya poligami karena keadaan memaksa pada awal Islam muncul dan berkembang. Pertama, saat itu jumlah pria sedikit dibandingkan dengan jumlah wanita akibat mati dalam peperangan antara suku dan kabilah. Maka sebagai bentuk perlindungan, para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua, saat itu Islam masih sedikit sekali pemeluknya. Dengan poligami, wanita yang dinikahi diharapkan masuk Islam dan memengaruhi sanak-keluarganya. Ketiga, dengan poligami terjalin ikatan pernikahan antarsuku yang mencegah peperangan dan konflik.
Kini, keadaan telah berubah. Poligami, papar Abduh, justru menimbulkan permusuhan, kebencian, dan pertengkaran antara para istri dan anak. Efek psikologis bagi anak-anak hasil pernikahan poligami sangat buruk: merasa tersisih, tak diperhatikan, kurang kasih sayang, dan dididik dalam suasana kebencian karena konflik itu. Suami menjadi suka berbohong dan menipu karena sifat manusia yang tidak mungkin berbuat adil. Pada akhir tafsirnya, Abduh mengatakan dengan tegas poligami haram qat’i karena syarat yang diminta adalah berbuat adil, dan itu tidak mungkin dipenuhi manusia. (lihat Muhammad Rasyîd Ridâ, Tafsir al-Manâr, Dâr al-Fikr, tt, jilid IV, hlm 347-350).
Pernyataan Abduh kembali ditegaskan dalam fatwanya tentang hukum poligami yang dimuat di majalah al-Manâr edisi 3 Maret 1927/29 Sya’ban 1345, Juz I, jilid XXVIII, yaitu poligami hukumnya haram. Adapun QS. 4:3 bukan menganjurkan poligami, tetapi justru sebaliknya harus dihindari (wa laysa fî zâlika targhîb fî al-ta’dîd bal fîhi tabghîd lahu).
Mantan Syeikh Al-Azhar ini menjelaskan tiga alasan haramnya poligami. Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan hampir mustahil, sebab Allah sudah jelas mengatakan dalam QS.4:129 bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil. Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya, karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologis anak-anak dari hasil pernikahan poligami. Mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.
Pada akhir fatwanya ia meminta para hakim, ulama, dan pemerintah agar melarang poligami (lihat Muhammad ‘Abduh dalam al-A’mâl al-Kâmilah Lilimâm al-Syeikh Muhammad ‘Abduh, (ed.) Muhammad ‘Imârah, Kairo:Dâr al-Syurûk, 1993, Jilid II, hlm 88-93, lihat juga hlm 76-87).
Abduh menjelaskan hanya Nabi Muhammad saja yang dapat berbuat adil sementara yang lain tidak, dan perbuatan yang satu ini tak dapat dijadikan patokan sebab ini kekhususan dari akhlak Nabi kepada istri-istrinya. ‘Abduh membolehkan poligami hanya kalau istri itu mandul. Fatwa dan tafsiran Abduh tentang poligami membuat hanya dialah satu-satunya ulama di dunia Islam yang secara tegas mengharamkan poligami.
ULAMA asal Mesir yang pernah mengecap pendidikan di Paris ini juga melihat poligami adalah praktik masyarakat Arab pra-Islam. Dr Najmân Yâsîn dalam kajian mutakhirnya tentang perempuan pada abad pertama Hijriah (abad ketujuh Masehi) menjelaskan memang budaya Arab pra-Islam mengenal institusi pernikahan tak beradab (nikâh al-jâhili) di mana lelaki dan perempuan mempraktikkan poliandri dan poligami. Pertama, pernikahan sehari, yaitu pernikahan hanya berlangsung sehari saja.
Kedua, pernikahan istibdâ’ yaitu suami menyuruh istri digauli lelaki lain dan suaminya tidak akan menyentuhnya sehingga jelas apakah istrinya hamil oleh lelaki itu atau tidak. Jika hamil oleh lelaki itu, maka jika lelaki itu bila suka boleh menikahinya. Jika tidak, perempuan itu kembali lagi kepada suaminya. Pernikahan ini dilakukan hanya untuk mendapat keturunan.
Ketiga, pernikahan poliandri jenis pertama, yaitu perempuan mempunyai suami lebih dari satu (antara dua hingga sembilan orang). Setelah hamil, istri akan menentukan siapa suami dan bapak anak itu.
Keempat, pernikahan poliandri jenis kedua, yaitu semua lelaki boleh menggauli seorang wanita berapa pun jumlah lelaki itu. Setelah hamil, lelaki yang pernah menggaulinya berkumpul dan si anak ditaruh di sebuah tempat lalu akan berjalan mengarah ke salah seorang di antara mereka, dan itulah bapaknya.
Kelima pernikahan-warisan, artinya anak lelaki mendapat warisan dari bapaknya yaitu menikahi ibu kandungnya sendiri setelah bapaknya meninggal.
Keenam, pernikahan-paceklik, suami menyuruh istrinya untuk menikah lagi dengan orang kaya agar mendapat uang dan makanan. Pernikahan ini dilakukan karena kemiskinan yang membelenggu, setelah kaya perempuan itu pulang ke suaminya. Ketujuh, pernikahan-tukar guling, yaitu suami-istri mengadakan saling tukar pasangan.
Praktik pernikahan Arab pra-Islam ini ada yang berlangsung hingga masa Nabi, bahkan hingga masa Khulafâ al-Rashidîn (lihat Najmân Yâsîn, al-Islâm Wa al-Jins Fî al-Qarn al-Awwal al-Hijri, Beirut: Dâr ‘Atiyyah, 1997, h. 24-28).
Poligami yang termaktub dalam QS.4:3 adalah sisa praktik pernikahan jahiliah sebagaimana disebutkan di atas. Oleh karenanya tepat kiranya Thaha Husayn menyatakan dalam bukunya Fi Syi’r al-Jâhili yang menggemparkan dunia Arab tahun 1920-an hingga dia dipecat sebagai dosen Universitas Kairo, bahwa Al Quran adalah cermin budaya masyarakat Arab jahiliyyah (pra-Islam) (Dâr al-Ma’ârif, Tunisia, tt, h. 25-33). Fakta sosialnya ialah perempuan kala itu dalam kondisi terpinggirkan, kurang menguntungkan dan menyedihkan, dan Al Quran merekamnya melalui teks-teksnya yang masih dapat kita baca saat ini. Dalam hal poligami, Al Quran merekam praktik tersebut sebab poligami adalah realitas sosial masyarakat saat itu.
Oleh karenanya QS 4:3 harus dilihat sebagai ayat yang belum selesai, sebab Al Quran adalah produk sejarah yang tak bisa luput dari konteks sosial, budaya, dan politik masyarakat Arab di Hijaz saat itu. Al Quran sesungguhnya respons Allah terhadap berbagai persoalan umat yang dihadapi Muhammad kala itu. Sebagai respons, tentu Al Quran menyesuaikan dengan keadaan setempat yang saat itu diisi budaya kelelakian yang dominan.
Untuk menurunkan ajaran etik, moral, maupun hukum, Al Quran membutuhkan waktu dan proses. Ambil contoh larangan meminum khamr, Al Quran membutuhkan waktu hingga tiga kali. Dalam masalah poligami pun demikian. Poligami hanya hukum yang berlaku sementara saja dan untuk tujuan tertentu saja, yaitu pada masa Nabi (lihat Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Quran, Bandung: Pustaka, 1996, hlm 68-70). Al Quran membutuhkan waktu untuk mencapai tujuan yang sebenarnya yakni monogami.
Penulis setuju dengan Mahmoud Mohamed Thaha, ulama Sudan yang dihukum mati pemerintahan Numeiri, bahwa poligami akhirnya merupakan tahapan perkembangan transisional untuk membawa kesetaraan lelaki dan perempuan (lihat Mahmoud Mohamed Thaha, The Second Message of Islam: Syari’ah Demokratik, Surabaya: Elsad, 1996, hlm 204-206).
Sehingga FATWA dan tafsir Abduh di atas dipegang Presiden Tunisia Bourguiba pada tahun 1956 untuk mensahkan undang-undang (UU) yang melarang poligami. Tunisia adalah satu-satunya negara Muslim yang melarang poligami sekarang ini. Namun, Turki saat pemerintahan Musthafa Kemal Ataturk pada tahun 1926 juga melarang poligami.
UU Tunisia yang tegas dan sangat berani melarang poligami tidak diikuti negara lain. Justru sebaliknya, hampir semua negara Muslim di dunia melegalisasi poligami, seperti di Yaman Selatan (1974), Siria (1953), Mesir (1929), Maroko (1958), Pakistan (1961), dan negara Muslim lain (lihat Olivier Carré, L’Islam Laïque ou le retour à la Grande Tradition, Paris: Armand Collin, 1993, hlm 110-113). Lalu di manakah posisi Indonesia berkaitan dengan poligami itu?
