Minggu, 13 November 2011
Mengutamakan ibadah kok Dilarang ?
Assalamu'alaikum wr.wb
Mengutamakan orang lain dalam beribadah (ibadah mahdhah) itu dilarang !
Sehingga kita harus mengedepankan diri kita sendiri, bukan mempersilahkan orang lain terlebih dahulu. Sebagai mana yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW :
“al iitsaaru fil ’ibaadati mamnu’un”
Mengutamakan orang lain dalam beribadah itu dilarang
Ibadah mahdhah
Penegertian dari ibadah mahdhah ialah penghambaan murni yang hanya merupakan hubungan antara hamba yang langsung dengan Allah SWT. Ibadah ini hanya dapat diri pribadi yang dapat melaksanakannya, yakni antara lain 5 (lima) rukun yang harus diketahui seorang muslim:
Yang pertama yakni syahadat, seorang muslim tidak dapat mewakilkan atau diwakilkan dalam bersyahadat tentunya, apalagi bagi seorang yang baru masuk Islam (muallaf) ketika mengucapkan dua kalimat syahadat, karena syahadat merupakan rukun dari Islam itu sendiri.
Yang ke dua ialah sholat, apalagi dengan ibadah sholat lima waktu yang mana itu adalah dihukumi wajib. Sehingga tidak dapat ditinggalkan selama manusia itu masih bisa untuk bernapas atau masih hidup, kecuali dalam keadaan lupa yang tidak disengaja, dalam keadaan tidak sadar atau lupa ingatan entah itu gila, mabuk, pingsan. Namun harus tetap mengqada’ shalatnya ketika sudah sadar atau sudah kembali ingatannya (waras).
Yang ke tiga Zakat, nah!, untuk yang satu ini dapat diwakilkan dalam pelaksanaan pemberian zakat atau niatannya (pengucapan niatnya), akan tetapi setiap muslim yang hidup di dunia harus mengeluarkan zakat.
Yang ke empat puasa, ibadah yang satu ini juga tidak dapat diwakilkan atau mewakilkan, karena puasa Romadlon juga merupakan ibadah yang wajib hukumnya bagi seorang muslim, namun ada saatnya seorang muslim juga boleh untuk tidak berpuasa Romadlon, yakni pada saat seorang muslim tersebut sakit, yang mana jika ia memaksakan berpuasa dia akan bertambah parah penyakitnya, ia diperbolehkan tidak berpuasa akan tetapi harus mengqada’ puasanya ketika ia sudah sembuh, adapun orang yang sudah lanjut usia atau diperkirakan lama sembuhnya maka harus membayar kifarat (denda) atas puasanya yang tidak dapat ia kerjakan.
Yang ke lima haji, ada pengecualian untuk rukun Islam yang ke lima ini dalam pelaksanaannya hanya bagi yang mampu, dan juga dapat diwakilkan akan tetapi sama dengan rukun yang ke tiga, yakni diniatkan bagi yang diwakili karena berhalangan untuk dapat berangkat dan melaksanakannya sendiri.
Selain yang telah disebutkan di atas masih ada lagi yang dilarang bagi seorang muslim untuk mendahulukan orang lain, seperti halnya dengan menikah, kalau orang jawa atau yang berpedoman tidak baik (ora elok) mendahului kakak kalau menikah, padahal kalau dalam Islam tidak seperti itu, kalau memang sudah waktunya untuk menikah tidah usah terlalu memikirkan adat seperti itu, karena Allah SWT memang telah menetapkan demikian, meskipun yang muda lebih dulu kalau waktunya ya menikah saja, masak harus nunggu sampai yang lebih tua menikah, iya kalau satu dua minggu, kalau sampai satu tahun bagaimana hayo ?
Ada yang lain lagi, seperti mempersilahkan orang yang baru datang untuk menempati shof shalat dibagian depan, mempersilahkan orang lain untuk menempati tempat depan dalam acara atau kegiatan thalabul ‘ilmi, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan ibadah mahdhah itu sendiri yang mana ibadah mahdhah berumuskan (Karena Allah dan Sesuai Syariat ).
Ibadah Ghairu Mahdhah
Yakni ibadah yang tidak hanya semata berhubungan langsung dengan Allah SWT, yang dapat juga kita artikan hubungan antar sesama manusia atau makhluk hidup lainnya yang dilandasi atas (Berbuat Baik dan Karena Allah).
• Keberadaan dari ibadah tersebut didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang.
Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang, maka ibadah bentuk ini boleh dikerjakan dan dilestarikan .
• Tata cara dan pelaksanaannya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
• Bersifat Masuk Akal
ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika seorang hamba itu sendiri. Sehingga jika menurut akal sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
• Azas dari ibadah tersebut adalah Manfaat
Kita pandang dari segi kemanfaatan, selama itu bermanfaat bagi yang melaksanakan dan bagi orang disekitar, maka selama itu pula boleh untuk tetap dikerjakan. Tidak melanggar aturan syar'i dan membuat orang lain rugi (madharat terhadap orang lain).
Alhamdulillahi Rabbil 'alamin, sekian artikel yang dapat saya sampaikan kurang itu semata dari saya pribadi, kebenaran dan kebaikan hanya dari Allah semata. Ihdinash shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Sabtu, 05 November 2011
"ROHNUN" HUKUM PERGADAIAN DALAM FIQIH ISLAM
حكم الرهن في الفقه الإسلامي
Assalamu'alaikum wr.wb
Kali ini pembahasan berkenaan tentang pergadaian (Ar-Rahn) dalam fiqih Islam.
A. Defenisi Ar-Rahn (Gadai):
Ar-Rahn (gadai) secara bahasa artinya adalah ats-tsubût wa ad-dawâm (tetap dan langgeng), dan bisa juga berarti al-ihtibas wa al-luzum (tertahan dan keharusan).
Sedangkan secara syar‘i, ar-rahn (gadai) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) melunasinya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Gadai ialah harta benda yang dijadikan sebagai jaminan (agunan) utang agar dapat dilunasi (semuanya), atau sebagiannya dengan harganya atau dengan sebagian dari nilai barang gadainya itu”.
Sebagai contoh, bila ada seseorang memiliki hutang kepada anda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Lalu dia memberikan suatu barang yang nilainya sekitar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) sebagai jaminan hutangnya. Maka di dalam gambaran ini, hutangnya kelak dapat dilunasi dengan sebagian nilai barang yang digadaikannya itu bila dijual.
Contoh lain, bila ada seseorang yang berhutang kepada anda sebesar RP.5.000.000,- (lima juta rupiah). Lalu dia memberikan kepada anda sebuah barang yang nilainya sebesar Rp.500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) sebagai jaminan hutangnya. Di dalam gambaran kedua ini, sebagian hutang dapat dilunasi dengan nilai barang tersebut. Akan tetapi orang yang berhutang masih menanggung hutang dari sisa yang masih belum dibayarnya.
Nah!, dalam dua gambaran di atas, baik nilai barang gadaiannya itu lebih besar ataupun lebih kecil dari jumlah hutang, hukumnya tetap sama, diperbolehkan.
B. Landasan Disyariatkannya Gadai:
Gadai diperbolehkan dalam agama Islam baik dalam keadaan safar maupun mukim. Hal ini berdasarkan dalil Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ijma’ (konsensus) para ulama. Di antaranya:
a. Al-Qur’an:
:Firman Allah
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283)
menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berhutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan atau obyek pegadaian.
b. Al-Hadits:
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قال : لَقَدْ رَهَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِىٍّ ، وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لأَهْلِهِ
Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.” (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’).
c. Ijma’(kesepakatan)para ulama:
Para ulama telah bersepakat akan diperbolehkannya gadai (ar-rahn), meskipun sebagian mereka bersilang pendapat bila gadai itu dilakukan dalam keadaan mukim. Akan tetapi, pendapat yang lebih rajih (kuat) ialah bolehnya melakukan gadai dalam dua keadaan tersebut. Sebab riwayat Aisyah dan Anas radhiyallahu ‘anhuma di atas jelas menunjukkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan muamalah gadai di Madinah dan beliau tidak dalam kondisi safar, tetapi sedang mukim.
C. Unsur dan Rukun Gadai (Ar-Rahn):
Dalam prakteknya, gadai secara syariah ini memiliki empat unsur, yaitu:
1. Ar-Rahin, Yaitu orang yang menggadaikan barang atau meminjam uang dengan jaminan barang.
2. Al-Murtahin, Yaitu orang yang menerima barang yang digadaikan atau yang meminjamkan uangnya.
3. Al-Marhun/ Ar-Rahn, Yaitu barang yang digadaikan atau dipinjamkan.
4. Al-Marhun bihi, Yaitu uang dipinjamkan lantaran ada barang yang digadaikan.
Sedangkan rukun gadai (Ar-Rahn) ada tiga, yaitu:
• Shighat (ijab dan qabul).
• Al-‘aqidan (dua orang yang melakukan akad ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-râhin) dan yang menerima gadai/agunan (al-murtahin)
• Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi obyek akad), yaitu barang yang digadaikan/diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Selain ketiga ketentuan dasar tersebut, ada ketentuan tambahan yang disebut syarat, yaitu harus ada qabdh (serah terima).
Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan syariah, dan dilakukan oleh orang yang layak melakukan tasharruf (tindakan), maka akad gadai (ar-rahn) tersebut sah.
Syarat gadai (ar-rahn):
Disyaratkan dalam muamalah gadai hal-hal berikut:
Pertama: Syarat yang berhubungan dengan orang yang bertransaksi yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).
Kedua: Syarat yang berhubungan dengan Al-Marhun (barang gadai) ada dua:
1. Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya, baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya.
2. Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.
3. Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al-rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.
Ketiga: Syarat berhubungan dengan Al-Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.
D. Kapan Serah Terima Ar-Rahn (Barang Gadai) Dianggap Sah?
Barang gadaian adakalanya berupa barang yang tidak dapat dipindahkan seperti bangunan/rumah dan tanah, Maka disepakati serah terimanya dengan mengosongkan isi bangunan/rumah tersebut untuk pemberi hutang tanpa ada penghalangnya.
Dan ada kalanya berupa barang yang dapat dipindahkan. Bila berupa barang yang ditakar maka disepakati serah terimanya dengan ditakar pada takaran, bila barang timbangan maka disepakati serah terimanya dengan ditimbang pada takaran. Bila barang timbangan, maka serah terimanya dengan ditimbang dan dihitung, bila barangnya dapat dihitung. Serta dilakukan pengukuran, bila barangnya berupa barang yang diukur.
Namun bila barang gadai tersebut berupa tumpukan bahan makanan yang dijual secara tumpukan, dalam hal ini ada perselisihan pendapat tantang cara serah terimanya. Ada yang berpendapat dengan cara memindahkannya dari tempat semula, dan ada yang menyatakan cukup dengan ditinggalkan pihak yang menggadaikannya, sedangkan murtahin dapat mengambilnya.
Ketentuan Umum Dalam Muamalah Gadai:
Ketentuan umum dalam muamalah gadai setelah terjadinya serah terima barang gadai. Di antaranya:
1. Barang yang Dapat Digadaikan.
Barang yang dapat digadaikan adalah barang yang memiliki nilai jual, agar dapat menjadi jaminan bagi Ar-Rahin. Dengan demikian, barang yang tidak dapat diperjual-belikan dikarenakan tidak ada harganya, atau haram untuk diperjual-belikan, adalah tergolong barang yang tidak dapat digadaikan. Yang demikian itu dikarenakan, tujuan utama disyariatkannya pergadaian, sehingga pergadaian tidak dapat dicapai dengan barang yang haram atau tidak dapat diperjual-belikan.
Barang yang digadaikan dapat berupa tanah, sawah, rumah, perhiasan, kendaraan, alat-alat elektronik, surat saham, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian, bila ada orang yang menggadaikan seekor anjing, babi, dan yang dilahirkan dari keduanya (karena hasil persilangan), maka pegadaian ini tidak sah hukumnya, karena kesemuanya tidak halal untuk diperjual-belikan.
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ – رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan (mahar) pelacur, dan upah perdukunan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Seseorang tidak dibenarkan untuk menggadaikan sesuatu, yang pada saat akad gadai berlangsung, (barang yang hendak digadaikan tersebut) tidak halal untuk diperjual-belikan.”
2. Barang Gadai Adalah Amanah.
Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang piutang, dia hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah pihak, misalnya jika pemilik uang khawatir uangnya tidak atau sulit untuk dikembalikan. Jadi, barang gadai itu hanya sebagai penegas dan penjamin bahwa peminjam akan mengembalikan uang yang akan dia pinjam. Karenanya jika dia telah membayar utangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya.
Status barang gadai selama berada di tangan pemberi utang adalah sebagai amanah yang harus ia jaga sebaik-baiknya. Sebagai salah satu konsekuensi amanah adalah, bila terjadi kerusakan yang tidak disengaja dan tanpa ada kesalahan prosedur dalam perawatan, maka pemilik uang tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian. Bahkan, seandainya orang yang menggadaikan barang itu mensyaratkan agar pemberi utang memberi ganti rugi bila terjadi kerusakan walau tanpa disengaja, maka persyaratan ini tidak sah dan tidak wajib dipenuhi.
3. Barang Gadai Dipegang Pemberi utang.
Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi utang selama masa perjanjian gadai tersebut, sebagaimana firman Allah: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan sabda Nabi:
الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِى يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ
“Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan. Dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari (no.2512), dan At-Tirmidzi (no.1245), dan ini lafazhnya).
4. Memanfaatkan Barang Gadai.
Pihak pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian. Sebab, sebelum dan setelah digadaikan, barang gadai adalah milik orang yang berutang, sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak orang yang berutang, sepenuhnya. Adapun pemberi hutang, maka ia hanya berhak untuk menahan barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam sebagai utang oleh pemilik barang.
Dengan demikian, pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian, baik dengan izin pemilik barang atau tanpa seizin darinya. Bila ia memanfaatkan tanpa izin, maka itu nyata-nyata haram, dan bila ia memanfaatkan dengan izin pemilik barang, maka itu adalah riba. Karena setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat maka itu adalah riba. Demikianlah hukum asal pegadaian.
Namun ada kalanya keadaan tertentu yang membolehkan pemberi hutang memanfaatkan barang gadaian, yaitu bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diperah air susunya, maka boleh menggunakan dan memerah air susunya apabila ia memberikan nafkah untuk pemeliharaan barang gadaian tersebut. Pemanfaatan barang gadai tersebut, tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda: “Binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkahnya (makanannya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah boleh diminum sebagai imbalan atas makanannya bila sedang digadaikan. Orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberikan makanan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no.3962, Fathul Bari V/143 no. 2512, ‘Aunul Ma’bud IX/439 no.3509, Tirmidzi II/362 no.1272 dan Ibnu Majah II/816 no.2440).
Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan bahwa para ulama sepakat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai dibebankan kepada pemiliknya. Demikian juga pertumbuhan dan keuntungan barang tersebut juga menjadi miliknya, kecuali pada dua hal, yaitu kendaraan dan hewan yang memiliki air susu yang diperas oleh yang menerima gadai.
5. Biaya Perawatan Barang Gadai.
Jika barang gadai butuh biaya perawatan -misalnya hewan perahan, hewan tunggangan, dan budak (sebagaimana dalam as-sunnah) maka:
- Jika dibiayai oleh penggadai/pemiliknya sendiri, maka pemilik uang tidak boleh menggunakan barang gadai tersebut.
- Jika dibiayai oleh pemilik uang, maka dia boleh menggunakan barang tersebut sesuai dengan biaya yang telah dia keluarkan, tidak boleh lebih.
Maksud barang gadai yang butuh pembiayaan, yakni jika dia tidak dirawat maka dia akan rusak atau mati. Misalnya hewan atau budak yang digadaikan, tentunya keduanya butuh makan. Jika keduanya diberi makan oleh pemilik uang(Al-Murtahin), maka dia bisa memanfaatkan budak dan hewan tersebut sesuai dengan besarnya biaya yang dia keluarkan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang telah lalu dalam masalah pemanfaatan barang gadai.