UU RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membolehkan poligami dengan syarat atas izin istri pertama. UU ini diperkuat dengan keluarnya UU RI No 7/1989 tentang Pengadilan Agama, khususnya Pasal 49 yang mengatakan pengadilan agama menangani masalah perkawinan (seperti mengurusi poligami) dan lainnya. Kompilasi Hukum Islam semakin memperjelas kebolehan poligami di Indonesia.
Jumat, 07 Januari 2011
Pengertian Manqul dalam Ajaran LDII
Manqul adalah proses pemindahan ilmu dari guru ke murid. Ilmu itu harus musnad (mempunyai sandaran) yang disebut sanad, dan sanad itu harus mutashil (bersambung) sampai ke Rasulullah sehingga manqul musnad muttashil (disingkat M.M.M.) diartikan belajar atau mengaji Al Quran dan hadits dari Guru dan gurunya bersambung terus sampai ke Rasulullah. Atau mempunyai urutan guru yang sambung bersambung dari awal hingga akhir (demikian menurut kyai haji Kastaman, kiyai LDII dinukil dari bahaya LDII hal.253)
Yakni: Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru, telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat, terhalang dinding [Menurut mereka, berkaitan dengan terhalang dinding sekarang sudah terhapus.
Demikian dikabarkan kepada kami melalui jalan yang kami percaya. Tapi sungguh aneh, aqidah yang sangat inti bahkan menjadi ciri khas kelompok ini bisa berubah-rubah. Demikiankah aqidah?! pena atau lewat buku tidak sah sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapatkan ijazah (ijin untuk mengajarkan-red) [Ijazah artinya pemberian ijin untuk meriwayatkan hadits misalnya saya katakan: 'Saya perbolehkan kamu untuk meriwayatkan hadits-hadits yang telah saya riwayatkan dari guru saya'- pen] dari guru, maka ia boleh mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu" [Drs Imron AM, selintas mengenai Islam Jama'ah dan ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993 hal. 24 dinukil dari Bahaya LDII hal. 258- pen]
Keyakinan LDII tentang Manqul
1. Mereka meyakini dalam mempelajari ajaran agama harus manqul musnad dan muttashil, bila tidak maka tidak sah ilmunya, ibadahnya ditolak dan masuk neraka.
2. Nur Hasan mengaku bahwa dirinyalah satu-satunya jalur untuk menimba ilmu secara musnad muttashil di Indonesia bahkan di dunia., atas dasar itu ia mengharamkan untuk menimba ilmu dari jalur lain.
3. Ia mendasari kayakinannnya itu dengan dalil-dalil, -yang sesungguhnya tidak tepat sebagai dalil-.
Kajian atas Keyakinan dan Dalil- Dalil mereka
Kajian atas point pertama:
a. Keyakinannya bahwa ilmu tidak sah kecuali bila diperoleh dengan musnad mutashil dan manqul, adalah keyakinan yang tidak berdasarkan dalil, adapun dalil-dalil yang dia pakai berkisar antara lemah dan tidak tepat sebagai dalil. Seperti yang akan anda lihat nanti Insya Allah.
b. Bahwa ini bertentangan dengan dalil-dalil syar'i yang menunjukan bahwa sampainya ilmu tidak mesti dengan manqul, bahkan kapan ilmu itu sampai kepadanya dan ilmu itu benar, maka ilmu itu adalah sah dan harus ia amalkan seperti firman Allah:...وأوحي إلي هذا القرآن لأنذركم به ومن بلغ "Dan diwahyukan kepadaku Al Quran ini untuk aku peringatkan kalian dengannya dan siapa saja yang Al Quran sampai padanya" [Al An'am:19]
Mujahid mengatakan: dimanapun Al Quran datang maka ia sebagai penyeru dan pemberi peringatan. Kata (ومن بلغ) Ibnu Abbas menafsirkannya: "Dan siapa saja yang Al Quran sampai kepadanya, maka Al Quran sebagai pemberi peringatan baginya."
Demikian pula ditafsirkan oleh Muhammad bin Ka'b, As Suddy [Tafsir at Thabari:5 / 162-163 ], Muqatil [Tafsir al Qurthubi:6 /399 ], juga kata Ibnu Katsir [2 /130]. Sebagian mengatakan : "Berarti bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai pemberi peringatan bagi orang yang sampai kepadanya Al Quran." Asy Syinqithi mengatakan: "Ayat mulia ini menegaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pemberi peringatan bagi setiap orang yang Al Quran sampai kepadanya, siapapun dia. Dan dipahami dari ayat ini bahwa peringatan ini bersifat umum bagi semua yang sampai kepadanya Al Quran, juga bahwa setiap yang sampai padanya Al Quran dan tidak beriman dengannya maka ia di Neraka". [Tafsir Adhwa'ul Bayan:2 /188 lihat pula tafsir-tafsir di atas-pen] Maka dari tafsir-tafsir para ulama di atas - jelas bahwa tidak seorangpun dari mereka mengatakan bahwa sampainya ilmu harus dengan musnad muttashil atau bahkan manqul ala LDII.
Bahkan siapa saja yang sampai padanya Al Quran dengan riwayat atau tidak, selama itu memang ayat Al Quran, maka ia harus beriman dengannya apabila tidak maka nerakalah tempatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:بلغوا عني ولو آية"Sampaikan dariku walaupun satu kalimat" [Shahih, HR Ahmad Bukhari dan Tirmidzi]. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengharuskan cara manqul ala LDII dalam penyampaian ajarannya.
c. Keyakinan mereka bertentangan dengan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dimana beliau menyampaikan ilmu dengan surat kepada para raja. Seperti yang dikisahkan sahabat Anas bin Malik: عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى كِسْرَى وَإِلَى قَيْصَرَ وَإِلَى النَّجَاشِيِّ وَإِلَى كُلِّ جَبَّارٍ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَلَيْسَ بِالنَّجَاشِيِّ الَّذِي صَلَّى عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menulis surat kepada Kisra, Qaishar, Najasyi dan kepada selurus penguasa, mengajak mereka kepada Allah. bukan an Najasyi yang Nabi menshalatinya" [Shahih, HR Muslim, Kitabul Jihad....no:4585 cet Darul Ma'rifah] (Surat Nabi kepada Heraqlius) [Shahih, HR Bukhari no:7 dan Muslim: 4583 ]. An Nawawi mengatakan ketika mensyarah hadits ini: "Hadits ini (menunjukkan) bolehnya beramal dengan (isi) surat." [Syarh Muslim:12 /330 ] Surat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam kepada raja Bahrain, lalu kepada Kisra [Shahih, HR al Bukhari, Fathul Bari:1 /154]dan banyak lagi surat beliau kepada raja atau tokoh-tokoh masyarakat, bisa anda lihat perinciannya dalam kitab Zadul Ma'ad:1 / 116120 karya Ibnul Qoyyim [Cet Ar Risalah ke 30 Thn. 1417 /1997]
Surat-menyurat Nabi ini tentu tidak sah menurut kaidah manqulnya Nur Hasan Ubaidah. Adapun Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menganggap itu sah, sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerima Islam - mereka yang masuk Islam - karena surat itu tidak menganggap mereka kafir karena tidak manqul. Dan Nabi menganggap surat itu sebagai hujjah atas mereka yang tidak masuk Islam setelah datangnya surat itu, sehingga tiada alasan lagi jika tetap kafir, seandainya sistem surat-menyurat itu tidak sah, mengapa Nabi menganggapnya sebagai hujjah atas mereka??.
Kemudian setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, cara inipun dipakai oleh para sahabatnya seperti surat Umar kepada Abu Musa al 'Asy 'ari yang terdapat didalamnya hukum-hukum yang berkaitan dengan Qadha' [Riwayat Ibnu Abi Syaibah, ad Daruqhutni al Baihaqi dan lain- lain `dishahihkan oleh al Albani dalam Irwaul Ghalil:8 /241, Ahmad Syakir dan lain-lain -pen], lihat perinciannya dalam buku khusus membahas masalah ini berjudul رسالة عمر ابن الخطاب إلى أبي موسى الأشعري في القضاء و آدابه رواية ودراية karya Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul.], Aisyah menulis surat kepada Hisyam bin Urwah berisi tentang shalat [al Kifayah fi 'Ilmirriwayah:343 ], Mu'awiyahpun menulis kepada al Mughirah bin Syu'bah tentang dzikir setelah shalat [Shahih, HR Bukhari dan Muslim], Utsman bin Affan mengirim mushaf ke pelosok-pelosok [Riwayat al Bukhari secara Mu'allaq:1 /153 dan secara Musnad:9 /11], belum lagi para ulama setelah mereka. Namun semuanya ini dalam konsep manqulnya Nur Hasan Ubaidah tidak sah, berarti teori 'manqul anda' justru tidak manqul dari mereka, sebab ternyata menurut mereka semua sah. Dan pembaca akan lihat nanti - Insya Allah - komentar para ulama tentang ini.