6. Pelunasan Hutang Dengan Barang Gadai.
Apabila pelunasan hutang sudah jatuh tempo, maka Ar-Rahin berkewajiban melunasi hutangnya sesuai denga waktu yang telah disepakatinya dengan Al-Murtahin. Bila telah lunas maka barang gadaian dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, bila Ar-Rahin tidak mampu melunasi hutangnya, maka Al-Murtahin berhak menjual barang gadaian itu untuk menggantikan pelunasan atas hutang tersebut. Apa bila ternyata ada sisa dari barang yang dijual, maka sisa tersebut menjadi hak pemilik barang gadai tersebut (Ar-Rahin). Sebaliknya, bila harga barang tersebut belum dapat melunasi hutangnya, maka orang yang menggadaikan barangnya tersebut masih menanggung atas sisa hutangnya.
Demikian atas penjelasan singkat seputar hukum mu'amalah gadai dalam fiqih Islam. Dari penjelasan di atas, Nampak jelas bagi kita atas kesempurnaan, keindahan dan keadilan Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.kurang lebihnya mohon maaf. Ihdinash shiratal mustqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Assalamu'alaikum wr.wb
Kali ini pembahasan berkenaan tentang pergadaian (Ar-Rahn) dalam fiqih Islam.
A. Defenisi Ar-Rahn (Gadai):
Ar-Rahn (gadai) secara bahasa artinya adalah ats-tsubût wa ad-dawâm (tetap dan langgeng), dan bisa juga berarti al-ihtibas wa al-luzum (tertahan dan keharusan).
Sedangkan secara syar‘i, ar-rahn (gadai) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) melunasinya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Gadai ialah harta benda yang dijadikan sebagai jaminan (agunan) utang agar dapat dilunasi (semuanya), atau sebagiannya dengan harganya atau dengan sebagian dari nilai barang gadainya itu”.
Sebagai contoh, bila ada seseorang memiliki hutang kepada anda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Lalu dia memberikan suatu barang yang nilainya sekitar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) sebagai jaminan hutangnya. Maka di dalam gambaran ini, hutangnya kelak dapat dilunasi dengan sebagian nilai barang yang digadaikannya itu bila dijual.
Contoh lain, bila ada seseorang yang berhutang kepada anda sebesar RP.5.000.000,- (lima juta rupiah). Lalu dia memberikan kepada anda sebuah barang yang nilainya sebesar Rp.500.000,- (Lima ratus ribu rupiah) sebagai jaminan hutangnya. Di dalam gambaran kedua ini, sebagian hutang dapat dilunasi dengan nilai barang tersebut. Akan tetapi orang yang berhutang masih menanggung hutang dari sisa yang masih belum dibayarnya.
Nah!, dalam dua gambaran di atas, baik nilai barang gadaiannya itu lebih besar ataupun lebih kecil dari jumlah hutang, hukumnya tetap sama, diperbolehkan.
B. Landasan Disyariatkannya Gadai:
Gadai diperbolehkan dalam agama Islam baik dalam keadaan safar maupun mukim. Hal ini berdasarkan dalil Al-Qur’an, Al-Hadits dan Ijma’ (konsensus) para ulama. Di antaranya:
a. Al-Qur’an:
:Firman Allah
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283)
menyebutkan “barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berhutang)”. Dalam dunia finansial, barang tanggungan biasa dikenal sebagai jaminan atau obyek pegadaian.
b. Al-Hadits:
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari II/729 (no.1962) dalam kitab Al-Buyu’, dan Muslim III/1226 (no. 1603) dalam kitab Al-Musaqat).
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قال : لَقَدْ رَهَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِىٍّ ، وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لأَهْلِهِ
Anas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah menggadaikan baju besinya di Madinah kepada orang Yahudi, sementara Beliau mengambil gandum dari orang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga Beliau.” (HR. Bukhari II/729 (no. 1963) dalam kitab Al-Buyu’).
c. Ijma’(kesepakatan)para ulama:
Para ulama telah bersepakat akan diperbolehkannya gadai (ar-rahn), meskipun sebagian mereka bersilang pendapat bila gadai itu dilakukan dalam keadaan mukim. Akan tetapi, pendapat yang lebih rajih (kuat) ialah bolehnya melakukan gadai dalam dua keadaan tersebut. Sebab riwayat Aisyah dan Anas radhiyallahu ‘anhuma di atas jelas menunjukkan bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan muamalah gadai di Madinah dan beliau tidak dalam kondisi safar, tetapi sedang mukim.
C. Unsur dan Rukun Gadai (Ar-Rahn):
Dalam prakteknya, gadai secara syariah ini memiliki empat unsur, yaitu:
1. Ar-Rahin, Yaitu orang yang menggadaikan barang atau meminjam uang dengan jaminan barang.
2. Al-Murtahin, Yaitu orang yang menerima barang yang digadaikan atau yang meminjamkan uangnya.
3. Al-Marhun/ Ar-Rahn, Yaitu barang yang digadaikan atau dipinjamkan.
4. Al-Marhun bihi, Yaitu uang dipinjamkan lantaran ada barang yang digadaikan.
Sedangkan rukun gadai (Ar-Rahn) ada tiga, yaitu:
• Shighat (ijab dan qabul).
• Al-‘aqidan (dua orang yang melakukan akad ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-râhin) dan yang menerima gadai/agunan (al-murtahin)
• Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi obyek akad), yaitu barang yang digadaikan/diagunkan (al-marhun) dan utang (al-marhun bih). Selain ketiga ketentuan dasar tersebut, ada ketentuan tambahan yang disebut syarat, yaitu harus ada qabdh (serah terima).
Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan syariah, dan dilakukan oleh orang yang layak melakukan tasharruf (tindakan), maka akad gadai (ar-rahn) tersebut sah.
Syarat gadai (ar-rahn):
Disyaratkan dalam muamalah gadai hal-hal berikut:
Pertama: Syarat yang berhubungan dengan orang yang bertransaksi yaitu Orang yang menggadaikan barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan rusyd (kemampuan mengatur).
Kedua: Syarat yang berhubungan dengan Al-Marhun (barang gadai) ada dua:
1. Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya, baik barang atau nilainya ketika tidak mampu melunasinya.
2. Barang gadai tersebut adalah milik orang yang manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.
3. Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena Al-rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.
Ketiga: Syarat berhubungan dengan Al-Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.
D. Kapan Serah Terima Ar-Rahn (Barang Gadai) Dianggap Sah?
Barang gadaian adakalanya berupa barang yang tidak dapat dipindahkan seperti bangunan/rumah dan tanah, Maka disepakati serah terimanya dengan mengosongkan isi bangunan/rumah tersebut untuk pemberi hutang tanpa ada penghalangnya.
Dan ada kalanya berupa barang yang dapat dipindahkan. Bila berupa barang yang ditakar maka disepakati serah terimanya dengan ditakar pada takaran, bila barang timbangan maka disepakati serah terimanya dengan ditimbang pada takaran. Bila barang timbangan, maka serah terimanya dengan ditimbang dan dihitung, bila barangnya dapat dihitung. Serta dilakukan pengukuran, bila barangnya berupa barang yang diukur.
Namun bila barang gadai tersebut berupa tumpukan bahan makanan yang dijual secara tumpukan, dalam hal ini ada perselisihan pendapat tantang cara serah terimanya. Ada yang berpendapat dengan cara memindahkannya dari tempat semula, dan ada yang menyatakan cukup dengan ditinggalkan pihak yang menggadaikannya, sedangkan murtahin dapat mengambilnya.
Ketentuan Umum Dalam Muamalah Gadai:
Ketentuan umum dalam muamalah gadai setelah terjadinya serah terima barang gadai. Di antaranya:
1. Barang yang Dapat Digadaikan.
Barang yang dapat digadaikan adalah barang yang memiliki nilai jual, agar dapat menjadi jaminan bagi Ar-Rahin. Dengan demikian, barang yang tidak dapat diperjual-belikan dikarenakan tidak ada harganya, atau haram untuk diperjual-belikan, adalah tergolong barang yang tidak dapat digadaikan. Yang demikian itu dikarenakan, tujuan utama disyariatkannya pergadaian, sehingga pergadaian tidak dapat dicapai dengan barang yang haram atau tidak dapat diperjual-belikan.
Barang yang digadaikan dapat berupa tanah, sawah, rumah, perhiasan, kendaraan, alat-alat elektronik, surat saham, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian, bila ada orang yang menggadaikan seekor anjing, babi, dan yang dilahirkan dari keduanya (karena hasil persilangan), maka pegadaian ini tidak sah hukumnya, karena kesemuanya tidak halal untuk diperjual-belikan.
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ – رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan (mahar) pelacur, dan upah perdukunan.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Seseorang tidak dibenarkan untuk menggadaikan sesuatu, yang pada saat akad gadai berlangsung, (barang yang hendak digadaikan tersebut) tidak halal untuk diperjual-belikan.”
2. Barang Gadai Adalah Amanah.
Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang piutang, dia hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah pihak, misalnya jika pemilik uang khawatir uangnya tidak atau sulit untuk dikembalikan. Jadi, barang gadai itu hanya sebagai penegas dan penjamin bahwa peminjam akan mengembalikan uang yang akan dia pinjam. Karenanya jika dia telah membayar utangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya.
Status barang gadai selama berada di tangan pemberi utang adalah sebagai amanah yang harus ia jaga sebaik-baiknya. Sebagai salah satu konsekuensi amanah adalah, bila terjadi kerusakan yang tidak disengaja dan tanpa ada kesalahan prosedur dalam perawatan, maka pemilik uang tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian. Bahkan, seandainya orang yang menggadaikan barang itu mensyaratkan agar pemberi utang memberi ganti rugi bila terjadi kerusakan walau tanpa disengaja, maka persyaratan ini tidak sah dan tidak wajib dipenuhi.
3. Barang Gadai Dipegang Pemberi utang.
Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi utang selama masa perjanjian gadai tersebut, sebagaimana firman Allah: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283).
Dan sabda Nabi:
الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِى يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ
“Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan. Dan susu (dari hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari (no.2512), dan At-Tirmidzi (no.1245), dan ini lafazhnya).
4. Memanfaatkan Barang Gadai.
Pihak pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian. Sebab, sebelum dan setelah digadaikan, barang gadai adalah milik orang yang berutang, sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak orang yang berutang, sepenuhnya. Adapun pemberi hutang, maka ia hanya berhak untuk menahan barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam sebagai utang oleh pemilik barang.
Dengan demikian, pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian, baik dengan izin pemilik barang atau tanpa seizin darinya. Bila ia memanfaatkan tanpa izin, maka itu nyata-nyata haram, dan bila ia memanfaatkan dengan izin pemilik barang, maka itu adalah riba. Karena setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat maka itu adalah riba. Demikianlah hukum asal pegadaian.
Namun ada kalanya keadaan tertentu yang membolehkan pemberi hutang memanfaatkan barang gadaian, yaitu bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang diperah air susunya, maka boleh menggunakan dan memerah air susunya apabila ia memberikan nafkah untuk pemeliharaan barang gadaian tersebut. Pemanfaatan barang gadai tersebut, tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda: “Binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkahnya (makanannya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah boleh diminum sebagai imbalan atas makanannya bila sedang digadaikan. Orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberikan makanan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no.3962, Fathul Bari V/143 no. 2512, ‘Aunul Ma’bud IX/439 no.3509, Tirmidzi II/362 no.1272 dan Ibnu Majah II/816 no.2440).
Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan bahwa para ulama sepakat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai dibebankan kepada pemiliknya. Demikian juga pertumbuhan dan keuntungan barang tersebut juga menjadi miliknya, kecuali pada dua hal, yaitu kendaraan dan hewan yang memiliki air susu yang diperas oleh yang menerima gadai.
5. Biaya Perawatan Barang Gadai.
Jika barang gadai butuh biaya perawatan -misalnya hewan perahan, hewan tunggangan, dan budak (sebagaimana dalam as-sunnah) maka:
- Jika dibiayai oleh penggadai/pemiliknya sendiri, maka pemilik uang tidak boleh menggunakan barang gadai tersebut.
- Jika dibiayai oleh pemilik uang, maka dia boleh menggunakan barang tersebut sesuai dengan biaya yang telah dia keluarkan, tidak boleh lebih.
Maksud barang gadai yang butuh pembiayaan, yakni jika dia tidak dirawat maka dia akan rusak atau mati. Misalnya hewan atau budak yang digadaikan, tentunya keduanya butuh makan. Jika keduanya diberi makan oleh pemilik uang(Al-Murtahin), maka dia bisa memanfaatkan budak dan hewan tersebut sesuai dengan besarnya biaya yang dia keluarkan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi yang telah lalu dalam masalah pemanfaatan barang gadai.
6. Pelunasan Hutang Dengan Barang Gadai.
Apabila pelunasan hutang sudah jatuh tempo, maka Ar-Rahin berkewajiban melunasi hutangnya sesuai denga waktu yang telah disepakatinya dengan Al-Murtahin. Bila telah lunas maka barang gadaian dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, bila Ar-Rahin tidak mampu melunasi hutangnya, maka Al-Murtahin berhak menjual barang gadaian itu untuk menggantikan pelunasan atas hutang tersebut. Apa bila ternyata ada sisa dari barang yang dijual, maka sisa tersebut menjadi hak pemilik barang gadai tersebut (Ar-Rahin). Sebaliknya, bila harga barang tersebut belum dapat melunasi hutangnya, maka orang yang menggadaikan barangnya tersebut masih menanggung atas sisa hutangnya.
Demikian atas penjelasan singkat seputar hukum mu'amalah gadai dalam fiqih Islam. Dari penjelasan di atas, Nampak jelas bagi kita atas kesempurnaan, keindahan dan keadilan Islam dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.kurang lebihnya mohon maaf. Ihdinash shiratal mustqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Jumat, 28 Oktober 2011
Do'a Nabi Muhammad Agar Diberi Hati Yang Lurus
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Menurut riwayat yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim bersumber dari Sayyidah ‘Aisyah ra. menyebutkan, bahwa untuk menjauhkan diri dari godaan syaitan yang dapat membelokkan hati dari kebenaran, Nabi Muhammad saw. senantiasa mengucapkan do’a sebagai berikut :
Yaamuqallibal quluubi tsabbit qalbi ‘alaa diinika. Qultu : yaa Rasulallaahi maa aktsara maa tad’uu bihaadzad du’aa-i? faqala : laisa min qalbin illaa wahuwa baina ushbu’aini min ashaabi’i rahmaani insya-a an yuqiimahu aqaamahu wa insya-a ayyuzhiighahu azaaghahu.
Artinya : “Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkan lah hatiku pada agama-Mu”. Saya bertanya: ” Wahai Rasulullah, alangkah banyaknya yang engkau minta dengan do’a itu!” Maka beliau bersabda: “Tiada hati seorang, melainkan berada diantara celah dua jari-jari Tuhan Yang Maha Pengasih. Jika ia menghendaki, Ia luruskan hati itu, sehingga menjadi lurus, dan jika Ia tidak menghendaki, Ia bengkokkan hati itu sehingga menjadi bengkok”.
Maka dari itu marilah kita membaca do’a terasebut setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam, agar kita selalu dijaga dan diarahkan oleh Allah, dan selalu berada dijalan yang selalu diridloinya. Begitu halnya seorang buta yang tahu arah maka ia membutuhkan pegangan agar tidak tersandung dan terjatuh. Maka hanya Allah-lah yang dapat kita jadikan tempat bersandar dan yang selalu menyertai kita dalam segala urusan di dunia ini.
Begituhalnya bagi kita yang senantiasa dianjurkan untuk saling nasehat menasehati, yang tentunya dalam urusan kebaikan bukan dalam urusan kemunkaran, sebagaimana yang telah diriwayatkan Allah swt. Dalam Al Qur anul Karim surah Al ‘Ashr :
Muqaddimah
Surat Al 'Ashr terdiri atas 3 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Alam Nasyrah. Dinamai Al 'Ashr (masa) diambil dari perkataan Al 'Ashr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Pokok-pokok isinya:
Semua manusia berada dalam keadaan merugi apabila dia tidak mengisi waktunya dengan perbuatan-perbuatan baik.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
AMAT RUGILAH MANUSIA YANG TIDAK MEMANFA'ATKAN WAKTUNYA UNTUK BERBAKTI
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Surat ini menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat menggunakan masanya dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang merugi.
HUBUNGAN SURAT AL 'ASHR DENGAN SURAT AL HUMAZAH
Pada surat Al 'Ashr Allah menerangkan sifat-sifat orang yang tidak merugi, sedang dalam surat Al Humazah Allah menerangkan bberapa sifat orang yang selalu merugi.
Nah oleh karenanya kita tidak dapat berkata “kamu harus beriman kepada Allah, kamu harus sholat, dan sebagainya”, kita tidak dapat memaksa akan keimanan pada seseorang, ketika kita sedang berdakwah/ menasehati seseorang untuk berbuat baik karena seperti apa yang telah diriwayatkan hadits diatas. Alhamdulillah…….
Mungkin cukup sekian dari saya, semoga bermanfaat bagi anda sekalian dan juga saya, kiranya ada salah-salah penulisan mohon maaf. Astaghfirullaha min qoulin bila ‘amalin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Menurut riwayat yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim bersumber dari Sayyidah ‘Aisyah ra. menyebutkan, bahwa untuk menjauhkan diri dari godaan syaitan yang dapat membelokkan hati dari kebenaran, Nabi Muhammad saw. senantiasa mengucapkan do’a sebagai berikut :
Yaamuqallibal quluubi tsabbit qalbi ‘alaa diinika. Qultu : yaa Rasulallaahi maa aktsara maa tad’uu bihaadzad du’aa-i? faqala : laisa min qalbin illaa wahuwa baina ushbu’aini min ashaabi’i rahmaani insya-a an yuqiimahu aqaamahu wa insya-a ayyuzhiighahu azaaghahu.
Artinya : “Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkan lah hatiku pada agama-Mu”. Saya bertanya: ” Wahai Rasulullah, alangkah banyaknya yang engkau minta dengan do’a itu!” Maka beliau bersabda: “Tiada hati seorang, melainkan berada diantara celah dua jari-jari Tuhan Yang Maha Pengasih. Jika ia menghendaki, Ia luruskan hati itu, sehingga menjadi lurus, dan jika Ia tidak menghendaki, Ia bengkokkan hati itu sehingga menjadi bengkok”.
Maka dari itu marilah kita membaca do’a terasebut setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam, agar kita selalu dijaga dan diarahkan oleh Allah, dan selalu berada dijalan yang selalu diridloinya. Begitu halnya seorang buta yang tahu arah maka ia membutuhkan pegangan agar tidak tersandung dan terjatuh. Maka hanya Allah-lah yang dapat kita jadikan tempat bersandar dan yang selalu menyertai kita dalam segala urusan di dunia ini.
Begituhalnya bagi kita yang senantiasa dianjurkan untuk saling nasehat menasehati, yang tentunya dalam urusan kebaikan bukan dalam urusan kemunkaran, sebagaimana yang telah diriwayatkan Allah swt. Dalam Al Qur anul Karim surah Al ‘Ashr :
Muqaddimah
Surat Al 'Ashr terdiri atas 3 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah, diturunkan sesudah surat Alam Nasyrah. Dinamai Al 'Ashr (masa) diambil dari perkataan Al 'Ashr yang terdapat pada ayat pertama surat ini.
Pokok-pokok isinya:
Semua manusia berada dalam keadaan merugi apabila dia tidak mengisi waktunya dengan perbuatan-perbuatan baik.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
AMAT RUGILAH MANUSIA YANG TIDAK MEMANFA'ATKAN WAKTUNYA UNTUK BERBAKTI
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Surat ini menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat menggunakan masanya dengan sebaik-baiknya termasuk golongan yang merugi.
HUBUNGAN SURAT AL 'ASHR DENGAN SURAT AL HUMAZAH
Pada surat Al 'Ashr Allah menerangkan sifat-sifat orang yang tidak merugi, sedang dalam surat Al Humazah Allah menerangkan bberapa sifat orang yang selalu merugi.
Nah oleh karenanya kita tidak dapat berkata “kamu harus beriman kepada Allah, kamu harus sholat, dan sebagainya”, kita tidak dapat memaksa akan keimanan pada seseorang, ketika kita sedang berdakwah/ menasehati seseorang untuk berbuat baik karena seperti apa yang telah diriwayatkan hadits diatas. Alhamdulillah…….
Mungkin cukup sekian dari saya, semoga bermanfaat bagi anda sekalian dan juga saya, kiranya ada salah-salah penulisan mohon maaf. Astaghfirullaha min qoulin bila ‘amalin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Rabu, 05 Oktober 2011
KARENA MEMBERI SEDEKAH TANGAN DIPOTONG
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Dikisahkan bahwa semasa berlakunya kekurangan makanan dalam kalangan Bani Israel, maka lalulah seorang fakir menghampiri rumah seorang kaya dengan berkata, "Sedekahlah kamu kepadaku dengan sepotong roti dengan ikhlas kerana Allah SWT."
Setelah fakir miskin itu berkata demikian maka keluarlah anak gadis orang kaya, kemudian memberikan roti yang masih hangat kepadanya. Sebaik sahaja gadis itu memberikan roti tersebut maka keluarlah bapak dari gadis tersebut yang bakhil, lantas sang bapak memotong tangan kanan anak gadisnya sehingga putus. Semenjak dari peristiwa itu maka Allah SWT pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya sehingga dia menjadi seorang yang fakir miskin dan akhirnya dia meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina.
Anak gadis itu menjadi pengemis dan meminta-minta dari satu rumah ke rumah. Dan pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, maka keluarlah seorang ibu dari rumah tersebut. Ibu tersebut sangat kagum dengan kecantikannya, sehingga mempersilahkan dan membawa anak gadis itu masuk ke rumahnya. Ibu itu sangat tertarik dengan gadis tersebut dan dia berhajat untuk mengawinkan anaknya dengan gadis tersebut. Maka setelah perkawinan itu selesai, maka si ibu itu pun memberikan pakaian dan perhiasan bagi menggantikan pakaiannya.
Pada suatu malam apabila sudah dihidangkan makan malam, maka si suami hendak makan bersamanya. Oleh kerana anak gadis itu tangan kanannya putung dan suaminya juga tidak tahu bahwa dia itu kudung, manakala ibunya juga telah merahasiakan tentang tangan gadis tersebut. Maka apabila suaminya menyuruh dia makan, lalu dia makan dengan tangan kiri. Apabila suaminya melihat keadaan isterinya itu dia pun berkata, "Aku mendapat tahu bahwa orang fakir tidak tahu dalam tatacara harian, oleh itu makanlah dengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri."
Setelah si suami berkata demikian, maka isterinya itu tetap makan dengan tangan kiri, walaupun suaminya berulang kali memberitahunya. Dengan tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, "Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas kerana Ku, maka tidak ada halangan bagi-Ku memberikan kembali akan tangan kananmu itu."
Setelah gadis itu mendengar suara tersebut, maka dia pun mengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan seperti sediakala, dan dia pun makan bersama suaminya dengan menggunakan tangan kanan. Hendaklah kita sentiasa menghormati tamu kita, walaupun dia fakir miskin apabila dia telah datang ke rumah kita maka sesungguhnya dia adalah tamu kita. Rasulullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menghormati tamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah S.W.T. Dan barangsiapa telah membuat kemarahan terhadap tamu, dia telah menjadikan kemarahanku. Dan barangsiapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah S.W.T."
Sabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud, "Sesungguhnya tetamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin itu, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat."
Sekian dari saya semoga dapat memberikan secercah cahaya rahmat dan ridlo Allah atas apa yang telah tertulis dia atas, kepada kita yang mau melaksanakan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Setelah fakir miskin itu berkata demikian maka keluarlah anak gadis orang kaya, kemudian memberikan roti yang masih hangat kepadanya. Sebaik sahaja gadis itu memberikan roti tersebut maka keluarlah bapak dari gadis tersebut yang bakhil, lantas sang bapak memotong tangan kanan anak gadisnya sehingga putus. Semenjak dari peristiwa itu maka Allah SWT pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya sehingga dia menjadi seorang yang fakir miskin dan akhirnya dia meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina.
Anak gadis itu menjadi pengemis dan meminta-minta dari satu rumah ke rumah. Dan pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, maka keluarlah seorang ibu dari rumah tersebut. Ibu tersebut sangat kagum dengan kecantikannya, sehingga mempersilahkan dan membawa anak gadis itu masuk ke rumahnya. Ibu itu sangat tertarik dengan gadis tersebut dan dia berhajat untuk mengawinkan anaknya dengan gadis tersebut. Maka setelah perkawinan itu selesai, maka si ibu itu pun memberikan pakaian dan perhiasan bagi menggantikan pakaiannya.
Pada suatu malam apabila sudah dihidangkan makan malam, maka si suami hendak makan bersamanya. Oleh kerana anak gadis itu tangan kanannya putung dan suaminya juga tidak tahu bahwa dia itu kudung, manakala ibunya juga telah merahasiakan tentang tangan gadis tersebut. Maka apabila suaminya menyuruh dia makan, lalu dia makan dengan tangan kiri. Apabila suaminya melihat keadaan isterinya itu dia pun berkata, "Aku mendapat tahu bahwa orang fakir tidak tahu dalam tatacara harian, oleh itu makanlah dengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri."
Setelah si suami berkata demikian, maka isterinya itu tetap makan dengan tangan kiri, walaupun suaminya berulang kali memberitahunya. Dengan tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, "Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas kerana Ku, maka tidak ada halangan bagi-Ku memberikan kembali akan tangan kananmu itu."
Setelah gadis itu mendengar suara tersebut, maka dia pun mengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan seperti sediakala, dan dia pun makan bersama suaminya dengan menggunakan tangan kanan. Hendaklah kita sentiasa menghormati tamu kita, walaupun dia fakir miskin apabila dia telah datang ke rumah kita maka sesungguhnya dia adalah tamu kita. Rasulullah S.A.W telah bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menghormati tamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah S.W.T. Dan barangsiapa telah membuat kemarahan terhadap tamu, dia telah menjadikan kemarahanku. Dan barangsiapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah S.W.T."
Sabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud, "Sesungguhnya tetamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin itu, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat."
Sekian dari saya semoga dapat memberikan secercah cahaya rahmat dan ridlo Allah atas apa yang telah tertulis dia atas, kepada kita yang mau melaksanakan apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Minggu, 25 September 2011
Rayuan Si Mbah Setan (Dalam Hal Pacaran)
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14)
Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, yang mana didalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia. Di antaranya adalah adab bergaul dengan lawan jenis, sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari).
Dikarenakan menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang tidak diperkenankan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah melarang berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun tidak khayal akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan.karena waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali, sehingga dirinya dapat kembali lagi menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….
Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim
Sekian semoga dapat membawa manfaat bagi anda sekalian yang membaca, dan tentunya bagi saya, kurang lebihnya mohon maaf. Astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, yang mana didalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia. Di antaranya adalah adab bergaul dengan lawan jenis, sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari).
Dikarenakan menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang tidak diperkenankan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.
Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan “pacaran“. Allah telah melarang berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun tidak khayal akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan.karena waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali, sehingga dirinya dapat kembali lagi menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya….
Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, “Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. Shaad: 82). Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari & Muslim
Sekian semoga dapat membawa manfaat bagi anda sekalian yang membaca, dan tentunya bagi saya, kurang lebihnya mohon maaf. Astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Selasa, 16 Agustus 2011
Fadilah Di Bulan Yang Suci
Seyogyanya seorang muslim dalam penantiannya mengatakan kepada dirinya
“Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi” (QS. An Najm: 8).
Ya semakin dekat dengan hari permulaan, bahkan sudah tercium aroma harum diwaktu penantian, hari-hari termulia. Ya SYAHRU RAMADHAN AL MUBARAK, yang Allah jadikan didalamnya limpahan kebaikan, Allah telah memberi keutamaan umat yang dirahmati ini dengan bulan mulia yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya. Tetapi Allah Subhanahuwata’ala juga hanya akan memberikan kemuliaan itu kepada hamba-hambanya dari umat ini yang dikehendaki saja, sesungguhnya Dia adalah Zat yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Kita semua berharap kepadaNya agar tidak terhalang mendapatkan segala keutamaan di bulan ramadhan ini.
Seorang mukmin pastilah mengetahui bahwa hari-hari Allah Subhanahuwata’ala itu bertingkat-tingkat kemuliaannya, sebagaimana pula waktu-waktuNya juga berbeda, sesungguhnya Allah Subhanahuwata’ala telah memilih hari dan waktu-waktu termulianya pada bulan ramadhan. Oleh karena itu jiwa-jiwa mulia merindukan Ramadhan, dan meminta kepada Rabbnya agar dipertemukan dengannya. Tetapi di sisi lain ada sekelompok orang yang hatinya dipenuhi cinta dunia dan kelalaian pada musim-musim yang diberkahi, oleh karena itu kami mengajak kepada jiwa-jiwa yang lalai untuk mempersiapkan diri dan sama-sama merindukannya.
Ketahuilah wahai jiwa yang lalai… anda pasti merindukan ramadhan, karena:
1. Dibulan Ramadhan pintu surga dibuka luas-luas
Maka akan diterima amal dan berbahagia orang yang bekerja keras, orang-orang yang ikhlas beribadah kepadaNya, engkau akan merindukan ramadhan karena engkau akan berkumpul dengan orang-orang yang mengumpulkan kebaikan ini, mereka memenuhi masjid-masjid, mereka tidak mau lepas dari Al Qur’an, akan disatukan hatimu dengan hati-hati mereka dalam ketaatan, serta jiwamu bisa dikumpulkan bersama jiwa-jiwa mereka yang ikhlas.
2. Dibulan Ramadhan ditutup pintu-pintu neraka
Ini adalah kesempatan dijauhkannya engkau dari perbuatan dosa dan maksiat, diperingatkan dari neraka, akan dijaga pandanganmu dari pemandanga yang haram, dijaga pendengaranmu dari suara-suara yang haram dan jika ada yang mengajakmu kepada maksiat maka katakanlah: “Aku takut kepada allah.”
3. Dibulan Ramadhan setan dibelenggu
Maka mereka tidak mengganggu seperti saat diluar ramadhan, akan ditahan keburukan yang dibawa oleh mereka, karena berbagai ketaatan yang dilakukan hamba-hambaNya serta sedikitnya dari orang-orang mukmin yang terjerembab dalam maksiat, akan tetapi memang ada saja setan yang masih berlindung dihati sebagian orang, ini dikarenakan mereka tidak berusaha melepaskan diri dari setan, karena dia selalu meninggalkan shalat berjamaah, membiarkan dirinya bergelimang dalam maksiat, tidak menjaga pandangan, tidak menjaga pendengaran, hatinya selalu terikat dengan kenikmatan semu, kapan engkau akan kembali wahai jiwa yang lalai?
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam: “Jika datang bulan ramadhan maka dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu syaithan” (Muttafaqun’alaih).
4. Dibulan Ramadhan dosa-dosa diampuni
Kami menginginkan anda merenungi karunia Allah untuk hamba-hambaNya, kasih sayangNya kepada hamba-hambaNya, lihatlah bagaimana Allah menyiapkan kepada mereka dimusim keberkahan ini, dengan mengampuni dosa-dosa mereka, menghapus kesalahan-kesalahan mereka, adakah yang lebih mulia daripadaNya?
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam: “Shalat lima waktu, jum’at ke jum’at, ramadhan ke ramadhan penghapus dosa diantaranya selama menjauhi dosa-dosa besar “ (HR. Muslim 1/144).
Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam: “Barangsiapa berpuasa karena iman dan berharap pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaqun’alaih).
Sudahkah engkau melihat keutamaan ini? Apakah engkau tidak memikirkan karunia ini? Dosa-dosamu yang telah lalu… Kesalahah-kesalahanmu yang telah menahun… Allah mengampuni semuanya disebabkan keutamaan amal di bulan ini. Sungguh tidak terbayang apabila engkau tidak merindukan ramadhan ini. Tidakkah engkau berharap ampunan ini? Tidakkah engkau berharap keselamatan dengan karunia ini? Jika Allah telah mengenalkan kerinduan dihatimu, kenapa engkau tidak merindukan ramadhan!!!
5. Dibulan Ramadhan ada amalan yang paling murni/ikhlas
Tidaklah orang yang berpuasa mereka menunggu sesuatu kecuali hanya pahala dariNya, pahala yang tidak terukur dan tidak ada padanannya, karena Allah berfirman: “Setiap amal anak Adam untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya itu untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya” (Muttafaqun’alaih), sampai-sampai Malaikatpun tidak mengetahui kadar pahala orang yang berpuasa.