Surat-menyurat ini lalu diistilahkan dengan mukatabah, dan para ulama ahlul hadits menjadikannya sebagai salah satu tata cara tahammul wal ada' (mengambil dan menyampaikan hadits), bahkan mereka menganggap ini adalah cara yang musnad dan muttashil, walaupun tidak diiringi dengan ijazah. Ibnus Sholah mengatakan: "Itulah pendapat yang benar dan masyhur diatara ahlul hadits...dan itu diamalkan oleh mereka serta dianggap sebagai musnad dan maushul (bersambung) [Ulumul Hadits:84]. As Sakhowi juga mengatakan: "Cara itu benar menurut pendapat yang shahih dan masyhur menurut ahlul hadits.... dan mereka berijma' (sepakat) untuk mengamalkan kandungan haditsnya serta mereka menganggapnya musnad tanpa ada khilaf (perselisihan) yang diketahui." [Fathul Mughits:3 /5]
Al Khatib al Baghdadi menyebutkan: "Dan sungguh surat-surat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjadi agama yang harus dianut dan mengamalkan isinya wajib bagi umat manusia ini, demikian pula surat-surat Abu Bakar, Umar dan selain keduanya dari para Khulafar ar Rasyidin maka itu harus diamalkan isinya. Juga surat seorang hakim kepada hakim yang lainnya dijadikan sebagai dasar hukum dan diamalkan.' [al Kifayah :345 ]. Jadi, ini adalah cara yang benar dan harus diamalkan, selama kita tahu kebenaran tulisan tersebut maka sudah cukup. [lihat, al Baitsul hatsits:123 dan Fathul mughits:3 /11]
Imam al Bukhari pun mensahkan cara ini, dimana beliau membuat sebuah bab dalam kitab Shahihnya berjudul : "Bab (riwayat-riwayat) yang tersebut dalam hal munawalah dan surat/tulisan ulama yang berisi ilmu ke berbagai negeri." [Fathul Bari:1 /153]
Kalaulah 'manqul kalian' dimanqul dari para ulama penulis Kutubus Sittah, mengapa Imam Bukhari menyelisihi kalian?? Apa kalian cukupkan dengan kitab-kitab 'himpunan', sehingga tidak membaca Shahih Bukhari walaupun ada di bab-bab awal, sehingga hal ini terlewatkan oleh kalian?? Demikian pula Imam Nasa'i menyelisihi kalian, karena beliau ketika meriwayatkan dari gurunya yang bernama Al Harits Ibnu Miskin beliau hanya duduk di balik pintu, karena tidak boleh mengikuti kajian haditsnya Sebabnya, karena waktu itu imam Nasa'i pakai pakaian yang membuat curiga al Harits ibnu Miskin dan ketika itu al Harits takut pada urusan-urusan yang berkaitan dengan penguasa sehingga beliau khawatir imam Nasa'i sebagai mata-mata maka beliau melarangnya [Siyar A'lam an Nubala:14 /130], sehingga hanya mendengar di luar majlis. Oleh karenanya ketika beliau meriwayatkan dari guru tersebut beliau katakan: حدثنا الحارث بن مسكين قراءة عليه وأنا أسمع"Al Harits Ibnu Miskin memberitakan kepada kami, dengan cara dibacakan kepada beliau dan saya mendengarnya" dan anehnya riwayat semacam ini ada pada kitab himpunan kalian Kitabush Sholah hal. 4, "Apa kalian tidak menyadari apa maksudnya??"
d. Istilah 'manqul' sebagai salah satu bidang ilmu ini adalah istilah yang benarbenar baru dan adanya di Indonesia pada Jama'ah LDII. Ini menunjukan bahwa ini bukan berasal dari para ulama. Adapun manqul sendiri adalah bahasa Arab yang berarti dinukil atau dipindah, dan ini sebagaimana bahasa Arab yang lain dipakai dalam pembicaraan. Namun hal itu hanya sebatas pada ungkapan bahasa -bukan sebagai istilah atau ilmu tersendiri yang memiliki pengertian khusus - apalagi konsekwensi khusus dan amat berbahaya.
e. Adapun musnad dan mutashil, memang ada dalam ilmu Musthalah dan masing masing punya definisi tersendiri. Musnad salah satu artinya dalam ilmu mushtolahul hadits adalah 'Setiap hadits yang sampai kepada Nabi dan sanadnya bersambung/mutashil' [Min atyabil manhi fi 'ilmil Musthalah:8]. Akan tetapi perlu diketahui bahwa persyaratan musnad ini adalah persyaratan dalam periwayatan hadits dari Nabi, bukan persyaratan mengamalkan ilmu. Harus dibedakan antara keduanya, tidak bisa disamakan antara riwayat dan pengamalan.
Sebagaimana akan anda lihat nanti - Insya Allah - dalam pembahasan al wijadah, bahwa al wijadah itu secara riwayat terputus Namun secara amalan harus diamalkan. Orang yang tidak membedakan antara keduanya dan mewajibkan musnad mutashil dalam mengamalkan ilmu maka telah menyelisihi ulama ahlul hadits.
f. Musnad muttashilpun bukan satu-satunya syarat dalam riwayat hadits. Karena hadits yang shahih itu harus terpenuhi padanya 5 syarat yakni pertama, diriwayatkan oleh seorang yang adil [adil dalam pengertian ilmu mushtalah adalah seorang muslim, baligh, berakal selamat dari kefasikan dan hal- hal yang mencacat kehormatannya (muru'ah) [Min Atyabil Manhi fi Ilmil Musthalah:13]-pen, kedua yakni yang sempurna hafalannya atau penjagaannya terhadap haditsnya, ketiga, sanadnya bersambung, keempat, tidak syadz [Syadz artinya, seorang rawi yang bisa diterima menyelisi yang lebih utama dari dirinya [nuzhatun nadzor] yakni dalam meriwayatkan hadits bertentangan dengan rawi yang lebih kuat darinya atau lebih banyak jumlahnya. Sedang mu'allal artinya memiliki cacat atau penyakit yang tersembunyi sehingga tampaknya tidak berpenyakit padahal penyakitnya itu membuat hadits itu lemah. -pen] dan kelima tidak mu'allal.
Kalaupun benar -padahal salah- apa yang dikatakan oleh Nurhasan bahwa ilmu harus musnad muttashil, mana syarat- syarat yang lain ? Kenapa hanya satu yang diambil ? Jangan- jangan dia sengaja disembunyikan karena memang tidak terpenuhi padanya !
Atau kalau kita berhusnudhon, ya mungkin tidak tahu syarat- syarat itu, atau lupa, apa ada kemungkinan lainnya lagi?? Dan semua kemungkinan itu pahit. Jadi tidak cukup sekedar musnad muttashil bahkan semua syaratnya harus terpenuhi dan tampaknya keempat syarat yang lain memang tidak terpenuhi sama sekali. Hal itu bisa dibuktikan apabila kita melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada pada ajaran LDII, misalnya dalam hal imamah, bai'at, makmum sholat, zakat, dan lain-lain. Ini kalau kita anggap syarat Musnad Muttashil terpenuhi pada mereka, sebenarnya itu juga perlu dikaji.
g. Amal LDII dengan prinsip ini menyelisihi amal muslimin sejak Zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sampai saat ini.
h. Kenyataannya mereka hanya mementingkan MMM, tidak mementingkan keshahihan hadits, buktinya dalam buku himpunan mereka ada hadits- hadits dha'if, bahkan maudhu' (palsu). Lantas apalah artinya MMM kalau haditsnya tidak shahih karena rawinya tidak tsiqoh misalnya? [Contoh pada pembahasan terakhir -pen]
i. Dari siapa 'manqul' ini dimanqul? Kalau memang harus manqul bukankah 'metode manqul' itu juga harus manqul?? Karena ini justru paling inti, Nur Hasan atau para pengikutnya harus mampu membuktikan secara ilmiyah bahwa manqul ini 'dimanqul' dari Nabi, para sahabatnya dan para ulama ahli hadits. Kalau ia tidak bisa membuktikannya, berarti ia sendiri yang pertama kali melanggar kaidah manqulnya. Kalau ia mau buktikan, maka mustahil bisa dibuktikan, karena seperti yang kita lihat dan akan kita lihat - Insya Allah - ternyata manqul ini menyelisihi Nabi, para sahabat, dan ulama ahlul hadits.