Wahai penyambut ramadhan, engkau bersungguh-sungguhlah dalam menahan lapar dan dahaga, menahan hawa nafsumu, sesungguhnya Allah telah menyiapkan bagimu, karunia yang tak terbayang sebelumnya, jika engkau merasa gembira saat berbuka dan menyelesaikan puasa sehari sesungguhnya engkau akan merasakan kebahagiaan yang hakiki nanti di depan jannah an na’im.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman: “Setiap amal anak Adam untuknya, kecuali puasa, sesungguhnya itu untuk-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya. Puasa itu adalah perisai. Jika datang hari puasa seseorang di antara kalian maka janganlah ia berkata kotor dan jangan memaki; jika ada orang mencacinya atau memancingnya berkelahi, hendaknya ia berkata, ‘Aku sedang berpuasa.’” Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada wangi misik. Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan; jika ia berbuka, ia berbahagia; dan jika bertemu Rabbnya, ia berbahagia karena puasanya” (Muttafaqun’alaih).
6. Dibulan Ramadhan pahala umrahmu seperti pahala berhaji bersama Rasulullah Shalallhu’alaihi wassalam
Apabila engkau menunaikan umrah dibulan ramadhan dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan yang datang dari Rasulullah maka engkau mendapatkan pahala berhaji bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam, beliau bersabda :“Umrah dibulan ramadhan seperti berhaji bersamaku” (Shahih al Jami’ no 4098)
7. Do’amu saat berpuasa mustajab
Rasulullah Shalallhu’alaihi wassalam bersabda:” Tiga do’a mustajab: do’a orang yang berpuasa, do’a orang yang didholimi, dan do’a musafir” (Shahih al Jami’ no 3030).
8. Dibulan Ramadhan ada malam-malam yang istimewa
Hal ini dapat kita lihat dari kesungguhan Rasulullah Shalallhu’alaihi wassalam, kesungguhan beliau tidak sama dengan waktu-waktu yang lain, Aisyah Radhiallahu’anha berkata:” Rasulullah Shalallhu’alaihi wassalam sangat bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir dibulan ramadhan tidak seperti diwaktu-waktu lain.” (Shahih al Jami’ no 4910).
9. Dibulan Ramadhan ada lailatul qodr
Disinilah Rasulullah Shalallahu’alaihi wassalam sangat mengagungkan waktu ini, sangat berharap mendapatkan kemuliaan didalamnya, karena malam ini adalah malam yang mana amal seseorang sepadan dengan amal yang dikerjakan selama 83 tahun bahkan lebih. Rasulullah Shalallhu’alaihi wassalam bersabda:” Barangsiapa menghidupkan malam lailatul qodr karena iman dan mengharap pahala maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(Muttafaqun’alaih). Allah Subhanahuwata’ala berfirman:” Lailatul qodr lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qodr: 3)
Sungguh bulan ramadhan adalah bulan yang dirindukan oleh setiap insan, maka kita semua senantiasa meminta kepada Rabb yang maha pemurah agar mempertemukan kita dengan bulan mulia, dan termasuk dari golongan orang-orang yang beruntung, karena ada saja sebagian yang Allah pertemukan tetapi mereka tetap saja termasuk orang-orang yang merugi wal ‘iyadzu billah, itu dikarenakan mereka mendholimi diri mereka dengan melarutkan diri dalam maksiat dan dosa, sebagaimana disabdakan :”Sungguh merugi seorang dipertemukan dengan bulan ramadhan kemudian meninggalkannya sebelum diampuni dosanya.” (HR. Tirmidzi 2/271). Semoga bermanfaat . Allah Subhanahuwata’ala a’lamu bishshawab.
Kamis, 11 Agustus 2011
Pendididk Sejati Dari Mulai Lahir
Kisah hidup Saidatina Aisyah r.a. telah membuktikan bahawa wanita mampu menguasai bidang keilmuan mengatasi kaum lelaki serta mampu menjadi pendidik kepada para ilmuan dan pakar-pakar diberbagai bidang.
Kehidupan beliau juga menjadi bukti kemampuan wanita dalam mempengaruhi pandangan masyarakat, baik lelaki maupun perempuan, serta membekalkan sumber inspirasi dan kepimpinan yang mantap. Wanita yang kaya dengan pekerti tinggi,lemah lembut serta sopan santun ini juga telah membawa kebahagiaan dan ketenangan hati yang tidak putus kepada suaminya.
Saidatina Aisyah r.a. bukan seorang graduan dari mana-mana universiti memandangkan belum wujud lagi institusi sedemikian pada ketika hayat beliau seperti yang ada sekarang. Namun begitu, lafaz ucapan beliau menjadi bahan kajian dalam bidang sastera, fatwa- fatwa syariah yang beliau keluarkan dikaji di institusi-instusi perundangan, hidup dan hasil pengkajian beliau diteliti oleh para mahasiswa dan pendidik dalam pengkajian sejarah Islam sejak seribu tahun yang lalu.
Khazanah pengetahuan yang dimiliki Saidatina Aisyah r.a. diperoleh sejak beliau masih seorang kanak-kanak. Pada usia mudanya, Aisyah r.a. dibesarkan oleh bapanya, seorang Muslim yang dihormati dan disegani ramai lantaran ketinggian ilmunya, kelembutan budi pekertinya serta peribadinya yang disegangi ramai. Tambahan pula, beliau sahabat yang paling rapat dengan Rasulullah s.a.w. serta merupakan pengunjung setia ke rumah Rasulullah s.a.w. sejak zaman awal kerasulan baginda.
Semenjak beliau muda, Aisyah r.a. yang terkenal dengan paras rupanya yang menawan serta daya ingatan yang kuat, diletakkan di bawah jagaan Rasulullah s.a.w. sendiri. Sebagai isteri serta pendamping baginda Rasulullah, Aisyah r.a. berpeluang menimba ilmu pengetahuan dari baginda sehingga ke tahap yang tidak mungkin ditandingi oleh wanita-wanita lain.
Aisyah r.a. menjadi isteri Rasulullah s.a.w. di Mekah di sekitar usia beliau mencecah sepuluh tahun, namun hanya mula menjalankan tanggungjawab sebagai seorang isteri setelah tahun kedua Hijrah, iaitu ketika usia beliau sekitar empatbelas hingga limabelas tahun. Pada waktu sebelum dan selepas pernikahan beliau, Aisyah r.a. tetap mempamerkan kegirangan serta sifat semulajadi seorang kanak-kanak. Beliau seidkit pun tidak teruja dengan statusnya sebagai isteri kepada seorang Nabi Allah yang begitu disanjungi dan dikasihi oleh para sahabat. Ini termasuklah kedua ibubapa Aisyah sendiri yang menumpukan sepenuh kasih saying serta hormat mereka kepada Rasulullah s.a.w. berbanding orang lain.
Berkenaan pernikahan beliau kepada Rasulullah s.a.w., Aisyah r.a. menceritakan, sejurus sebelum beliau ditetapkan meninggalkan rumahnya, beliau telah keluar ke halaman rumah untuk bermain-main dengan rakannya yang sedang berlalu di situ:”Aku sendang bermain di atas jungkang-jungkit dan rambutku yang panjang telah menjadi kusut” kata beliau. “Mereka datang mendapatkan ku dari permainan ku lalu menyiapkan ku.”
Saidatina Aisyah r.a. dipakaikan pakaian pengantinnya yang diperbuat dari sutera halus berjalur merah dari Bahrain. Seterusnya beliau dibawa oleh ibunya ke rumahnya yang baru siap dibina serta disambut oleh wanita-wanita Ansar di muka pintu. Mereka manyambutnya dengan ucapan “Demi kebaikan dan kebahagiaan dan semoga diiringi kesenangan.” Dalam kehadiran baginda Rasulullah yang sedang tersenyum lembut, semangkuk susu dibawa kepada mereka. Rasulullah s.a.w. minum darinya lalu memberikan susu itu kepada Aisyah. Aisyah dengan segan silu menolak pelawaan Rasulullah itu. Namun apabila Rasulullah sekali lagi menyuruh Aisyah minum dari semangkuk susu itu, Aisyah pun berbuat demikian. Seterusnya mangkuk itu diberikan kepada kakak beliau, Asma, yang berada di sisinya serta diedarkan kepada mereka yang hadir di situ. Itulah keraian yang menandai pernikahan baginda Rasulullah dengan saidatina Aisyah yang dijalankan dalam penuh kesederhanaan.
Status beliau sebagai isteri Rasulullah s.a.w. tidak merubah sifat riang Aisyah sebagai seorang kanak-kanak. Rakan-rakan beliau sering berkunjung ke rumah untuk bermain-main dengannya.
Sedang aku bermain dengan permainanku,cerita Saidatina Aisyah r.a.,bersamaku ada kawan-kawanku, dan datang baginda Rasulullah kepadaku, lalu mereka akan keluar meninggalkanku, akan tetapi Rasulullah keluar mendapatkan rakan-rakanku itu dan membawa mereka kembali kerana baginda senang denganku bermain dengan mereka. Kadangkala baginda berkata, “Tinggal di situ, wahai Aisyah,” dan sebelum sempat rakan-rakanku meninggalkanku, baginda akan turut serta dalam permainan kami. Kata Aisyah r.a. Suatu hari, baginda Rasulullah datang ketika aku sedang bermain-main dengan anak patungku, dan baginda berkata, “Wahai Aisyah, permainan apakah ini?” “Inilah kuda-kuda Sulaiman,” kata ku dan baginda pun tertawa. Ada ketika apabila baginda pulang ketika Aisyah sedang bermain dengan rakan-rakannya, baginda Rasulullah akan berselindung di sebalik jubahnya agar tidak mengganggu Aisyah dan rakan-rakan beliau yang sedang bermain.
Detik-detik awal kehidupan Aisyah r.a. di Madinah turut melalui saat-saat yang mencabar. Pada suatu ketika, bapa beliau bersama dua orang sahabat yang tinggal bersamanya ketika itu telah diserang demam panas yang sering melanda Madinah pada musim-musim tertentu. Ketika Aisyah menziarahi bapanya, beliau terkejut melihat ketia-tiga orang lelaki itu sedang terlantar dalam keadaan tenat dan lemah. Aisyah bertanyakan khabar bapanya itu namun jawapan yang diberi bapa beliau tidak dapat difahami. Dua orang sahabat yang sedang tenat itu juga mengeluarkan baris-baris puisi yang difikirkan Aisyah hanyalah ratapan seorang yang sedang sakit tenat. Saidatina Aisyah berasa gusar lalu pulang menceritakan peristiwa itu kepada baginda Rasulullah s.a.w.:
Mereka maracau-racau, tidak keruan, disebabkan demam panas itu, Kemudian Rasulullah bertanya kepada Aisyah apa yang diperkatakan oleh bapanya serta dua orang sahabat yang sedang sakit tadi. Baginda berasa lega setelah Aisyah mengulangi setiap apa yang dikatakan oleh mereka walaupun kata-kata itu belum mampu difahami oleh Aisyah sendiri. Peristiwa ini menggambarkan daya ingatan Aisyah yang begitu kuat yang bakal memainkan peranan penting dalam meriwayatkan hadith-hadith baginda Rasulullah s.a.w.
Di kalangan isteri-isteri baginda di Madinah, Aisyah nyata sekali merupakan kesayangan Rasulullah s.a.w. Dari masa ke semasa, salah seorang sahabat baginda akan bertanya,:
Wahai Rasulullah, siapakah yang paling kau sayangi di dunia ini? Jawab baginda sering berbeda-beda karena baginda begitu mengasihi anak-anak serta cucu-cucunya, sahabat baginda Abu Bakar, Ali, Zaid serta anak beliau Usamah. Namun di kalangan isteri baginda yand sering disebut hanyalah Aisyah. Aisyah sendiri begitu mengasihi baginda Rasulullah serta sering meminta kepastian tentang kasih baginda terhadapnya. Pernah suatu ketika Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah, Bagaimanakah kasihmu terhadapku?
Seperti ikatan simpulan tali, jawab baginda yang bermaksud kasihnya itu kuat dan kukuh. Lalu pada waktu-waktu seterusnya Saidatina Aisyah r.a. akan bertanya kepada Rasulullah, Bagaimana keadaan simpulan itu? dan jawab baginda Demi Allah, masih sama (kukuh).
Begitu kasihnya Aisyah kepada baginda Rasulullah sehinggakan lahir rasa cemburu dan tidak berpuas hati sekiranya perhatian Rasulullah dicurahkan kepada orang lain melebihi dirinya sendiri. Aisyah bertanya kepada baginda,:
Wahai Rasul Allah, katakan sendiri padaku. Sekiranya engkau berada di antara dua lembah, yang satunya tidak pernah diragut rumputnya sedangkan yang satu lagi sudah pernah diragut rumputnya, dimanakah akan engkau lepaskan ternakkanmu?
Di lembah yang rumputnya belum pernah diragut, jawab Rasulullah. Namun begitu,kata beliau aku tidaklah seperti isteri-isterimu yang lain. Setiap orang dari mereka pernah mempunyai suami yang lain sebelum mu kecuali diriku. Rasulullah hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa. Cerita Aisyah lagi tentang sikap cemburunya itu:
Aku tidak mencemburui isteri-isteri Rasulullah yang lain sebagaimana aku mencemburui Khadijah, disebabkan baginda sering menyebut-nyebut nama Khadijah serta telah diperintahkan Allah untuk menyampaikan berita gembira kepada Khadijah tentang mahligainya di syurga yang bertatahkan permata. Setiap kali baginda Rasulullah membuat sembelihan, pasti akan diberikan sebahagian daripada daging sembelihan itu kepada teman-teman rapat Khadijah. Berkali-kali pernah ku katakan kepada baginda, “Seolah-olah tidak pernah ada wanita lain di dunia in selain Khadijah,”
Pernah suatu ketika Aisyah mengadu tentang sikap Rasulullah yang begitu memandang tinggi terhadap seorang wanita tua Quraisy, baginda berasa tersinggung lalu berkata: Dialah isteri yang mempercayai diriku sedangkan orang lain menafikan diriku. Sedangkan orang lain mendustai ku, dia meyakinkan kebenaranku. Sedang aku dipulaukan, dia membelanjakan segala harta kekayaannya untuk meringankan beban sengsara ku.
Walaupun Aisyah memiliki sifat cemburu yang sebenarnya tidak membawa kepada keburukan, beliau sesungguhnya seorang yang amat pemurah dan penyabar. Beliau mengharungi kehidupan yang serba kekurangan bersama isteri-isteri Rasulullah yang lain. Beliau tidak betah hidup tanpa sesuap makanan pun dalam jangka waktu yang panjang. Berhari-hari lamanya dapur rumah beliau tidak berasap dan beliau hidup bersama Rasulullah di atas buah tamar dan air semata-mata. Hidupnya yang miskin tidak membawa sebarang tekanan atau memalukan Aisyah r.a.; hidup berdikari tidak mengganggu cara hidup beliau walau sedikit pun.
Pernah suatu ketika, Rasulullah telah memutuskan perhubungan dengan isteri-isteri baginda sehingga sebulan lamanya. Ini disebabkan mereka meminta sesuatu yang Rasulullah tidak mampu berikan. Peristiwa ini berlaku selepas peperangan di Khaibar dimana kemenangan umat Islam membawa harta rampasan serta membuahkan keinginan terhadap harta kekayaan. Setelah kembali dari beruzlah, baginda Rasulullah pertama sekali menuju ke rumah Aisyah. Beliau begitu gembira melihat baginda telah kembali, namun Rasulullah mengkhabarkan kepadanya tentang penerimaan wahyu yang menyuruh baginda memberikan Aisyah dua pilihan. Baginda seterusnya membacakan ayat :
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mutah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.” (al-Ahzab 28-29)
Jawab Aisyah:
Sesungguhnya aku memilih Allah dan RasulNya dan kehidupan di akhirat, dan jawabnya itu disetujui isteri-isteri baginda yang lain.
Beliau setia terhadap pilihannya itu sepanjang hidupnya bersama Rasulullah dan begitu juga setelah kewafatan baginda. Apabila umat Islam dilimpahi harta kekayaan yang banyak, beliau pernah dihadiahkan seratus ribu dirham. Walaupun ketika itu beliau sedang berpuasa dan hidup dalam kekurangan, seluruh pemberian itu disedekahkan kepada fakir miskin. Sejurus selepas itu, seorang pembantu rumahnya bertanya, Bolehkan engkau menggunakan satu dirham untuk membeli daging buat berbuka puasa?
Jika aku terfikirkan hal ini tadi, pasti aku sudah melakukannya, jawab Aisyah r.a. Kasih sayang Rasulullah terhadap Aisyah berkekalan sehingga akhir hayat baginda. Ketika baginda sedang nazak, baginda telah pulang ke rumah Aisyah atas izinisteri-isteri baginda yang lain. Kebanyakan masa baginda hanya terlantar di katil dengan kepala baginda di atas pangkuan Aisyah. Saiditina Aisyah telah meminta kayu siwak dari abangnya (or adik lelaki?) serta mengunyah kayu siwak itu untuk melembutkannya lalu diberikan kepada Rasulullah. Walaupun sudah berkeadaan tenat, baginda menggosok gigi baginda dengan bersungguh-sungguh. Tidak lama kemudian, baginda jatuh pengsan dan tidak sedarkan diri dan Aisyah melihat itu adalah tanda-tanda ajal baginda telah sampai. Namun sejam kemudian, baginda kembali membuka mata.
Aisyahlah yang menyaksikan dan menyampaikan kisah saat-saat akhir sebelum kewafatan insan mulia ini, kekasih Allah moga dilimpahi rahmatNya.
Setelah baginda sedar kembali, Aisyah mengingati Izrail telah berkata kepadanya: Tidak seorang Nabi itu diambil nyawanya melainkan dia telah ditunjukkan tempatnya di syurga serta diberikan pilihan samada untuk hidup atau mati,
Baginda tidak akan memilih untuk bersama kita, kata Aisyah pada dirinya. Kemudian Aisyah terdengar baginda berkata, Demi pertemuan agung di syurga, demi hamba-hambanya yang dilimpahi rahmatNya, para Nabi, para syuhada dan orang-orang yang beriman…. Dan sekali lagi beliau terdengar baginda berkata ya Tuhanku, demi pertemuan agung di syurga… Inilah kata-kata terakhir baginda yang didengar oleh Saidatina Aisyah r.a. Sedikit demi sedikit, kepala Rasulullah semakin berat di pangkuan Aisyah, sehinggalah sahabat-sahabat yang lain mula menitiskan air mata. Lalu Aisyah meletakkan kepala Rasulullah di atas bantal dan turut serta menangisi permergian baginda.
Di lantai rumah Aisyah, berhampiran tempat pembaringan Rasulullah ketika baginda sedang nazak, sebuah kubur digali dan di situlah bersemadi jasad penutup segala Nabi, di kala umatnya sedang dalam kegelisahan dan kesedihan yang mendalam.
Aisyah hidup selama hampir lima puluh tahun setelah kewafatan Rasulullah s.a.w. Sepuluh tahun hidup beliau sebagai isteri Rasululluah. Sebahagian besar waktu itu diluangkan dengan mempelajari dua sumber penting petunjuk Allah, iaitu al-Quran dan sunnah Rasulullah. Tiga orang daripada isteri-isteri Rasulullah yang menghafaz al-Quran, dan salah seorang daripadanya adalah Aisyah r.a.(di samping Ummu Salamah dan Hafsah). Seperti Hafsah, Aisyah juga mempunyai salinan al-Quran yang ditulis setelah kewafatan Rasulullah.
Berkenaan dengan hadith baginda Rasulullah, Aisyah merupakan salah seorang daripada empat orang sahabat (termasuk Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar dan Anas Ibn Malik) yang meriwayatkan lebih dua ribu hadith. Kebanyakan hadith-hadith ini berkaitan amalan-amalan peribadi Rasulullah yang hanya mampu diketahui oleh Aisyah r.a. Satu aspek penting berkenaan hadith yang diriwayatkan Aisyah ialah hadith-hadith tersebut disampaikan dalam bentuk tulisan oleh, antara lainnya, anak saudara beliau, Urwah ibn az-Zubair yang merupakan salah seorang ulama terkenal di kalangan tabiin.
Ramai di kalangan sahabat Rasulullah dan pengikut-pengikut mereka yang menimba dari ilmu pengetahuan Aisyah r.a. Abu Musa alAshari pernah berkata: Sekiranya kami di kalangan sahabat Rasulullah menghadapi kemusykilan, maka akan kami bawa kepada Saidatina Aisyah r.a.
Urwah ibn az-Zubair menegaskan bahawa Aisyah bukan sahaja arif dalam bidang fiqh, bahkan juga dalam bidang tibb(perubatan) dan syair. Ramai di kalangan sahabat baginda Rasulullah turut merujuk kepada Aisyah berkenaan masalah pewarisan harta yang memerlukan kemahiran tinggi dalam bidang matematik. Para ulama menganggap Saidatina Aisyah sebagai salah seorang ahli fuqaha Islam terawal di samping Umar Ibn al-Khattab, Ali dan Abdullah ibn Abbas. Kata baginda Rasulullah tentang dalamnya pengetahuan Aisyah dalam Islam; Pelajarilah sebahagian daripada agamamu dari al-Humaira,Al-Humaira, atau si merah adalah nama panggilan Rasulullah kepada Saidatina Aisyah r.a.
Saidatina Aisyah r.a. bukan sahaja memiliki ketinggian ilmu pengetahuan, bahkan turut memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan pembentukan masyarakat ketika itu. Sebagai seorang guru, beliau memiliki lisan yang jelas dan menarik hati serta kelancaran bertutur kata beliau digambarkan dengan begitu tinggi oleh al-Ahnaf: Aku pernah mendengar ucapan dari Abu Bakar dan Umar, dari Uthman dan Ali serta para khulafa hingga ke hari ini, tetapi belum pernah aku mendengar ucapan yang lebih indah dan lebih menarik hati dari mulut seorang pun melainkan Aisyah r.a.
Manusia dari segenap pelusuk tanah Arab telah pergi menemui Aisyah untuk mempelajari ilmu yang dimilikinya. Dikatakan lebih ramai bilangan wanita daripada lelaki yang datang untuk menimba ilmu daripada beliau. Di samping menjelaskan kemusykilan orang ramai, beliau turut mengambil anak-anak kecil, ada di kalangan mereka yatim piatu, untuk dibesarkan dan dilatih di bawah bimbingannya sendiri. Di samping itu juga terdapat saudara-saudara beliau yang mendapat bimbingan yang sama. Dengan demikian, rumah Saidatina Aisyah r.a. dijadikan sekolah dan sebuah institusi pengajian.
Ada di kalangan anak-anak didikan Aisyah yang cemerlang di bawah pimpinan beliau. Sudah disebut sebelum ini tentang anak saudara lelaki beliau iaitu Urwah ibn az-Zubair sebagai salah seorang perawi hadith terkemuka. Di antara pelajar wanita didikan Aisyah ialah Umrah binti Abdur Rahman. Umrah dianggap oleh para ulama sebagai seorang perawi hadith yang thiqah dan dikatakan bertindak sebagai setiausaha Aisyah r.a dalam menerima dan menjawab surat-surat yang diterima Aisyah. Peranan Aisyah dalam menggerakkan proses pendidikan terutamanya bagi kaum wanita seharusnya dijadikan contoh ikutan.
Selepas Khadijah al-Kubra (yang hebat) dan Fatimah az-Zahra (yang menawan), Aisyah as-Siddiqah (yang membenarkan) dianggap sebagai wanita terbaik dalam Islam. Dari keteguhan peribadinya, beliau menjadi seorang pakar dalam setiap bidang pengetahuan, dalam masyarakat, politik bahkan peperangan. Beliau sering menyesali penglibatannya dalam peperangan namun dibarkahi dengan umur yang panjang berpeluang membetulkan kedudukannya sebagai wanita paling dihormati sewaktu hayatnya. Beliau kembali ke rahmatullah dalam bulan Ramadhan pada tahun kelima puluh lapan selepas Hijrah. Atas arahan beliau sendiri, jasadnya disemadikan di Jannat al-Baqi di Madinah al-Munawwarah, di kalangan sahabat baginda Rasulullah s.a.w.
Kamis, 28 Juli 2011
Kisah Ma’ruf al-Kurkhi, Sang Murid Para Malaikat
Assalamu'alaikum wr.wb
Muhammad bin al-Mudzaffar berkata, “Diriwayatkan kepada kami bahwa semula kedua orang tua Abu Mahfudz Ma’ruf bin Fairuz al-Kurkhi adalah orang Persia yang beragama Nasrani.
Keduanya menyerahkan pendidikan anaknya (Ma’ruf) sejak dini untuk belajar menulis kepada seorang alim. Suatu hari sang guru memberi pelajaran, katakan, ‘Tuhan Bapak, Tuhan Anak, Dan Tuhan Ibu.’ Ma’ruf membantah dengan mengatakan, ‘Tuhan hanya satu.’ Kemudian sang guru memukulnya.
Guru pun melanjutkan pengajarannya untuk mengucapkan seperti yang semula. Lagi-lagi Ma’ruf menolak, dia mengucapkan, ‘Tuhan itu satu.’ Pada lain hari sang guru memukul dengan pukulan yang lebih keras, maka Ma’ruf pun melarikan diri.
Nampaknya kedua orang tua Ma’ruf tidak mampu lagi bersabar. Hampir-hampir keduanya berputus asa karena sangat khawatir dengan pembangkangan Ma’ruf. Akhirnya kedua orangtua Ma’ruf berkata, ‘Mudah-mudahan dia menemukan suatu agama yang berkenan di hatinya sehingga kita bisa turut memeluk agama itu.’
Ma’ruf, yang masih anak-anak itu terus berjalan mencari kebenaran sehingga bertemu dengan Ali bin Musa ar-Ridha, lalu menyatakan dirinya masuk Islam dihadapannya. Ia hidup dengan beliau dan membantu beliau dalam tempo yang tidak sebentar.
Tak berapa lama kemudian, ia minta izin kepada Ali bin Musa untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia tiba di rumah pada malam hari, setelah mengetuk pintu, orang tuanya bertanya, ‘Siapa?’ Ma’ruf menjawab, ‘Saya!’ Sebelum membuka pintu, orang tua Ma’ruf bertanya, ‘Sekarang kamu memeluk agama apa?’ Ma’ruf menjawab, ‘Islam.’ Kedua orang tuanya mempersilakan masuk dan memeluk Islam. Allah telah berkenan mengumpulkan keluarga ini dalam agama Islam’.”
Di antara riwayat yang sampai kepada kami adalah bahwa, “Ma’ruf mengajarkan agama yang dipeluknya dengan ucapan-ucapan yang tidak disukai kedua orang tuanya. Sehingga si Ibu berkata kepada sang ayah, ‘Anakmu ini masih sangat kecil, tidak pantas berkata-kata demikian. Jalan pikirannya telah dirusak oleh sebagian umat Islam, sebaiknya ia dilarang keluar rumah saja. Keputusan ini lebih baik untuk anak kita.’
Beberapa hari ia disekap dalam kamar rumahnya. Namun sang ayah tidak tega, lalu melepasnya. Akan tetapi Ma’ruf malah kembali mengunci diri di dalam kamar. Ia tidak mau keluar sebelum kedua orang tuanya memaksa untuk keluar kamar, sampai-sampai sang ayah bertanya, ‘Mau berapa lama lagi kamu akan mengunci diri dalam kamar?’
Ma’ruf menjawab, ‘Ayah, sebenarnya ketika aku berada di dalam kamar ini, aku mendapatkan seseorang yang mampu memberi pencerahan yang ayah ibuku sangka bahwa dia merusak jalan hidupku dan berdampak buruk pada ayah ibu berdua.’
Ayah Ma’ruf bertanya, ‘Siapa dia?’
Ma’ruf diam, tidak memberi jawaban. Sang Ayah marah kepada si Ibu, ‘Ini gara-gara kamu! Anak kesayanganku jadi gila!’ Sang ayah lalu membawa Ma’ruf pergi menemui seorang pendeta, untuk menceritakan kejadian tersebut dan agar pendeta bersedia menjampi dan mengobatinya.
Sang pendeta bertanya kepada Ma’ruf, ‘Siapakah yang dia maksud merusak jalan pikiranmu sehingga berdampak buruk kepada kedua orang tuamu?’
Ma’ruf menjawab, ‘Hati kecilku! Dia senantiasa merenungkan siapa yang telah menciptakan langit dan bumi juga memikirkan mengapa bisa demikian indah!’
Sang pendeta bertanya lagi, ‘Kalau begitu, bagaimana menurut pendapatmu wahai Ma’ruf mengenai renunganmu itu?’
Ma’ruf menjawab, ‘Menurutku, di sana hanya ada satu Dzat yang mampu mengatur seluruh alam raya ini, tidak boleh ada seorang pun yang menyerupai Dzat itu. Sebab sekiranya ada tentu ia ingin berbuat seperti yang telah diperbuatnya.’
Pendeta berkata, ‘Kalau demikian, tetaplah kamu di situ, sebentar lagi aku datang menemuimu.’
Kemudian pendeta kembali ke biaranya untuk mengambil tinta dan pena. Ia mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ma’ruf, lalu menulis jawabannya. Selanjutnya pendeta berkata kepada Fairuz (ayah Ma’ruf), ‘Wahai Fairuz, Sekiranya engkau berkata kepadaku bahwa anak ini adalah anakku, tentu aku akan mengatakan bahwa dia adalah salah satu murid para Malaikat.’
Fairuz bersama anaknya pulang dengan perasaan bahagia.
Ma’ruf berkata, ‘Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Ali bin Musa ar-Ridha, beliau pun berkomentar, ‘Memang kamu salah satu murid para Malaikat’.” (Anba’ Nujabail Abna’, hal. 185-187.)
Semoga dapat menjadikan suatu pelajaran bagi kita semua, Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Muhammad bin al-Mudzaffar berkata, “Diriwayatkan kepada kami bahwa semula kedua orang tua Abu Mahfudz Ma’ruf bin Fairuz al-Kurkhi adalah orang Persia yang beragama Nasrani.
Keduanya menyerahkan pendidikan anaknya (Ma’ruf) sejak dini untuk belajar menulis kepada seorang alim. Suatu hari sang guru memberi pelajaran, katakan, ‘Tuhan Bapak, Tuhan Anak, Dan Tuhan Ibu.’ Ma’ruf membantah dengan mengatakan, ‘Tuhan hanya satu.’ Kemudian sang guru memukulnya.
Guru pun melanjutkan pengajarannya untuk mengucapkan seperti yang semula. Lagi-lagi Ma’ruf menolak, dia mengucapkan, ‘Tuhan itu satu.’ Pada lain hari sang guru memukul dengan pukulan yang lebih keras, maka Ma’ruf pun melarikan diri.
Nampaknya kedua orang tua Ma’ruf tidak mampu lagi bersabar. Hampir-hampir keduanya berputus asa karena sangat khawatir dengan pembangkangan Ma’ruf. Akhirnya kedua orangtua Ma’ruf berkata, ‘Mudah-mudahan dia menemukan suatu agama yang berkenan di hatinya sehingga kita bisa turut memeluk agama itu.’
Ma’ruf, yang masih anak-anak itu terus berjalan mencari kebenaran sehingga bertemu dengan Ali bin Musa ar-Ridha, lalu menyatakan dirinya masuk Islam dihadapannya. Ia hidup dengan beliau dan membantu beliau dalam tempo yang tidak sebentar.
Tak berapa lama kemudian, ia minta izin kepada Ali bin Musa untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia tiba di rumah pada malam hari, setelah mengetuk pintu, orang tuanya bertanya, ‘Siapa?’ Ma’ruf menjawab, ‘Saya!’ Sebelum membuka pintu, orang tua Ma’ruf bertanya, ‘Sekarang kamu memeluk agama apa?’ Ma’ruf menjawab, ‘Islam.’ Kedua orang tuanya mempersilakan masuk dan memeluk Islam. Allah telah berkenan mengumpulkan keluarga ini dalam agama Islam’.”