j. Dalam ilmu Mushtholah al Hadits pada bab tahammul wal ada' (menerima dan menyampaikan hadits) terdapat cara periwayatan yang diistilahkan dengan al Wijadah. Yaitu seseorang mendapatkan sebuah hadits atau kitab dengan tulisan seseorang dengan sanadnya [al Baitsul Hatsits:125]. Dari sisi periwayatan, al wijadah termasuk munqothi' [Munqothi: terputus sanadnya. Mursal: terputus dengan hilangnya rawi setelah tabi'in. Mu'allaq: terputus dengan hilangnya rawi dari bawah sanad - pen], mursal [Ulumul hadits:86 , Fathul Mughits:3 /22] atau mu'allaq, Ibnu ash Sholah mengatakan: "Ini termasuk munqothi' dan mursal...", ar Rasyid al 'Atthor mengatakan: "Al wijadah masuk dalam bab al maqthu' menurut ulama (ahli) periwayatan". [Fathul Mughits:3 /22]
Bahkan Ibnu Katsir menganggap ini bukan termasuk periwayatan, katanya: "Al Wijadah bukan termasuk bab periwayatan, itu hanyalah menceritakan apa yang ia dapatkan dalam sebuah kitab." [al Baitsul Hatsits:125]
Jadi al wijadah ini kalau menurut kaidah M.M.M-nya Nur Hasan tentu tidak terpenuhi kategorinya, sehingga tentu tidak boleh bahkan haram mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan cara al wijadah. Tetapi maksud saya disini ingin menerangkan pandangan ulama tentang mengamalkan ilmu yang didapat dengan al wijadah, ternyata disana ada beberapa pendapat:
a. Sebagian orang terutama dari kalangan Malikiyah (pengikut madzhab Maliki) melarangnya.
b. Boleh mengamalkannya, ini pendapat asy Syafi'i dan para pemuka madzhab Syafi'iyyah.
c. Wajib mengamalkannya ketika dapat rasa percaya pada yang ia temukan. Ini pendapat yang dipastikan ahli tahqiq dari madzhab as Syafi'iyyah dalam Ushul Fiqh. [lihat Ulumul Hadits karya Ibnu Sholah:87]
Ibnush Sholah mengatakan tentang pendapat yang ketiga ini: "Inilah yang mesti dilakukan di masa-masa akhir ini, karena seandainya pengamalan itu tergantung pada periwayatan maka akan tertutuplah pintu pengamalan hadits yang dinukil (dari Nabi) karena tidak mungkin terpenuhinya syarat periwayatan padanya." [Ulumul Hadits:87 ] Yang beliau maksud adalah hanya al wijadah yang ada sekarang. [al Baitsul Hatsits: 126]
An Nawawi mengatakan: 'Itulah yang benar' [Tadriburrawi:1 /491 ], demikian pula As Sakhowi juga menguatkan pendapat yang mewajibkan. [Fathul Mughits:3 /27]
Ahmad Syakir mengatakan: yang benar wajib (mengamalkan yang shahih yang diriyatkan dengan al wijadah). [al Baitsul Hatsits: 126]
Tentu setelah itu disyaratkan bahwa penulis kitab yang ditemukan (diwijadahi) adalah orang yang terpercaya dan amanah dan sanad haditsnya shahih sehingga wajib mengamalkannya. [al Baitsul Hatsits:127] Ali Hasan mengatakan: Itulah yang benar dan tidak bisa terelakkan, seandainya tidak demikian maka ilmu akan terhenti dan akan kesulitan mendapatkan kitab, akan tetapi harus ada patokan- patokan ilmiyah yang detail yang diterangkan para ulama' dalam hal itu sehingga urusan tetap teratur pada jalannya [Al Baitsul Hatsits:1 /368 dengan tahqiqnya]. Dengan demikian pendapat yang pertama tidak tepat lebih-lebih di masa ini. Diantara yang mendukung kebenaran pendapat yang membolehkan atau mewajibkan adalah berikut ini Nabi bersabda:
-أي الخلق أعجب إليكم إيمانا ؟قالوا : الملائكة.قال: وكيف لايؤمنون وهم عند ربهم وذكروا الأنبياء،فقال: وكيف لا يؤمنون والوحي ينزل عليهم ؟!قالوا : ونحن فقال: وكيف لاتؤمنون وأنا بين أظهركم. قالوا فمن يا رسول الله؟ قال قوم يأتون من بعدكم يجدون صحفا يؤمونو بما فيها artinya: "Makhluk mana yang menurut kalian paling ajaib imannya?" Mereka mengatakan: "Para malaikat." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: "Bagaimana mereka tidak beriman sedang mereka di sisi Rabb mereka?". Merekapun (para sahabat) menyebut para Nabi, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallampun menjawab: "Bagaimana mereka tidak beriman sedang wahyu turun kepada mereka". Mereka mengatakan: "Kalau begitu kami?" Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Bagaimana kalian tidak beriman sedang aku ditengah-tengah kalian." Mereka mengatakan : "Maka siapa Wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Orang-orang yang datang setelah kalian, mereka mendapatkan lembaran-lembaran lalu mereka beriman dengan apa yang di dalamnya." [HR Ahmad, Abu Bakar Ibnu Marduyah, ad Darimi, al Hakim dan Ibu 'Arafah, Ali Hasan mengatakan: Cukuplah Hadits itu dalam pandangan saya sebagai Hadits Hasan lighoirihi (bagus dengan jalan-jalan yang lain), semua jalannya lemah namun lemahnya tidak terlalu sehingga dihasankan dengan seluruh jalan-jalannya. Dan al Haitsami dalam al Majma:10 /65 serta al Hafidz dalam al Fath:6 /7 cenderung kepada hasannya hadits itu. [al Baitsul Hatsits:1 /369 dengan tahqiqnya], maraji': Ad Dho'ifah: 647-649 , syekh al Albani cenderung kepada lemahnya, Fathul Mughits:3 /28 ta'liqnya, Al Mustadrak:4 /181 , musnad Ahmad:4 /106 , Sunan ad Darimi:2 /108 , Ithaful Maharoh:14 /63 . Tafsir Ibnu Katsir:1 /44 Al Baqarah:4- pen]
- Amalan Ibnu Umar, dimana beliau meriwayatkan dari ayahnya dengan al wijadah, al Khatib al Baghdadi dalam bukunya [al kifayah:354] meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Nafi, dari Ibnu Umar, أنه وجد في قائم سيف عمر بن الخطاب صحيفة فيها ليس فيما دون خمس من ا لابل صدقة فإذا كانت خمسا ففيها شاة
'Bahwa beliau mendapatkan pada gagang pedang umar sebuah lembaran (tertulis) 'Tidak ada zakat pada unta yang jumlahnya kurang dari lima, kalau jumlahnya 5 maka zakatnya satu kambing jantan...'
- Abdul Malik bin Habib atau Abu Imran al Jauni beliau adalah seorang Tabi'in yang Tsiqoh (terpercaya) seperti kata al Hafidz Ibnu Hajar dalam [at Taqrib:621 ], beliau mengatakan: "Kami dulu mendengar tentang adanya sebuah lembaran yang terdapat padanya ilmu, maka kamipun silih berganti mendatanginya, bagaikan kami mendatangi seorang ahli fiqih. Sampai kemudian keluarga az Zubair datang kepada kami disini dan bersama mereka orang- orang faqih." [Al Kifayah:355 dan Fathul Mughits:3 /27]
Bila seperti ini keadaannya maka seberapa besar faidah sebuah sanad hadits yang sampai ke para penulis Kutubus Sittah di masa ini, toh tanpa sanad inipun kita bisa langsung mendapatkan buku mereka. Dan kita dapat mengambil langsung hadits-hadits itu darinya, walaupun tanpa melalui sanad 'muttashil musnad manqul' kepada mereka. Dan wajib kita mengamalkannya seperti anda lihat keterangan di atas.
Tidak seperti yang dikatakan Nur Hasan bersama LDIInya bahwa tidak boleh mengamalkanya bahkan itu haram!! Subhanallah, pembaca melihat ternyata dalil dan para ulama menyelisihi mereka, jadi dari mana 'manqulmu' dimanqul?? Ahmad Syakir mengatakan: "Dan kitab-kitab pokok kitab-kitab induk dalam sunnah Nabi dan selainnya, telah mutawatir periwayatannya sampai kepada para penulisnya dengan cara al wijadah.
Demikian pula berbagai macam buku pokok yang lama yang masih berupa manuskrip yang dapat dipercaya, tidak meragukannya kecuali orang yang lalai dari ketelitian makna pada bidang riwayat dan al wijadah atau orang yang membangkang, yang tidak puas dengan hujjah.[Al Baitsul Hatsits:128].
Oleh karenanya para ulama yang memiliki sanad sampai penulis Kutubus Sittah, tidak membanggakan sanad mereka apabila amalannya tidak sesuai dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mereka tidak pernah pamer, tidak pula mereka memperalatnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, karena mereka tahu hakekat kedudukan sanad pada masa ini., berbeda dengan yang tidak tahu sehingga memamerkan, memperalat dan...dan...
k. Juga, untuk membuktikan benar atau salahnya ajaran manqul. Kita perlu membandingkan ajaran LDII dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Seandainya manqulnya benar maka tentu ajaran LDII akan sama dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya, kalau ternyata tidak sama maka pastikan bahwa manqul dan ajaran LDII itu salah, dan ternyata itulah yang terbukti.
Berikut ini pokok-pokok ajaran LDII yang berbeda dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya:
- Dalam hal memahami bai'at dan mengkafirkan yang tidak bai'at.
- Dalam hal mengkafirkan seorang muslim yang tidak masuk LDII
- Dalam hal manqul itu sendiri
- Dalam aturan infaq
- Menganggap najis selain mereka dari muslimin
- Menganggap tidak sah sholat dibelakang selain mereka
- Begitu gampang memvonis seseorang di Neraka padahal dia muslim
- Menganggap tidak sahnya penguasa muslim jika selain golongannya
- Dan lain-lain
[perincian masalah-masalah ini sebagiannya telah kami jelaskan dalam makalah yang lain, dan yang belum akan menyusul insyaallah, tunggulah saatnya!! - pen]
l. Sanad Nur hasan Ubaidah [Seputar sanad Nur Hasan atau Ijazah haditsnya ini banyak cerita unik di kalangan LDII, konon hadits-haditsnya hilang waktu naik becak, yang disampaikan kepada pengikutnya hanya 6 .-pen], dalam kitab himpunan susunan LDII pada Kitabush Sholah hal. 124-125 yang sampai kepada Imam at Tirmidzi pada hadits Asma' wa Shifat Allah, ternyata hadits itu adalah hadits lemah, Ibnu Hajar mengatakan: "'Illah (cacat) hadits itu menurut dua syaikh (al Bukhari dan Muslim). Bukan hanya kesendirian al Walid ibnu Muslim (dalam meriwayatkannya), bahkan juga adanya ikhtilaf (perbedaan periwayatan para rawinya), idlthirab (kegoncangan akibat perbedaan itu), tadlis (sifat tadlis pada al Walid ibnu Muslim yaitu mengkaburkan hadits) dan kemungkinan adanya idraj (dimasukkannya ucapan selain Nabi pada matan hadits itu [Fathul Bari, syarah al Bukhari:11 /215].). Jadi cacat/'illah/kelemahan hadits itu ada 5 sekaligus, yaitu tafarrud, ikhtilaf, idlthirab, tadlis dan idraj." Imam At Tirmidzipun merasakan kejanggalan pada hadits ini, dimana beliau setelah menyebutkan hadits ini mengatakan: 'Gharib' (aneh karena adanya tafarrud/kesendirian dalam riwayat) [Sunan at Tirmidzi:5 /497 , no:3507 ], demikian pula banyak para ulama menganggap lemah hadits ini seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, al Bushiri, Ibnu Hazm, al Albani dan Ibnu Utsaimin. [lihat al Qowa'idul Mutsla:18 dengan catatan kaki Asyraf Abdul Maqshud]. Hadits yang shahih dalam masalah ini adalah tanpa perincian penyebutan Asma'ul Husna dan itu diriwayatkan al Bukhari dan Muslim
Kajian keyakinan kedua, bahwa dialah satu-satunya jalan manqul...
Apa ini bukan kesombongan, kebodohan serta penipuan terhadap umat?!. Karena sampai saat ini sanad-sanad hadits itu masih tersebar luas di kalangan tuhllabul ilmi, mereka yang belajar hadits di Jazirah Arab, Saudi Arabia dan negara-negara tetangganya, di Pakistan, India atau Afrika, baik yang belajar orang Indonesia atau selain orang Indonesia, mereka banyak mendapatkan Ijazah [Bukan ijazah tamat sekolah, tapi ini istilah khusus dalam ilmu riwayat hadits. Yaitu ijin dari syekh untuk meriwayatkan hadits - pen] riwayat Kutubus Sittah dan yang lain termasuk diantaranya adalah penulis makalah ini. Kalau dia konsekwen dengan ilmu manqulnya, lantas mengapa dia anggap dirinya satu-satunya jalan manqul?? Sehingga kalian - wahai pengikut LDII - mengkafirkan yang tidak menuntut ilmu dari kalian, termasuk mereka yang mengambil ilmu dari negara- negara Arab dari ulama/syaikh- syaikh yang punya sanad, padahal mereka mendapat sanad, ternyata kalian kafirkan juga?!
Asy Syaikh al Albani dan murid- muridnya di Yordania, asy Syaikh Abdullah al Qar'awi dan murid- muridnya, asy Syaikh Hammad al Anshari dan murid-muridnya di Saudi Arabia, asy syaikh Muqbil di Yaman, asy Syaikh Muhammad Dhiya'urrahman al 'Adhami dari India dan murid-muridnya, dan masih banyak lagi yang lain tak bisa dihitung. Merekapun punya sanad Kutubus Sittah dan selainnya sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, tapi mereka tidak seperti kalian, wahai Nur Hasan dan pengikutnya. Mereka tahu apa arti sebuah sanad di masa ini, dan perlu diketahui bahwa semua mereka aqidahnya berbeda dengan aqidah kalian, wahai penganut LDII. Mana yang benar, wahai orang yang berakal??
(Bersambung ke Membongkar kesesatan LDII : Bantahan Manqul (2)
(Dikutip dari tulisan al Ustadz Qomar Zainuddin, Lc, pimpinan Pondok Pesantren Darul Atsar, Kedu, Temanggung serta Pimred Majalah Asy Syariah. Judul asli Antara Al Qur'an, Al Hadits dan 'Manqul'.)
Yakni: Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru, telinga langsung mendengar, dapat menirukan amalannya dengan tepat, terhalang dinding [Menurut mereka, berkaitan dengan terhalang dinding sekarang sudah terhapus.
Demikian dikabarkan kepada kami melalui jalan yang kami percaya. Tapi sungguh aneh, aqidah yang sangat inti bahkan menjadi ciri khas kelompok ini bisa berubah-rubah. Demikiankah aqidah?! pena atau lewat buku tidak sah sedang murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapatkan ijazah (ijin untuk mengajarkan-red) [Ijazah artinya pemberian ijin untuk meriwayatkan hadits misalnya saya katakan: 'Saya perbolehkan kamu untuk meriwayatkan hadits-hadits yang telah saya riwayatkan dari guru saya'- pen] dari guru, maka ia boleh mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu" [Drs Imron AM, selintas mengenai Islam Jama'ah dan ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993 hal. 24 dinukil dari Bahaya LDII hal. 258- pen]
Keyakinan LDII tentang Manqul
1. Mereka meyakini dalam mempelajari ajaran agama harus manqul musnad dan muttashil, bila tidak maka tidak sah ilmunya, ibadahnya ditolak dan masuk neraka.
2. Nur Hasan mengaku bahwa dirinyalah satu-satunya jalur untuk menimba ilmu secara musnad muttashil di Indonesia bahkan di dunia., atas dasar itu ia mengharamkan untuk menimba ilmu dari jalur lain.
3. Ia mendasari kayakinannnya itu dengan dalil-dalil, -yang sesungguhnya tidak tepat sebagai dalil-.
Kajian atas Keyakinan dan Dalil- Dalil mereka
Kajian atas point pertama:
a. Keyakinannya bahwa ilmu tidak sah kecuali bila diperoleh dengan musnad mutashil dan manqul, adalah keyakinan yang tidak berdasarkan dalil, adapun dalil-dalil yang dia pakai berkisar antara lemah dan tidak tepat sebagai dalil. Seperti yang akan anda lihat nanti Insya Allah.
b. Bahwa ini bertentangan dengan dalil-dalil syar'i yang menunjukan bahwa sampainya ilmu tidak mesti dengan manqul, bahkan kapan ilmu itu sampai kepadanya dan ilmu itu benar, maka ilmu itu adalah sah dan harus ia amalkan seperti firman Allah:...وأوحي إلي هذا القرآن لأنذركم به ومن بلغ "Dan diwahyukan kepadaku Al Quran ini untuk aku peringatkan kalian dengannya dan siapa saja yang Al Quran sampai padanya" [Al An'am:19]
Mujahid mengatakan: dimanapun Al Quran datang maka ia sebagai penyeru dan pemberi peringatan. Kata (ومن بلغ) Ibnu Abbas menafsirkannya: "Dan siapa saja yang Al Quran sampai kepadanya, maka Al Quran sebagai pemberi peringatan baginya."
Demikian pula ditafsirkan oleh Muhammad bin Ka'b, As Suddy [Tafsir at Thabari:5 / 162-163 ], Muqatil [Tafsir al Qurthubi:6 /399 ], juga kata Ibnu Katsir [2 /130]. Sebagian mengatakan : "Berarti bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sebagai pemberi peringatan bagi orang yang sampai kepadanya Al Quran." Asy Syinqithi mengatakan: "Ayat mulia ini menegaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam pemberi peringatan bagi setiap orang yang Al Quran sampai kepadanya, siapapun dia. Dan dipahami dari ayat ini bahwa peringatan ini bersifat umum bagi semua yang sampai kepadanya Al Quran, juga bahwa setiap yang sampai padanya Al Quran dan tidak beriman dengannya maka ia di Neraka". [Tafsir Adhwa'ul Bayan:2 /188 lihat pula tafsir-tafsir di atas-pen] Maka dari tafsir-tafsir para ulama di atas - jelas bahwa tidak seorangpun dari mereka mengatakan bahwa sampainya ilmu harus dengan musnad muttashil atau bahkan manqul ala LDII.