Di antara riwayat yang sampai kepada kami adalah bahwa, “Ma’ruf mengajarkan agama yang dipeluknya dengan ucapan-ucapan yang tidak disukai kedua orang tuanya. Sehingga si Ibu berkata kepada sang ayah, ‘Anakmu ini masih sangat kecil, tidak pantas berkata-kata demikian. Jalan pikirannya telah dirusak oleh sebagian umat Islam, sebaiknya ia dilarang keluar rumah saja. Keputusan ini lebih baik untuk anak kita.’
Beberapa hari ia disekap dalam kamar rumahnya. Namun sang ayah tidak tega, lalu melepasnya. Akan tetapi Ma’ruf malah kembali mengunci diri di dalam kamar. Ia tidak mau keluar sebelum kedua orang tuanya memaksa untuk keluar kamar, sampai-sampai sang ayah bertanya, ‘Mau berapa lama lagi kamu akan mengunci diri dalam kamar?’
Ma’ruf menjawab, ‘Ayah, sebenarnya ketika aku berada di dalam kamar ini, aku mendapatkan seseorang yang mampu memberi pencerahan yang ayah ibuku sangka bahwa dia merusak jalan hidupku dan berdampak buruk pada ayah ibu berdua.’
Ayah Ma’ruf bertanya, ‘Siapa dia?’
Ma’ruf diam, tidak memberi jawaban. Sang Ayah marah kepada si Ibu, ‘Ini gara-gara kamu! Anak kesayanganku jadi gila!’ Sang ayah lalu membawa Ma’ruf pergi menemui seorang pendeta, untuk menceritakan kejadian tersebut dan agar pendeta bersedia menjampi dan mengobatinya.
Sang pendeta bertanya kepada Ma’ruf, ‘Siapakah yang dia maksud merusak jalan pikiranmu sehingga berdampak buruk kepada kedua orang tuamu?’
Ma’ruf menjawab, ‘Hati kecilku! Dia senantiasa merenungkan siapa yang telah menciptakan langit dan bumi juga memikirkan mengapa bisa demikian indah!’
Sang pendeta bertanya lagi, ‘Kalau begitu, bagaimana menurut pendapatmu wahai Ma’ruf mengenai renunganmu itu?’
Ma’ruf menjawab, ‘Menurutku, di sana hanya ada satu Dzat yang mampu mengatur seluruh alam raya ini, tidak boleh ada seorang pun yang menyerupai Dzat itu. Sebab sekiranya ada tentu ia ingin berbuat seperti yang telah diperbuatnya.’
Pendeta berkata, ‘Kalau demikian, tetaplah kamu di situ, sebentar lagi aku datang menemuimu.’
Kemudian pendeta kembali ke biaranya untuk mengambil tinta dan pena. Ia mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ma’ruf, lalu menulis jawabannya. Selanjutnya pendeta berkata kepada Fairuz (ayah Ma’ruf), ‘Wahai Fairuz, Sekiranya engkau berkata kepadaku bahwa anak ini adalah anakku, tentu aku akan mengatakan bahwa dia adalah salah satu murid para Malaikat.’
Fairuz bersama anaknya pulang dengan perasaan bahagia.
Ma’ruf berkata, ‘Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Ali bin Musa ar-Ridha, beliau pun berkomentar, ‘Memang kamu salah satu murid para Malaikat’.” (Anba’ Nujabail Abna’, hal. 185-187.)
Semoga dapat menjadikan suatu pelajaran bagi kita semua, Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Sabtu, 23 Juli 2011
Khulu'
Assalamu’alaikum wr.wb
Wanita pun behak mengajukan cerai
Disaat seorang wanita yang menjabat sebagai serang isteri, merasakan buntu dalam kehidupannya berumah tangga dan tidak memiliki hak untuk menceraikan, tidak sedikit perempuan yang salah kaprah dalam menjalani rumah tangganya. Padahal Islam telah lama menjawab tentang problem ini.
Khulu'
Secara defenitif, khulu' merupakan tebusan yang dibayar oleh seorang istri kepada suami yang membencinya, agar ia (suami) mau menceraikannya (istri). Jadi, ketika seorang istri bermaksud meminta cerai " ingin bercerai ," ia harus membayar sejumlah tertentu kepada suaminya sebagai tebusan atas pengajuan cerainya itu ('iwadh).
Dan tentunya khulu' tersebut diperbolehkan jika telah memenuhi syarat yang telah ditentukan. Pada zaman Rasulullah pernah terjadi persoalan seperti ini, yang mana seorang istri sahabat mengeluhkan tentang persoalan rumah tangganya. Dia adalah istri Tsabit bin Qais.
" Wahai Rasulullah, terus terang aku tidak mencela suamiku, baik dalam hal akhak dan agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran setelah (memeluk) Islam," keluh wanita tersebut.
Tergambar jelas gurat keputusasaan dari istri yang menanggung ketidak bahagiaan dalam menjalani hidup berumah tangga. Dan Rasulullah memberi solusi terbaik bagi perempuan itu. "Apakah kau bersedia mengembalikan kebun yang menjadi maharnya?" tanya Rasulullah.
Istri Tsabit yang bernama Jamilah itu manjawab dengan mantab, "Ya, aku bersedia." Lalu Rasulullah pun segera berkata kepada suami Jamilah, Tsabit bin Qais,"Wahai Tsabit, terimalah kebun itu, dan ceraikanlah istrimu." (HR Bukhari)
Gegabhakah Rasulullah dalam membuat keputusan tersebut? bukankah perceraian adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Allah kendati diperbolehkan? Jawabannya tentu saja tidak. Sebab syariat talak pun bisa menjadi sunnah bahkan wajib dalam sebuah kasus tertentu, teutama semisal kasus diatas. Perceraian dibenci apabila pasangan suami istri sebetulnya masih bisa mempertahankan biduk rumah tangga namun tetap memilih untuk bercerai.
Ketentuan khulu'
Sebelum khulu' dilakukan, hendaknya istri memerhatikan hal berikut dibawah ini :
Seorang istri meminta suaminya untuk melakukan khulu', jika memang tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak dapat menegakkan hukum Allah. Khulu' hendaknya berlangsung sampai selesai tanpa adanya perlakuan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan suami terhadap istinya. Dan jika memang penganiayaan itu terjadi maka suami tidak boleh mengambil sedikitpun harta dari istrinya.
Khulu' juga juga berfungsi seperti talak ba'in, sehingga suami tidak lagi diperbolehkan merujuk istrinya, kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan diceraikan olehnya, baru kemudian melakukan akad nikah yang baru.
Disunnahkan bagi suami untuk tidak mengambil harta istri melebihi jumlah mahar yang telah diberikan kepadanya, apalagi meminta atau menetapkan sendiri dengan jumlah yang diinginkan. Jika khulu' tersebut itu sebagai talak, maka menurut jumhur 'ulama, istri yang di-khulu' harus menjalani masa 'iddahnya selama tiga kali quru' (tiga kali masa suci), yang juga tedapat dalam Al Qur an: Qs. Al Baqaah:228.
Dan diperbolehkan bagi wali seorang wanita yang masih kecil untuk mewakilinya sebagai peminta khulu' dari suaminya, jika memang sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut. Klulu' diperbolehkan, baik dalam masa suci maupun ketika haid, karena khulu' tidak memiliki waktu tertentu, dengan kata lain dapat dilakukan kapan saja.
Nah, dari apa yang telah tersurat diatas semoga dapat memberikan sebuah kemnafaatan bagi anda, dan juga saya tentunya. Namun saya berharap agar tidak ada perceraian diantara anda, begitu juga halnya dengan saya. Akhiron ihdinash shiratal mustaqim
Wassalamu’alaikum wr.wb
Iim Cah Boenkzoe, Najiv Alaska, Bunga Ilalang dan 8 lainnya menyukai ini.
o
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya ya akhi .............^_^
o
Iim Arrosyid syukron atas jempol manisnya ya ikhwani .....^_^
o
Dien Noer Wizz zmi2 akhi
Wanita pun behak mengajukan cerai
Disaat seorang wanita yang menjabat sebagai serang isteri, merasakan buntu dalam kehidupannya berumah tangga dan tidak memiliki hak untuk menceraikan, tidak sedikit perempuan yang salah kaprah dalam menjalani rumah tangganya. Padahal Islam telah lama menjawab tentang problem ini.
Khulu'
Secara defenitif, khulu' merupakan tebusan yang dibayar oleh seorang istri kepada suami yang membencinya, agar ia (suami) mau menceraikannya (istri). Jadi, ketika seorang istri bermaksud meminta cerai " ingin bercerai ," ia harus membayar sejumlah tertentu kepada suaminya sebagai tebusan atas pengajuan cerainya itu ('iwadh).
Dan tentunya khulu' tersebut diperbolehkan jika telah memenuhi syarat yang telah ditentukan. Pada zaman Rasulullah pernah terjadi persoalan seperti ini, yang mana seorang istri sahabat mengeluhkan tentang persoalan rumah tangganya. Dia adalah istri Tsabit bin Qais.
" Wahai Rasulullah, terus terang aku tidak mencela suamiku, baik dalam hal akhak dan agamanya, tetapi aku tidak menyukai kekufuran setelah (memeluk) Islam," keluh wanita tersebut.
Tergambar jelas gurat keputusasaan dari istri yang menanggung ketidak bahagiaan dalam menjalani hidup berumah tangga. Dan Rasulullah memberi solusi terbaik bagi perempuan itu. "Apakah kau bersedia mengembalikan kebun yang menjadi maharnya?" tanya Rasulullah.
Istri Tsabit yang bernama Jamilah itu manjawab dengan mantab, "Ya, aku bersedia." Lalu Rasulullah pun segera berkata kepada suami Jamilah, Tsabit bin Qais,"Wahai Tsabit, terimalah kebun itu, dan ceraikanlah istrimu." (HR Bukhari)
Gegabhakah Rasulullah dalam membuat keputusan tersebut? bukankah perceraian adalah sesuatu yang paling dibenci oleh Allah kendati diperbolehkan? Jawabannya tentu saja tidak. Sebab syariat talak pun bisa menjadi sunnah bahkan wajib dalam sebuah kasus tertentu, teutama semisal kasus diatas. Perceraian dibenci apabila pasangan suami istri sebetulnya masih bisa mempertahankan biduk rumah tangga namun tetap memilih untuk bercerai.
Ketentuan khulu'
Sebelum khulu' dilakukan, hendaknya istri memerhatikan hal berikut dibawah ini :
Seorang istri meminta suaminya untuk melakukan khulu', jika memang tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak dapat menegakkan hukum Allah. Khulu' hendaknya berlangsung sampai selesai tanpa adanya perlakuan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan suami terhadap istinya. Dan jika memang penganiayaan itu terjadi maka suami tidak boleh mengambil sedikitpun harta dari istrinya.
Khulu' juga juga berfungsi seperti talak ba'in, sehingga suami tidak lagi diperbolehkan merujuk istrinya, kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan diceraikan olehnya, baru kemudian melakukan akad nikah yang baru.
Disunnahkan bagi suami untuk tidak mengambil harta istri melebihi jumlah mahar yang telah diberikan kepadanya, apalagi meminta atau menetapkan sendiri dengan jumlah yang diinginkan. Jika khulu' tersebut itu sebagai talak, maka menurut jumhur 'ulama, istri yang di-khulu' harus menjalani masa 'iddahnya selama tiga kali quru' (tiga kali masa suci), yang juga tedapat dalam Al Qur an: Qs. Al Baqaah:228.
Dan diperbolehkan bagi wali seorang wanita yang masih kecil untuk mewakilinya sebagai peminta khulu' dari suaminya, jika memang sang wali melihat adanya bahaya yang mengancam wanita tersebut. Klulu' diperbolehkan, baik dalam masa suci maupun ketika haid, karena khulu' tidak memiliki waktu tertentu, dengan kata lain dapat dilakukan kapan saja.
Nah, dari apa yang telah tersurat diatas semoga dapat memberikan sebuah kemnafaatan bagi anda, dan juga saya tentunya. Namun saya berharap agar tidak ada perceraian diantara anda, begitu juga halnya dengan saya. Akhiron ihdinash shiratal mustaqim
Wassalamu’alaikum wr.wb
Iim Cah Boenkzoe, Najiv Alaska, Bunga Ilalang dan 8 lainnya menyukai ini.
o
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya ya akhi .............^_^
o
Iim Arrosyid syukron atas jempol manisnya ya ikhwani .....^_^
o
Dien Noer Wizz zmi2 akhi
Jumat, 01 Juli 2011
Penemuan Ilmuan Islam (dalam celoteh santri melihat gerhana rembulan)
Assalamu'alaikum
ana mau cerita nich ikhwan
tadi malam lihat gerhana bulan mulai jam 01:22 WIB, dengan temen jadi bertiga dech ......
karena dingin banget ana pakai jaket, tutup kepala, sarung tangan + bawa selimut
yang satu duduk diatas motor, satunya lagi tiduran disebelah ana selimutan sarung. nunggu gerhana lama banget, ngobrol-ngobrol dech jadinya ............
Eh tidak cuma itu, ada pelajaran lho di celoteh kita bertiga ...^_^
* Ilmuan Islam telah menemukan sebuah penemuan terbaru dan subhanallah banget..............
ternyata bentuk dari alam semesta ini, itu ternyata seperti terompet !, telah ditemukan dengan alat tercanggih NASA
trus ana bilang " ooww wah berarti kita berada dalam sebuah terompet "
teman yang tiduran menjawab " sek ono meneh artikele, ditambahkan dari kitab Tanbihul Ghofilin ada sebuah hadits pada juz 1 halaman 60, dan di Al Qur an surat An Naml."
ternyata hadits tersebut juga menerangkan demikian, kalau mau tahu lebih jelas lihat sendiri yach di kitabnya/ di Al Qur an. Ana bilang lagi " wah malaikatnya pasti besar sekali ," temen ana bilang " iya wong terompete meliputi alam semesta sampai alam gaib," ana nyambung lagi sambil ngajak temen yang diatas motor ngobrol " Nas nek malaikate niup fuh gitu tok mesti guncang dunyo," dia jawab " alah ora tahun baruan kok."
agak lama kami diam sambil memandangi rembulan, tiba-tiba temen ana yang tiduran bilang lagi sambil lihat catatan di HPnya " ternyata tiupan sangkakala itu tiga kali, tiupan pertama untuk mengagetkan makhluk sealam semestam begitu juga yang dilangit, yang kedua membuat semua makhluk mati, yang ketiga pembangkitan kembali, dan hanya orang-orang shalih yang tidak takut dan tidak kaget karena kebangkitan mereka kembali," ana nyambungin " ooww begitu, wah kalau malaikat sing nyangga arsy bersin mesti guncang donyane,"
kami bertiga pun tertawa bersamaan he he he, ki kik kik, hem hem hem.
Dan sudah dulu dech ceritanya, semoga membawa manfaat dari qishoh yang ana sampaikan mohon maaf apa bila ada kesalahan. Ihdinas shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum
Mujahid Garis Keras, Iim Cah Boenkzoe, Najiv Alaska dan 5 lainnya menyukai ini.
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya ya ukhti, smg menambah erat
persaudaraan......^_^
Suka · 2 orang
Iim Arrosyid syukron juga yang lain ^_^
Ain Nadziroh tanbihul ghofilin kaliii,,,bukn ghofulun. tp lucu kok,,,he
Iim Arrosyid eh salah tulis ....^_^, kok lucunya saja lha keilmuannya apa komennya ya ukhti ?
ana mau cerita nich ikhwan
tadi malam lihat gerhana bulan mulai jam 01:22 WIB, dengan temen jadi bertiga dech ......
karena dingin banget ana pakai jaket, tutup kepala, sarung tangan + bawa selimut
yang satu duduk diatas motor, satunya lagi tiduran disebelah ana selimutan sarung. nunggu gerhana lama banget, ngobrol-ngobrol dech jadinya ............
Eh tidak cuma itu, ada pelajaran lho di celoteh kita bertiga ...^_^
* Ilmuan Islam telah menemukan sebuah penemuan terbaru dan subhanallah banget..............
ternyata bentuk dari alam semesta ini, itu ternyata seperti terompet !, telah ditemukan dengan alat tercanggih NASA
trus ana bilang " ooww wah berarti kita berada dalam sebuah terompet "
teman yang tiduran menjawab " sek ono meneh artikele, ditambahkan dari kitab Tanbihul Ghofilin ada sebuah hadits pada juz 1 halaman 60, dan di Al Qur an surat An Naml."
ternyata hadits tersebut juga menerangkan demikian, kalau mau tahu lebih jelas lihat sendiri yach di kitabnya/ di Al Qur an. Ana bilang lagi " wah malaikatnya pasti besar sekali ," temen ana bilang " iya wong terompete meliputi alam semesta sampai alam gaib," ana nyambung lagi sambil ngajak temen yang diatas motor ngobrol " Nas nek malaikate niup fuh gitu tok mesti guncang dunyo," dia jawab " alah ora tahun baruan kok."
agak lama kami diam sambil memandangi rembulan, tiba-tiba temen ana yang tiduran bilang lagi sambil lihat catatan di HPnya " ternyata tiupan sangkakala itu tiga kali, tiupan pertama untuk mengagetkan makhluk sealam semestam begitu juga yang dilangit, yang kedua membuat semua makhluk mati, yang ketiga pembangkitan kembali, dan hanya orang-orang shalih yang tidak takut dan tidak kaget karena kebangkitan mereka kembali," ana nyambungin " ooww begitu, wah kalau malaikat sing nyangga arsy bersin mesti guncang donyane,"
kami bertiga pun tertawa bersamaan he he he, ki kik kik, hem hem hem.
Dan sudah dulu dech ceritanya, semoga membawa manfaat dari qishoh yang ana sampaikan mohon maaf apa bila ada kesalahan. Ihdinas shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum
Mujahid Garis Keras, Iim Cah Boenkzoe, Najiv Alaska dan 5 lainnya menyukai ini.
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya ya ukhti, smg menambah erat
persaudaraan......^_^
Suka · 2 orang
Iim Arrosyid syukron juga yang lain ^_^
Ain Nadziroh tanbihul ghofilin kaliii,,,bukn ghofulun. tp lucu kok,,,he
Iim Arrosyid eh salah tulis ....^_^, kok lucunya saja lha keilmuannya apa komennya ya ukhti ?
Rabu, 29 Juni 2011
Qana'ah dan Ilmu
Assalamu'alaikum wr.wb
Penting pula untuk diketahui, bahwa sikap Qanâ`ah akan lahir bila kita membekali diri dengan ilmu. Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang diamalkan. Ilmu dicari untuk diamalkan, sebagaimana pena yang dibeli digunakan untuk mencatat atau cangkul yang digunakan untuk menggarap sawah, seperti itulah ilmu, ia berfungsi sebagai alat untuk beramal kebajikan. Tidak perlu banyak ilmu yang terpenting bisa termafaatkan. Kata Nabi saw : “Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, Allah akan berikan ilmu yang tidak ia ketahui.”
Misal ilmu yang bermanfaat, bahwa Anda tahu keutamaan shalat berjamaah, maka setiap waktu Anda melaksanakan shalat secara berjamaah. Anda tahu dosa berbohong, maka jangan sampai Anda berbohong. Indikasi ketidakmanfaatan ilmu adalah bahwa tindak-tanduk Anda bertentangan dan berlawanan dengan ilmu yang Anda pelajari. Anda tahu bahwa berbohong adalah dosa, tapi lisan Anda “basah” dengan dusta dan kebohongan.
Ilmu tidak sama dengan harta. Allah memberi kita ilmu guna dikerjakan, diajarkan, di situlah Allah akan memberi bonus. Namun berbeda halnya dengan harta. Anda punya uang lima ribu lalu anda sedekahkan dua ribu sisanya tiga ribu. Ilmu semakin bertambah jika disedekahkan sedang harta justru menyusut jika diinfakkan.
Seorang Alim yang tidak mengamalkan ilmunya justru menjadi perusak bak pengembala kambing ditugaskan untuk menjaga domba piaraan agar tidak tersesat atau terjatuh ke jurang. Tentunya beda dengan pengembala yang jahat, ia justru menjadi sumber kecelakaan bagi domba-domba itu sendiri seperti ilustrasi kata bijak
وَرَاعِي الشَّاةِ يَحْميِ الذِّئْبَ عَنْهَا ، فَكَيْفَ إِذاَ الرُّعاَةُ لَهَا ذِئاَبُ
“Seorang penggembala kambing (bertugas) menjaga kambing dari sergapan serigala namun bagaimana halnya bila ternyata pengembala itu sendiri adalah serigala? .”
Ulama yang hidup di masyarakat, tugasnya melindungi masyarakat dari kemunkaran dan kerusakan akhlaq. Ironisnya, tidak sedikit di antara para ulama yang akhlaqnya seperti Yahudi dan Nashrani. Dengan kata lain, mereka bercirikhaskan
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al Baqarah [02]:44)
Ayat di atas menceritakan sikap orang-orang Yahudi dan ternyata banyak dari kalangan orang-orang berilmu yang bersikap demikian pula. Akibat dari sikapnya itu, kaum Yahudi dan kaum Nashrani bertengger dalam kehinaan dan keburukan. Sebab mereka mengingkari kebenaran setelah mereka mengetahui. Kebenaran yang diperoleh bukan diamalkan malah diingkari. Jadilah mereka kaum yang hina.
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri dan sesungguhnya sebagaian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Qs. Al Baqarah [02]: 146)
Sekian atas teks dari saya, semoga membawa manfaat bagi anda dan utamanya bagi saya, mohon maaf apa bila ada kesalahan. Ihdinas shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Penting pula untuk diketahui, bahwa sikap Qanâ`ah akan lahir bila kita membekali diri dengan ilmu. Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang diamalkan. Ilmu dicari untuk diamalkan, sebagaimana pena yang dibeli digunakan untuk mencatat atau cangkul yang digunakan untuk menggarap sawah, seperti itulah ilmu, ia berfungsi sebagai alat untuk beramal kebajikan. Tidak perlu banyak ilmu yang terpenting bisa termafaatkan. Kata Nabi saw : “Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, Allah akan berikan ilmu yang tidak ia ketahui.”
Misal ilmu yang bermanfaat, bahwa Anda tahu keutamaan shalat berjamaah, maka setiap waktu Anda melaksanakan shalat secara berjamaah. Anda tahu dosa berbohong, maka jangan sampai Anda berbohong. Indikasi ketidakmanfaatan ilmu adalah bahwa tindak-tanduk Anda bertentangan dan berlawanan dengan ilmu yang Anda pelajari. Anda tahu bahwa berbohong adalah dosa, tapi lisan Anda “basah” dengan dusta dan kebohongan.
Ilmu tidak sama dengan harta. Allah memberi kita ilmu guna dikerjakan, diajarkan, di situlah Allah akan memberi bonus. Namun berbeda halnya dengan harta. Anda punya uang lima ribu lalu anda sedekahkan dua ribu sisanya tiga ribu. Ilmu semakin bertambah jika disedekahkan sedang harta justru menyusut jika diinfakkan.
Seorang Alim yang tidak mengamalkan ilmunya justru menjadi perusak bak pengembala kambing ditugaskan untuk menjaga domba piaraan agar tidak tersesat atau terjatuh ke jurang. Tentunya beda dengan pengembala yang jahat, ia justru menjadi sumber kecelakaan bagi domba-domba itu sendiri seperti ilustrasi kata bijak
وَرَاعِي الشَّاةِ يَحْميِ الذِّئْبَ عَنْهَا ، فَكَيْفَ إِذاَ الرُّعاَةُ لَهَا ذِئاَبُ
“Seorang penggembala kambing (bertugas) menjaga kambing dari sergapan serigala namun bagaimana halnya bila ternyata pengembala itu sendiri adalah serigala? .”
Ulama yang hidup di masyarakat, tugasnya melindungi masyarakat dari kemunkaran dan kerusakan akhlaq. Ironisnya, tidak sedikit di antara para ulama yang akhlaqnya seperti Yahudi dan Nashrani. Dengan kata lain, mereka bercirikhaskan
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Al Baqarah [02]:44)
Ayat di atas menceritakan sikap orang-orang Yahudi dan ternyata banyak dari kalangan orang-orang berilmu yang bersikap demikian pula. Akibat dari sikapnya itu, kaum Yahudi dan kaum Nashrani bertengger dalam kehinaan dan keburukan. Sebab mereka mengingkari kebenaran setelah mereka mengetahui. Kebenaran yang diperoleh bukan diamalkan malah diingkari. Jadilah mereka kaum yang hina.
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri dan sesungguhnya sebagaian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Qs. Al Baqarah [02]: 146)
Sekian atas teks dari saya, semoga membawa manfaat bagi anda dan utamanya bagi saya, mohon maaf apa bila ada kesalahan. Ihdinas shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Jumat, 10 Juni 2011
Manusia Yang Pertama Kali Diadili Pada Hari Qiyamat
Dari Abu Hurairah ra., diceritakan : Orang-orang berkelompok-kelompok dari Abu Hurairah, Natil penduduk Syam berkata padanya : "Wahai Tuan, ceritakanlah kepadaku sebuah hadits yang engkau dengar dari Rasulullah saw. !". Ia berkata : "Ya, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya orang yang paling pertama diadili pada hari qiyamat adalah seseorang yang mati syahid, ia didatangkan dan ditanyakan ni'mat-ni'matnya, lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu amalkan di dunia ? ". Ia menjawab : "Saya berperang sampai mati syahid". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi kamu berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan itu telah dikatakan". Kemudian ia diperintahkan, lalu wajahnya ditarik sehingga ia dilemparkan kedalam neraka. Seorang yang memperlajari Ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur'an didatangkan. Nikmat-nikmatnya, ditanyakan dan ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya mempelajari Ilmu, mengajarkannya, dan saya membaca Qur'an karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta, karena kamu mempelajari Ilmu agar dikatakan pandai dan kamu membaca Al Qur'an agar dikatakan sebagai qari', dan itu semua telah diucapkan". Kemudian diperintahkan, lalu wajahnya ditarik sampai dicampakkan kedalam neraka. Dan seorang yang diberi kelapangan oleh Allah dan diberi berbagai macam seluruh harta didatangkan dan ditanyakan ni'mat-ni'matnya lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya tidak meninggalkan jalan yang mana engkau senang untuk di infakkannya (harta) melainkan saya menginfakkannya karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi kamu kerjakan agar dikatakan sebagai dermawan, dan itu telah dikatakan". Ia diperintahkan, lalu ditarik wajahnya kemudian dilemparkan kedalam neraka". (
SukaTidak Suka · · Bagikan · Hapus
*
Suka item ini
Muthia Dewie, Lutfi Noer, Ely Sofa Soepardjo dan 3 lainnya menyukai ini.
*
o
Iffa Fatma ILliyya ya ya. . . . jdi inget dulu pas dterangin guruku ttng hadits ni, aaaaaaaaaaaaaa
#waktu berlalu begitu cepat#
o
Iim Arrosyid ^_^
31 menit yang lalu · SukaTidak Suka
o
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya smg menambah erat persaudaraan ya ikhwani..............^_^
SukaTidak Suka · · Bagikan · Hapus
*
Suka item ini
Muthia Dewie, Lutfi Noer, Ely Sofa Soepardjo dan 3 lainnya menyukai ini.
*
o
Iffa Fatma ILliyya ya ya. . . . jdi inget dulu pas dterangin guruku ttng hadits ni, aaaaaaaaaaaaaa
#waktu berlalu begitu cepat#
o
Iim Arrosyid ^_^
31 menit yang lalu · SukaTidak Suka
o
Iim Arrosyid syukron jempol manisnya smg menambah erat persaudaraan ya ikhwani..............^_^
Senin, 06 Juni 2011
LIMA BELAS BUKTI KEIMANAN
Assalamu'alaikum wr.wb
Al-Hakim meriwayatkan Alqamah bin Haris r.a berkata, aku datang kepada Rasulullah s.a.w dengan tujuh orang dari kaumku. Kemudian setelah kami beri salam dan beliau tertarik sehingga beliau bertanya, "Siapakah kamu ini ?"
Jawab kami, "Kami adalah orang beriman." Kemudian baginda bertanya, "Setiap perkataan ada buktinya, apakah bukti keimanan kamu ?" Jawab kami, "Buktinya ada lima belas perkara. Lima perkara yang engkau perintahkan kepada kami, lima perkara yang diperintahkan oleh utusanmu kepada kami dan lima perkara yang kami terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?"
Tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang aku perintahkan kepada kamu itu ?"
Jawab mereka, "Kamu telah perintahkan kami untuk beriman kepada Allah, percaya kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya kepada takdir Allah yang baik mahupun yang buruk."
Selanjutnya tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang diperintahkan oleh para utusanku itu ?"
Jawab mereka, "Kami diperintahkan oleh para utusanmu untuk bersaksi bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, hendaknya kami mendirikan solat wajib, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan berhaji bila mampu."
Tanya Nabi s.a.w selanjutnya, "Apakah lima perkara yang kamu masih terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?" Jawab mereka, "Bersyukur di waktu senang, bersabar di waktu kesusahan, berani di waktu perang, redha pada waktu kena ujian dan tidak merasa gembira dengan sesuatu musibah yang menimpa pada musuh." Mendengar ucapan mereka yang amat menarik ini, maka Nabi s.a.w berkata, "Sungguh kamu ini termasuk di dalam kaum yang amat pandai sekali dalam agama mahupun dalam tatacara berbicara, hampir sahaja kamu ini serupa dengan para Nabi dengan segala macam yang kamu katakan tadi."
Kemudian Nabi s.a.w selanjutnya, "Mahukah kamu aku tunjukkan kepada lima perkara amalan yang akan menyempurnakan dari yang kamu punyai ? Janganlah kamu mengumpulkan sesuatu yang tidak akan kamu makan. Janganlah kamu mendirikan rumah yang tidak akan kamu tempati, janganlah kamu berlomba-lomba dalam sesuatu yang bakal kamu tinggalkan,, berusahalah untuk mencari bekal ke dalam akhirat."
Sekian semoga dapat membawa manfaat bagi anda, terlebih bagi saya, astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Al-Hakim meriwayatkan Alqamah bin Haris r.a berkata, aku datang kepada Rasulullah s.a.w dengan tujuh orang dari kaumku. Kemudian setelah kami beri salam dan beliau tertarik sehingga beliau bertanya, "Siapakah kamu ini ?"
Jawab kami, "Kami adalah orang beriman." Kemudian baginda bertanya, "Setiap perkataan ada buktinya, apakah bukti keimanan kamu ?" Jawab kami, "Buktinya ada lima belas perkara. Lima perkara yang engkau perintahkan kepada kami, lima perkara yang diperintahkan oleh utusanmu kepada kami dan lima perkara yang kami terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?"
Tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang aku perintahkan kepada kamu itu ?"
Jawab mereka, "Kamu telah perintahkan kami untuk beriman kepada Allah, percaya kepada Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, percaya kepada takdir Allah yang baik mahupun yang buruk."
Selanjutnya tanya Nabi s.a.w, "Apakah lima perkara yang diperintahkan oleh para utusanku itu ?"
Jawab mereka, "Kami diperintahkan oleh para utusanmu untuk bersaksi bahawa tidak ada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah, hendaknya kami mendirikan solat wajib, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan berhaji bila mampu."
Tanya Nabi s.a.w selanjutnya, "Apakah lima perkara yang kamu masih terbiasakan sejak zaman jahiliyyah ?" Jawab mereka, "Bersyukur di waktu senang, bersabar di waktu kesusahan, berani di waktu perang, redha pada waktu kena ujian dan tidak merasa gembira dengan sesuatu musibah yang menimpa pada musuh." Mendengar ucapan mereka yang amat menarik ini, maka Nabi s.a.w berkata, "Sungguh kamu ini termasuk di dalam kaum yang amat pandai sekali dalam agama mahupun dalam tatacara berbicara, hampir sahaja kamu ini serupa dengan para Nabi dengan segala macam yang kamu katakan tadi."
Kemudian Nabi s.a.w selanjutnya, "Mahukah kamu aku tunjukkan kepada lima perkara amalan yang akan menyempurnakan dari yang kamu punyai ? Janganlah kamu mengumpulkan sesuatu yang tidak akan kamu makan. Janganlah kamu mendirikan rumah yang tidak akan kamu tempati, janganlah kamu berlomba-lomba dalam sesuatu yang bakal kamu tinggalkan,, berusahalah untuk mencari bekal ke dalam akhirat."