Bahkan siapa saja yang sampai padanya Al Quran dengan riwayat atau tidak, selama itu memang ayat Al Quran, maka ia harus beriman dengannya apabila tidak maka nerakalah tempatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:بلغوا عني ولو آية"Sampaikan dariku walaupun satu kalimat" [Shahih, HR Ahmad Bukhari dan Tirmidzi]. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengharuskan cara manqul ala LDII dalam penyampaian ajarannya.
c. Keyakinan mereka bertentangan dengan perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, dimana beliau menyampaikan ilmu dengan surat kepada para raja. Seperti yang dikisahkan sahabat Anas bin Malik: عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَبَ إِلَى كِسْرَى وَإِلَى قَيْصَرَ وَإِلَى النَّجَاشِيِّ وَإِلَى كُلِّ جَبَّارٍ يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَلَيْسَ بِالنَّجَاشِيِّ الَّذِي صَلَّى عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menulis surat kepada Kisra, Qaishar, Najasyi dan kepada selurus penguasa, mengajak mereka kepada Allah. bukan an Najasyi yang Nabi menshalatinya" [Shahih, HR Muslim, Kitabul Jihad....no:4585 cet Darul Ma'rifah] (Surat Nabi kepada Heraqlius) [Shahih, HR Bukhari no:7 dan Muslim: 4583 ]. An Nawawi mengatakan ketika mensyarah hadits ini: "Hadits ini (menunjukkan) bolehnya beramal dengan (isi) surat." [Syarh Muslim:12 /330 ] Surat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam kepada raja Bahrain, lalu kepada Kisra [Shahih, HR al Bukhari, Fathul Bari:1 /154]dan banyak lagi surat beliau kepada raja atau tokoh-tokoh masyarakat, bisa anda lihat perinciannya dalam kitab Zadul Ma'ad:1 / 116120 karya Ibnul Qoyyim [Cet Ar Risalah ke 30 Thn. 1417 /1997]
Surat-menyurat Nabi ini tentu tidak sah menurut kaidah manqulnya Nur Hasan Ubaidah. Adapun Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menganggap itu sah, sehingga Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menerima Islam - mereka yang masuk Islam - karena surat itu tidak menganggap mereka kafir karena tidak manqul. Dan Nabi menganggap surat itu sebagai hujjah atas mereka yang tidak masuk Islam setelah datangnya surat itu, sehingga tiada alasan lagi jika tetap kafir, seandainya sistem surat-menyurat itu tidak sah, mengapa Nabi menganggapnya sebagai hujjah atas mereka??.
Kemudian setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, cara inipun dipakai oleh para sahabatnya seperti surat Umar kepada Abu Musa al 'Asy 'ari yang terdapat didalamnya hukum-hukum yang berkaitan dengan Qadha' [Riwayat Ibnu Abi Syaibah, ad Daruqhutni al Baihaqi dan lain- lain `dishahihkan oleh al Albani dalam Irwaul Ghalil:8 /241, Ahmad Syakir dan lain-lain -pen], lihat perinciannya dalam buku khusus membahas masalah ini berjudul رسالة عمر ابن الخطاب إلى أبي موسى الأشعري في القضاء و آدابه رواية ودراية karya Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul.], Aisyah menulis surat kepada Hisyam bin Urwah berisi tentang shalat [al Kifayah fi 'Ilmirriwayah:343 ], Mu'awiyahpun menulis kepada al Mughirah bin Syu'bah tentang dzikir setelah shalat [Shahih, HR Bukhari dan Muslim], Utsman bin Affan mengirim mushaf ke pelosok-pelosok [Riwayat al Bukhari secara Mu'allaq:1 /153 dan secara Musnad:9 /11], belum lagi para ulama setelah mereka. Namun semuanya ini dalam konsep manqulnya Nur Hasan Ubaidah tidak sah, berarti teori 'manqul anda' justru tidak manqul dari mereka, sebab ternyata menurut mereka semua sah. Dan pembaca akan lihat nanti - Insya Allah - komentar para ulama tentang ini.
Surat-menyurat ini lalu diistilahkan dengan mukatabah, dan para ulama ahlul hadits menjadikannya sebagai salah satu tata cara tahammul wal ada' (mengambil dan menyampaikan hadits), bahkan mereka menganggap ini adalah cara yang musnad dan muttashil, walaupun tidak diiringi dengan ijazah. Ibnus Sholah mengatakan: "Itulah pendapat yang benar dan masyhur diatara ahlul hadits...dan itu diamalkan oleh mereka serta dianggap sebagai musnad dan maushul (bersambung) [Ulumul Hadits:84]. As Sakhowi juga mengatakan: "Cara itu benar menurut pendapat yang shahih dan masyhur menurut ahlul hadits.... dan mereka berijma' (sepakat) untuk mengamalkan kandungan haditsnya serta mereka menganggapnya musnad tanpa ada khilaf (perselisihan) yang diketahui." [Fathul Mughits:3 /5]
Al Khatib al Baghdadi menyebutkan: "Dan sungguh surat-surat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjadi agama yang harus dianut dan mengamalkan isinya wajib bagi umat manusia ini, demikian pula surat-surat Abu Bakar, Umar dan selain keduanya dari para Khulafar ar Rasyidin maka itu harus diamalkan isinya. Juga surat seorang hakim kepada hakim yang lainnya dijadikan sebagai dasar hukum dan diamalkan.' [al Kifayah :345 ]. Jadi, ini adalah cara yang benar dan harus diamalkan, selama kita tahu kebenaran tulisan tersebut maka sudah cukup. [lihat, al Baitsul hatsits:123 dan Fathul mughits:3 /11]
Imam al Bukhari pun mensahkan cara ini, dimana beliau membuat sebuah bab dalam kitab Shahihnya berjudul : "Bab (riwayat-riwayat) yang tersebut dalam hal munawalah dan surat/tulisan ulama yang berisi ilmu ke berbagai negeri." [Fathul Bari:1 /153]
Kalaulah 'manqul kalian' dimanqul dari para ulama penulis Kutubus Sittah, mengapa Imam Bukhari menyelisihi kalian?? Apa kalian cukupkan dengan kitab-kitab 'himpunan', sehingga tidak membaca Shahih Bukhari walaupun ada di bab-bab awal, sehingga hal ini terlewatkan oleh kalian?? Demikian pula Imam Nasa'i menyelisihi kalian, karena beliau ketika meriwayatkan dari gurunya yang bernama Al Harits Ibnu Miskin beliau hanya duduk di balik pintu, karena tidak boleh mengikuti kajian haditsnya Sebabnya, karena waktu itu imam Nasa'i pakai pakaian yang membuat curiga al Harits ibnu Miskin dan ketika itu al Harits takut pada urusan-urusan yang berkaitan dengan penguasa sehingga beliau khawatir imam Nasa'i sebagai mata-mata maka beliau melarangnya [Siyar A'lam an Nubala:14 /130], sehingga hanya mendengar di luar majlis. Oleh karenanya ketika beliau meriwayatkan dari guru tersebut beliau katakan: حدثنا الحارث بن مسكين قراءة عليه وأنا أسمع"Al Harits Ibnu Miskin memberitakan kepada kami, dengan cara dibacakan kepada beliau dan saya mendengarnya" dan anehnya riwayat semacam ini ada pada kitab himpunan kalian Kitabush Sholah hal. 4, "Apa kalian tidak menyadari apa maksudnya??"
d. Istilah 'manqul' sebagai salah satu bidang ilmu ini adalah istilah yang benarbenar baru dan adanya di Indonesia pada Jama'ah LDII. Ini menunjukan bahwa ini bukan berasal dari para ulama. Adapun manqul sendiri adalah bahasa Arab yang berarti dinukil atau dipindah, dan ini sebagaimana bahasa Arab yang lain dipakai dalam pembicaraan. Namun hal itu hanya sebatas pada ungkapan bahasa -bukan sebagai istilah atau ilmu tersendiri yang memiliki pengertian khusus - apalagi konsekwensi khusus dan amat berbahaya.
e. Adapun musnad dan mutashil, memang ada dalam ilmu Musthalah dan masing masing punya definisi tersendiri. Musnad salah satu artinya dalam ilmu mushtolahul hadits adalah 'Setiap hadits yang sampai kepada Nabi dan sanadnya bersambung/mutashil' [Min atyabil manhi fi 'ilmil Musthalah:8]. Akan tetapi perlu diketahui bahwa persyaratan musnad ini adalah persyaratan dalam periwayatan hadits dari Nabi, bukan persyaratan mengamalkan ilmu. Harus dibedakan antara keduanya, tidak bisa disamakan antara riwayat dan pengamalan.
Sebagaimana akan anda lihat nanti - Insya Allah - dalam pembahasan al wijadah, bahwa al wijadah itu secara riwayat terputus Namun secara amalan harus diamalkan. Orang yang tidak membedakan antara keduanya dan mewajibkan musnad mutashil dalam mengamalkan ilmu maka telah menyelisihi ulama ahlul hadits.
f. Musnad muttashilpun bukan satu-satunya syarat dalam riwayat hadits. Karena hadits yang shahih itu harus terpenuhi padanya 5 syarat yakni pertama, diriwayatkan oleh seorang yang adil [adil dalam pengertian ilmu mushtalah adalah seorang muslim, baligh, berakal selamat dari kefasikan dan hal- hal yang mencacat kehormatannya (muru'ah) [Min Atyabil Manhi fi Ilmil Musthalah:13]-pen, kedua yakni yang sempurna hafalannya atau penjagaannya terhadap haditsnya, ketiga, sanadnya bersambung, keempat, tidak syadz [Syadz artinya, seorang rawi yang bisa diterima menyelisi yang lebih utama dari dirinya [nuzhatun nadzor] yakni dalam meriwayatkan hadits bertentangan dengan rawi yang lebih kuat darinya atau lebih banyak jumlahnya. Sedang mu'allal artinya memiliki cacat atau penyakit yang tersembunyi sehingga tampaknya tidak berpenyakit padahal penyakitnya itu membuat hadits itu lemah. -pen] dan kelima tidak mu'allal.
Kalaupun benar -padahal salah- apa yang dikatakan oleh Nurhasan bahwa ilmu harus musnad muttashil, mana syarat- syarat yang lain ? Kenapa hanya satu yang diambil ? Jangan- jangan dia sengaja disembunyikan karena memang tidak terpenuhi padanya !
Atau kalau kita berhusnudhon, ya mungkin tidak tahu syarat- syarat itu, atau lupa, apa ada kemungkinan lainnya lagi?? Dan semua kemungkinan itu pahit. Jadi tidak cukup sekedar musnad muttashil bahkan semua syaratnya harus terpenuhi dan tampaknya keempat syarat yang lain memang tidak terpenuhi sama sekali. Hal itu bisa dibuktikan apabila kita melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada pada ajaran LDII, misalnya dalam hal imamah, bai'at, makmum sholat, zakat, dan lain-lain. Ini kalau kita anggap syarat Musnad Muttashil terpenuhi pada mereka, sebenarnya itu juga perlu dikaji.
g. Amal LDII dengan prinsip ini menyelisihi amal muslimin sejak Zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sampai saat ini.
h. Kenyataannya mereka hanya mementingkan MMM, tidak mementingkan keshahihan hadits, buktinya dalam buku himpunan mereka ada hadits- hadits dha'if, bahkan maudhu' (palsu). Lantas apalah artinya MMM kalau haditsnya tidak shahih karena rawinya tidak tsiqoh misalnya? [Contoh pada pembahasan terakhir -pen]
i. Dari siapa 'manqul' ini dimanqul? Kalau memang harus manqul bukankah 'metode manqul' itu juga harus manqul?? Karena ini justru paling inti, Nur Hasan atau para pengikutnya harus mampu membuktikan secara ilmiyah bahwa manqul ini 'dimanqul' dari Nabi, para sahabatnya dan para ulama ahli hadits. Kalau ia tidak bisa membuktikannya, berarti ia sendiri yang pertama kali melanggar kaidah manqulnya. Kalau ia mau buktikan, maka mustahil bisa dibuktikan, karena seperti yang kita lihat dan akan kita lihat - Insya Allah - ternyata manqul ini menyelisihi Nabi, para sahabat, dan ulama ahlul hadits.
j. Dalam ilmu Mushtholah al Hadits pada bab tahammul wal ada' (menerima dan menyampaikan hadits) terdapat cara periwayatan yang diistilahkan dengan al Wijadah. Yaitu seseorang mendapatkan sebuah hadits atau kitab dengan tulisan seseorang dengan sanadnya [al Baitsul Hatsits:125]. Dari sisi periwayatan, al wijadah termasuk munqothi' [Munqothi: terputus sanadnya. Mursal: terputus dengan hilangnya rawi setelah tabi'in. Mu'allaq: terputus dengan hilangnya rawi dari bawah sanad - pen], mursal [Ulumul hadits:86 , Fathul Mughits:3 /22] atau mu'allaq, Ibnu ash Sholah mengatakan: "Ini termasuk munqothi' dan mursal...", ar Rasyid al 'Atthor mengatakan: "Al wijadah masuk dalam bab al maqthu' menurut ulama (ahli) periwayatan". [Fathul Mughits:3 /22]
Bahkan Ibnu Katsir menganggap ini bukan termasuk periwayatan, katanya: "Al Wijadah bukan termasuk bab periwayatan, itu hanyalah menceritakan apa yang ia dapatkan dalam sebuah kitab." [al Baitsul Hatsits:125]
Jadi al wijadah ini kalau menurut kaidah M.M.M-nya Nur Hasan tentu tidak terpenuhi kategorinya, sehingga tentu tidak boleh bahkan haram mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan cara al wijadah. Tetapi maksud saya disini ingin menerangkan pandangan ulama tentang mengamalkan ilmu yang didapat dengan al wijadah, ternyata disana ada beberapa pendapat:
a. Sebagian orang terutama dari kalangan Malikiyah (pengikut madzhab Maliki) melarangnya.
b. Boleh mengamalkannya, ini pendapat asy Syafi'i dan para pemuka madzhab Syafi'iyyah.
c. Wajib mengamalkannya ketika dapat rasa percaya pada yang ia temukan. Ini pendapat yang dipastikan ahli tahqiq dari madzhab as Syafi'iyyah dalam Ushul Fiqh. [lihat Ulumul Hadits karya Ibnu Sholah:87]
Ibnush Sholah mengatakan tentang pendapat yang ketiga ini: "Inilah yang mesti dilakukan di masa-masa akhir ini, karena seandainya pengamalan itu tergantung pada periwayatan maka akan tertutuplah pintu pengamalan hadits yang dinukil (dari Nabi) karena tidak mungkin terpenuhinya syarat periwayatan padanya." [Ulumul Hadits:87 ] Yang beliau maksud adalah hanya al wijadah yang ada sekarang. [al Baitsul Hatsits: 126]
An Nawawi mengatakan: 'Itulah yang benar' [Tadriburrawi:1 /491 ], demikian pula As Sakhowi juga menguatkan pendapat yang mewajibkan. [Fathul Mughits:3 /27]
Ahmad Syakir mengatakan: yang benar wajib (mengamalkan yang shahih yang diriyatkan dengan al wijadah). [al Baitsul Hatsits: 126]
Tentu setelah itu disyaratkan bahwa penulis kitab yang ditemukan (diwijadahi) adalah orang yang terpercaya dan amanah dan sanad haditsnya shahih sehingga wajib mengamalkannya. [al Baitsul Hatsits:127] Ali Hasan mengatakan: Itulah yang benar dan tidak bisa terelakkan, seandainya tidak demikian maka ilmu akan terhenti dan akan kesulitan mendapatkan kitab, akan tetapi harus ada patokan- patokan ilmiyah yang detail yang diterangkan para ulama' dalam hal itu sehingga urusan tetap teratur pada jalannya [Al Baitsul Hatsits:1 /368 dengan tahqiqnya]. Dengan demikian pendapat yang pertama tidak tepat lebih-lebih di masa ini. Diantara yang mendukung kebenaran pendapat yang membolehkan atau mewajibkan adalah berikut ini Nabi bersabda:
-أي الخلق أعجب إليكم إيمانا ؟قالوا : الملائكة.قال: وكيف لايؤمنون وهم عند ربهم وذكروا الأنبياء،فقال: وكيف لا يؤمنون والوحي ينزل عليهم ؟!قالوا : ونحن فقال: وكيف لاتؤمنون وأنا بين أظهركم. قالوا فمن يا رسول الله؟ قال قوم يأتون من بعدكم يجدون صحفا يؤمونو بما فيها artinya: "Makhluk mana yang menurut kalian paling ajaib imannya?" Mereka mengatakan: "Para malaikat." Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan: "Bagaimana mereka tidak beriman sedang mereka di sisi Rabb mereka?". Merekapun (para sahabat) menyebut para Nabi, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallampun menjawab: "Bagaimana mereka tidak beriman sedang wahyu turun kepada mereka". Mereka mengatakan: "Kalau begitu kami?" Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Bagaimana kalian tidak beriman sedang aku ditengah-tengah kalian." Mereka mengatakan : "Maka siapa Wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Orang-orang yang datang setelah kalian, mereka mendapatkan lembaran-lembaran lalu mereka beriman dengan apa yang di dalamnya." [HR Ahmad, Abu Bakar Ibnu Marduyah, ad Darimi, al Hakim dan Ibu 'Arafah, Ali Hasan mengatakan: Cukuplah Hadits itu dalam pandangan saya sebagai Hadits Hasan lighoirihi (bagus dengan jalan-jalan yang lain), semua jalannya lemah namun lemahnya tidak terlalu sehingga dihasankan dengan seluruh jalan-jalannya. Dan al Haitsami dalam al Majma:10 /65 serta al Hafidz dalam al Fath:6 /7 cenderung kepada hasannya hadits itu. [al Baitsul Hatsits:1 /369 dengan tahqiqnya], maraji': Ad Dho'ifah: 647-649 , syekh al Albani cenderung kepada lemahnya, Fathul Mughits:3 /28 ta'liqnya, Al Mustadrak:4 /181 , musnad Ahmad:4 /106 , Sunan ad Darimi:2 /108 , Ithaful Maharoh:14 /63 . Tafsir Ibnu Katsir:1 /44 Al Baqarah:4- pen]
- Amalan Ibnu Umar, dimana beliau meriwayatkan dari ayahnya dengan al wijadah, al Khatib al Baghdadi dalam bukunya [al kifayah:354] meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Nafi, dari Ibnu Umar, أنه وجد في قائم سيف عمر بن الخطاب صحيفة فيها ليس فيما دون خمس من ا لابل صدقة فإذا كانت خمسا ففيها شاة
'Bahwa beliau mendapatkan pada gagang pedang umar sebuah lembaran (tertulis) 'Tidak ada zakat pada unta yang jumlahnya kurang dari lima, kalau jumlahnya 5 maka zakatnya satu kambing jantan...'
- Abdul Malik bin Habib atau Abu Imran al Jauni beliau adalah seorang Tabi'in yang Tsiqoh (terpercaya) seperti kata al Hafidz Ibnu Hajar dalam [at Taqrib:621 ], beliau mengatakan: "Kami dulu mendengar tentang adanya sebuah lembaran yang terdapat padanya ilmu, maka kamipun silih berganti mendatanginya, bagaikan kami mendatangi seorang ahli fiqih. Sampai kemudian keluarga az Zubair datang kepada kami disini dan bersama mereka orang- orang faqih." [Al Kifayah:355 dan Fathul Mughits:3 /27]
Bila seperti ini keadaannya maka seberapa besar faidah sebuah sanad hadits yang sampai ke para penulis Kutubus Sittah di masa ini, toh tanpa sanad inipun kita bisa langsung mendapatkan buku mereka. Dan kita dapat mengambil langsung hadits-hadits itu darinya, walaupun tanpa melalui sanad 'muttashil musnad manqul' kepada mereka. Dan wajib kita mengamalkannya seperti anda lihat keterangan di atas.
Tidak seperti yang dikatakan Nur Hasan bersama LDIInya bahwa tidak boleh mengamalkanya bahkan itu haram!! Subhanallah, pembaca melihat ternyata dalil dan para ulama menyelisihi mereka, jadi dari mana 'manqulmu' dimanqul?? Ahmad Syakir mengatakan: "Dan kitab-kitab pokok kitab-kitab induk dalam sunnah Nabi dan selainnya, telah mutawatir periwayatannya sampai kepada para penulisnya dengan cara al wijadah.
Demikian pula berbagai macam buku pokok yang lama yang masih berupa manuskrip yang dapat dipercaya, tidak meragukannya kecuali orang yang lalai dari ketelitian makna pada bidang riwayat dan al wijadah atau orang yang membangkang, yang tidak puas dengan hujjah.[Al Baitsul Hatsits:128].
Oleh karenanya para ulama yang memiliki sanad sampai penulis Kutubus Sittah, tidak membanggakan sanad mereka apabila amalannya tidak sesuai dengan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mereka tidak pernah pamer, tidak pula mereka memperalatnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, karena mereka tahu hakekat kedudukan sanad pada masa ini., berbeda dengan yang tidak tahu sehingga memamerkan, memperalat dan...dan...
k. Juga, untuk membuktikan benar atau salahnya ajaran manqul. Kita perlu membandingkan ajaran LDII dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Seandainya manqulnya benar maka tentu ajaran LDII akan sama dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya, kalau ternyata tidak sama maka pastikan bahwa manqul dan ajaran LDII itu salah, dan ternyata itulah yang terbukti.
Berikut ini pokok-pokok ajaran LDII yang berbeda dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya:
- Dalam hal memahami bai'at dan mengkafirkan yang tidak bai'at.
- Dalam hal mengkafirkan seorang muslim yang tidak masuk LDII
- Dalam hal manqul itu sendiri
- Dalam aturan infaq
- Menganggap najis selain mereka dari muslimin
- Menganggap tidak sah sholat dibelakang selain mereka
- Begitu gampang memvonis seseorang di Neraka padahal dia muslim
- Menganggap tidak sahnya penguasa muslim jika selain golongannya
- Dan lain-lain
[perincian masalah-masalah ini sebagiannya telah kami jelaskan dalam makalah yang lain, dan yang belum akan menyusul insyaallah, tunggulah saatnya!! - pen]
l. Sanad Nur hasan Ubaidah [Seputar sanad Nur Hasan atau Ijazah haditsnya ini banyak cerita unik di kalangan LDII, konon hadits-haditsnya hilang waktu naik becak, yang disampaikan kepada pengikutnya hanya 6 .-pen], dalam kitab himpunan susunan LDII pada Kitabush Sholah hal. 124-125 yang sampai kepada Imam at Tirmidzi pada hadits Asma' wa Shifat Allah, ternyata hadits itu adalah hadits lemah, Ibnu Hajar mengatakan: "'Illah (cacat) hadits itu menurut dua syaikh (al Bukhari dan Muslim). Bukan hanya kesendirian al Walid ibnu Muslim (dalam meriwayatkannya), bahkan juga adanya ikhtilaf (perbedaan periwayatan para rawinya), idlthirab (kegoncangan akibat perbedaan itu), tadlis (sifat tadlis pada al Walid ibnu Muslim yaitu mengkaburkan hadits) dan kemungkinan adanya idraj (dimasukkannya ucapan selain Nabi pada matan hadits itu [Fathul Bari, syarah al Bukhari:11 /215].). Jadi cacat/'illah/kelemahan hadits itu ada 5 sekaligus, yaitu tafarrud, ikhtilaf, idlthirab, tadlis dan idraj." Imam At Tirmidzipun merasakan kejanggalan pada hadits ini, dimana beliau setelah menyebutkan hadits ini mengatakan: 'Gharib' (aneh karena adanya tafarrud/kesendirian dalam riwayat) [Sunan at Tirmidzi:5 /497 , no:3507 ], demikian pula banyak para ulama menganggap lemah hadits ini seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir, al Bushiri, Ibnu Hazm, al Albani dan Ibnu Utsaimin. [lihat al Qowa'idul Mutsla:18 dengan catatan kaki Asyraf Abdul Maqshud]. Hadits yang shahih dalam masalah ini adalah tanpa perincian penyebutan Asma'ul Husna dan itu diriwayatkan al Bukhari dan Muslim
Kajian keyakinan kedua, bahwa dialah satu-satunya jalan manqul...
Apa ini bukan kesombongan, kebodohan serta penipuan terhadap umat?!. Karena sampai saat ini sanad-sanad hadits itu masih tersebar luas di kalangan tuhllabul ilmi, mereka yang belajar hadits di Jazirah Arab, Saudi Arabia dan negara-negara tetangganya, di Pakistan, India atau Afrika, baik yang belajar orang Indonesia atau selain orang Indonesia, mereka banyak mendapatkan Ijazah [Bukan ijazah tamat sekolah, tapi ini istilah khusus dalam ilmu riwayat hadits. Yaitu ijin dari syekh untuk meriwayatkan hadits - pen] riwayat Kutubus Sittah dan yang lain termasuk diantaranya adalah penulis makalah ini. Kalau dia konsekwen dengan ilmu manqulnya, lantas mengapa dia anggap dirinya satu-satunya jalan manqul?? Sehingga kalian - wahai pengikut LDII - mengkafirkan yang tidak menuntut ilmu dari kalian, termasuk mereka yang mengambil ilmu dari negara- negara Arab dari ulama/syaikh- syaikh yang punya sanad, padahal mereka mendapat sanad, ternyata kalian kafirkan juga?!
Asy Syaikh al Albani dan murid- muridnya di Yordania, asy Syaikh Abdullah al Qar'awi dan murid- muridnya, asy Syaikh Hammad al Anshari dan murid-muridnya di Saudi Arabia, asy syaikh Muqbil di Yaman, asy Syaikh Muhammad Dhiya'urrahman al 'Adhami dari India dan murid-muridnya, dan masih banyak lagi yang lain tak bisa dihitung. Merekapun punya sanad Kutubus Sittah dan selainnya sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, tapi mereka tidak seperti kalian, wahai Nur Hasan dan pengikutnya. Mereka tahu apa arti sebuah sanad di masa ini, dan perlu diketahui bahwa semua mereka aqidahnya berbeda dengan aqidah kalian, wahai penganut LDII. Mana yang benar, wahai orang yang berakal??
(Bersambung ke Membongkar kesesatan LDII : Bantahan Manqul (2)
(Dikutip dari tulisan al Ustadz Qomar Zainuddin, Lc, pimpinan Pondok Pesantren Darul Atsar, Kedu, Temanggung serta Pimred Majalah Asy Syariah. Judul asli Antara Al Qur'an, Al Hadits dan 'Manqul'.)
Langganan:
Postingan (Atom)