Sekian semoga dapat membawa manfaat bagi anda, terlebih bagi saya, astaghfirullaha min qoulin bila 'amalin.
Wassalamu'alaikum wr.wb
Rabu, 13 April 2011
Ksempurnaan (kamilan) Dalam Menyusui Bagi Sang Ibu
Assalamu'alaikum wr.wb
Dalam proses tumbuh kembang sang bayi tentunya tidaklah lepas dari yang namanya ASI (air susu ibu ), yang mana asi sangat penting bagi bayi sebelum bayi tersebut dapat menerima atau mengkonsumsi makanan-makanan lain selain asi. Selain itu dipandang dari hukum islam, sang ibu dianjurkan memberikan asi kepada anaknya sampai berusia dua tahun jika menginginkan kesempurnaan dalam menyusui, bahkan tanpa diberikan apapun, asi saja sudah cukup untuk mewakili semua kebutuhan vitamin bagi bayi hingga berusia dua tahun. Dan ada juga perintah bagi kita sebagai seorang muslim dan muslimah atau yang sudah menjadi suami –istri oleh Allah Ta’ala, yang mana Allah telah berfirman dalam Al Qur anul karim :
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Qs. Al Baqarah : 233
Nah sudah jelas bukan, bahwasanya sebagai seorang ibu yang mengnginkan kesempurnaan menyusui bayinya masanya adalah dua tahun, jangan malah dikasih susu sapi, nanti kalau niru sapi bagaimana ?, dan sebagai seorang suami atau seorang ayah, kita juga harusnya mendukung dengan itu semua.
Sekian terimakasih telah berkenan membaca taks diatas, semoga bermanfaat bagi anda terlebih lagi bagi saya, ihdinash shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Afit Gbr Juventini, Malik Karim Deviana, Niswati Saniah Syarif dan 3 lainnya menyukai ini.
*
Dea Masyita makasih banyak ya mas udah di bantuin....
sangat bermanfaat
*
Malik Karim Deviana Bener !m,.,
ju5tru d9 dber! 5u5u 5ap! bay! akan mudah terkena penyak!t krna dlm 5u5u 5ap! tdk da anty b0dy ny 5pt a5!..,
*
Iim Arrosyid afwan ya ukhti dea
*
Iim Arrosyid syukron ya ukhti Malik, tambah lagi dech ilmunya ....^_^
Dalam proses tumbuh kembang sang bayi tentunya tidaklah lepas dari yang namanya ASI (air susu ibu ), yang mana asi sangat penting bagi bayi sebelum bayi tersebut dapat menerima atau mengkonsumsi makanan-makanan lain selain asi. Selain itu dipandang dari hukum islam, sang ibu dianjurkan memberikan asi kepada anaknya sampai berusia dua tahun jika menginginkan kesempurnaan dalam menyusui, bahkan tanpa diberikan apapun, asi saja sudah cukup untuk mewakili semua kebutuhan vitamin bagi bayi hingga berusia dua tahun. Dan ada juga perintah bagi kita sebagai seorang muslim dan muslimah atau yang sudah menjadi suami –istri oleh Allah Ta’ala, yang mana Allah telah berfirman dalam Al Qur anul karim :
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Qs. Al Baqarah : 233
Nah sudah jelas bukan, bahwasanya sebagai seorang ibu yang mengnginkan kesempurnaan menyusui bayinya masanya adalah dua tahun, jangan malah dikasih susu sapi, nanti kalau niru sapi bagaimana ?, dan sebagai seorang suami atau seorang ayah, kita juga harusnya mendukung dengan itu semua.
Sekian terimakasih telah berkenan membaca taks diatas, semoga bermanfaat bagi anda terlebih lagi bagi saya, ihdinash shiratal mustaqim
Wassalamu'alaikum wr.wb
Afit Gbr Juventini, Malik Karim Deviana, Niswati Saniah Syarif dan 3 lainnya menyukai ini.
*
Dea Masyita makasih banyak ya mas udah di bantuin....
sangat bermanfaat
*
Malik Karim Deviana Bener !m,.,
ju5tru d9 dber! 5u5u 5ap! bay! akan mudah terkena penyak!t krna dlm 5u5u 5ap! tdk da anty b0dy ny 5pt a5!..,
*
Iim Arrosyid afwan ya ukhti dea
*
Iim Arrosyid syukron ya ukhti Malik, tambah lagi dech ilmunya ....^_^
Senin, 14 Maret 2011
Keutamaan Sholat Berjamaah
Keutamaan sholat yang di lakukan secara berjamaah yakni pahalanya berselisih 27 (dua puluh tuju) derajad di banding dengan sholat dengan sendirian (munfarid).
Ingat !! ada lima perkara yang akan di dapat oleh orang yang mau berjamaah :
Tidak mengalami fakir selama hidup di dunia.
Tidak akan mendapat siksa di dalam kuburnya.
Kelak fii yaumil qiyamah akan menerima buku catatan amal dari tangan kanannya.
Jua dapat melewati hsirothol mustaqim secepat kilat yangmenyambar.
Di persilahkan masuk surga tanpa di hisab dan di siksa terlebih dahulu.
Bukti Cinta kepada Nabi SAW. dan bebas dari sifat – sifat/ kelakuannya orang – munafiq, sebagaimana Sabda Nabi yang di riwayatkan Imam As Syaikhoni :
Barang siapa sholat ‘isya’ berjamaah, maka orang tersebut tercatat seperti melakukan ibadah selama 1/5 malam, sedang khushus shubuh orang tersebut tercatat seperti melakukan ibadah 1 (satu) malam penuh jika tidak ketinggalan takbirotul ihromnya ( Takbirotul Ulaa) imam.
Di ampuni dosanya ketika ia membaca Amiin bersamaan dengan aminnya Malaikat.
Caranya yaitu :
Nabi SAW. Bersabda “ketika imam membaca amin maka membaca aminlan kalian semua, karena sesungguhnya barang siapa bacaan aminya bersamaan dengan aminnya Malaikat Maka akan di ampuni Dosanya yang telah lampau”.
Simak saja dulu ya…
Dari Ahmad Dari Abi Umamah “Sesungguhnya Alloh dan para Malaikatnya bersholawat kepada Orang yang berjamaah pada Shof Awwal (ngarep dewe Cah…). Maka, luruskanlah barisan kalian dan luruskan antara Bahu kalian (maqsude Punda_e Kanggo mancer/ ngeker barisane gitu…), dan berlemah lembutlah kalian terhadap tangan – tangannya Saudara – saudara kalian (Seng di du/templekne dudu sikute rek ! loro anggite, tapi punda_e… begonon), dan isilah selah – selah (Barisan seng renggang). Karena sesungguhnya Syaithon itu Masuk (Nylempet/ njubel) di antara barisan kalian semua sebagaimana Anak kambing (CempE).
“Luruskanlah (Barisan kalian), maka Hati kalian semua akan lurus (di jalan tang benar), dan saling bersentuhanlah kalian semua akan di kasihi (oleh Alloh dengan Rohmatnya)”.
Rosululloh bersabda : “Manusia yang paling besar pahalanya dalam urusan sholat adalah yang paling jauh dan yang paling jauh lagi berjalannya, adapun orang yang menanti – nanti sholat sehingga ia menyolatinya bersama Imam iitu lebih besar pahalanya di banding orang yang sholat kemudian tidur”.
“Ketika kalian berdua telah melaksanakan Sholat di kendaraan kalian berdua (ada yang mengatakan di rumahkalian), kemudian kalian datang sedang di Masjid masih ada jamaah (yang melaksakan Sholat Fardlu), maka turut Sholatlah kalian berdua bersama mereka (yaitu Sholat yang baru di laksanakan tadi), Maka sesungguhnya Sholat kalian tadi (yang pertama) menjadi sunah untuk kalian”.
Nabi SAW. Bersabda :”Barang siapa bisa selalu berjamaah selama 40 hari maka Alloh akan menulis baginya terbebas dari neraka dan dari shifat Nifaq”.“Sholat yang paling terjaga syaithon dari padanya adalah Shof/ barisan yang paling pertama”.
Bakal di siksa oleh alloh dengan 12 (dua belas) mushibah siapa saja yang menganggap ringan / ngentengne sholat berjamaah (dapat melakukan sholat berjamaah tetapi malas melakukannya). Al – hadits, Kifayattu Atqiya’ hal. 45.Yang 3 (tiga) semasa hidup di dunia :
Rizqinya tidak berkah.
Tidak memiki cahaya sebagaimana orang sholeh memilikinya.
Tidak di sukai oleh hatinya orang – orang mu’min.
3 (tiga) mushibah lagi ketika syakarotul maut :
Bakal merasakan haus yang teramat sangat ketika rohnya akan keluar, sehingga walaupun menghabiskan air sungai, tiadalah hilang rasa dahaga (haus) tersebut,… wih……., tapi ma’lum aja_lah… namanya aja siksaan.
Sulit keluar rohnya.
Di khawatirkan terpeleset imannya, na’udzubillahi tsumma na’udzubillahi min dzaalik.
3 (tiga) mushibah selanjutnya di timpakan ketika ia berada dalam kuburnya :
Di persulit dalam menjawab pertanyaan malaikat mungkar wa nakir.
Kuburnya di jadikan gelap gulita.
Dia akan di himpit oleh liang lahatnya sediri sehingga tulang belulangnya terkumpul menjadi satu. (weh… saja_e kuburane melok nesu rek…).
Dan 3 (tiga) mushibah yang terakhir pada hari kebangkitan :
Hisapnya akan di persulit.
Bakal di murkai oleh alloh. Hayoh kono ape manggon nengdi iki terusan rek…?
Yaa… mustinya secara otomatis akan di siksa donk…… na’udzubillahi tsumma na’udzubillahi min dzaalik.
Sehingga tiada keuntungan sama sekali bagi orang yang mendengar adzan namun tidak mau sholat berjamaah. (durrotun naasihin hal. 137, istiqomah ky. Hasan abdillah hal. 68-69).
Chie-chie Fa'ah menyukai ini.
o
Risma Fitriani Wleh akh'e yech pegEl cmpex moc0ne maz.
o
Abdul Kader Memang menciptakan kebersamaan itu indah....
o
Najiv Alaska Berfirman Allah Ta’ala :
Sesungguhnya sholat itu bagi orang-orang mu’min adalah suatu kewajiban yang ditentukan waktu-waktunya
(An Nisa : 103)
o
Iim Arrosyid Alhamdulillah tambah lagi ilmunya, syukron ya akhi Najiv
Ingat !! ada lima perkara yang akan di dapat oleh orang yang mau berjamaah :
Tidak mengalami fakir selama hidup di dunia.
Tidak akan mendapat siksa di dalam kuburnya.
Kelak fii yaumil qiyamah akan menerima buku catatan amal dari tangan kanannya.
Jua dapat melewati hsirothol mustaqim secepat kilat yangmenyambar.
Di persilahkan masuk surga tanpa di hisab dan di siksa terlebih dahulu.
Bukti Cinta kepada Nabi SAW. dan bebas dari sifat – sifat/ kelakuannya orang – munafiq, sebagaimana Sabda Nabi yang di riwayatkan Imam As Syaikhoni :
Barang siapa sholat ‘isya’ berjamaah, maka orang tersebut tercatat seperti melakukan ibadah selama 1/5 malam, sedang khushus shubuh orang tersebut tercatat seperti melakukan ibadah 1 (satu) malam penuh jika tidak ketinggalan takbirotul ihromnya ( Takbirotul Ulaa) imam.
Di ampuni dosanya ketika ia membaca Amiin bersamaan dengan aminnya Malaikat.
Caranya yaitu :
Nabi SAW. Bersabda “ketika imam membaca amin maka membaca aminlan kalian semua, karena sesungguhnya barang siapa bacaan aminya bersamaan dengan aminnya Malaikat Maka akan di ampuni Dosanya yang telah lampau”.
Simak saja dulu ya…
Dari Ahmad Dari Abi Umamah “Sesungguhnya Alloh dan para Malaikatnya bersholawat kepada Orang yang berjamaah pada Shof Awwal (ngarep dewe Cah…). Maka, luruskanlah barisan kalian dan luruskan antara Bahu kalian (maqsude Punda_e Kanggo mancer/ ngeker barisane gitu…), dan berlemah lembutlah kalian terhadap tangan – tangannya Saudara – saudara kalian (Seng di du/templekne dudu sikute rek ! loro anggite, tapi punda_e… begonon), dan isilah selah – selah (Barisan seng renggang). Karena sesungguhnya Syaithon itu Masuk (Nylempet/ njubel) di antara barisan kalian semua sebagaimana Anak kambing (CempE).
“Luruskanlah (Barisan kalian), maka Hati kalian semua akan lurus (di jalan tang benar), dan saling bersentuhanlah kalian semua akan di kasihi (oleh Alloh dengan Rohmatnya)”.
Rosululloh bersabda : “Manusia yang paling besar pahalanya dalam urusan sholat adalah yang paling jauh dan yang paling jauh lagi berjalannya, adapun orang yang menanti – nanti sholat sehingga ia menyolatinya bersama Imam iitu lebih besar pahalanya di banding orang yang sholat kemudian tidur”.
“Ketika kalian berdua telah melaksanakan Sholat di kendaraan kalian berdua (ada yang mengatakan di rumahkalian), kemudian kalian datang sedang di Masjid masih ada jamaah (yang melaksakan Sholat Fardlu), maka turut Sholatlah kalian berdua bersama mereka (yaitu Sholat yang baru di laksanakan tadi), Maka sesungguhnya Sholat kalian tadi (yang pertama) menjadi sunah untuk kalian”.
Nabi SAW. Bersabda :”Barang siapa bisa selalu berjamaah selama 40 hari maka Alloh akan menulis baginya terbebas dari neraka dan dari shifat Nifaq”.“Sholat yang paling terjaga syaithon dari padanya adalah Shof/ barisan yang paling pertama”.
Bakal di siksa oleh alloh dengan 12 (dua belas) mushibah siapa saja yang menganggap ringan / ngentengne sholat berjamaah (dapat melakukan sholat berjamaah tetapi malas melakukannya). Al – hadits, Kifayattu Atqiya’ hal. 45.Yang 3 (tiga) semasa hidup di dunia :
Rizqinya tidak berkah.
Tidak memiki cahaya sebagaimana orang sholeh memilikinya.
Tidak di sukai oleh hatinya orang – orang mu’min.
3 (tiga) mushibah lagi ketika syakarotul maut :
Bakal merasakan haus yang teramat sangat ketika rohnya akan keluar, sehingga walaupun menghabiskan air sungai, tiadalah hilang rasa dahaga (haus) tersebut,… wih……., tapi ma’lum aja_lah… namanya aja siksaan.
Sulit keluar rohnya.
Di khawatirkan terpeleset imannya, na’udzubillahi tsumma na’udzubillahi min dzaalik.
3 (tiga) mushibah selanjutnya di timpakan ketika ia berada dalam kuburnya :
Di persulit dalam menjawab pertanyaan malaikat mungkar wa nakir.
Kuburnya di jadikan gelap gulita.
Dia akan di himpit oleh liang lahatnya sediri sehingga tulang belulangnya terkumpul menjadi satu. (weh… saja_e kuburane melok nesu rek…).
Dan 3 (tiga) mushibah yang terakhir pada hari kebangkitan :
Hisapnya akan di persulit.
Bakal di murkai oleh alloh. Hayoh kono ape manggon nengdi iki terusan rek…?
Yaa… mustinya secara otomatis akan di siksa donk…… na’udzubillahi tsumma na’udzubillahi min dzaalik.
Sehingga tiada keuntungan sama sekali bagi orang yang mendengar adzan namun tidak mau sholat berjamaah. (durrotun naasihin hal. 137, istiqomah ky. Hasan abdillah hal. 68-69).
Chie-chie Fa'ah menyukai ini.
o
Risma Fitriani Wleh akh'e yech pegEl cmpex moc0ne maz.
o
Abdul Kader Memang menciptakan kebersamaan itu indah....
o
Najiv Alaska Berfirman Allah Ta’ala :
Sesungguhnya sholat itu bagi orang-orang mu’min adalah suatu kewajiban yang ditentukan waktu-waktunya
(An Nisa : 103)
o
Iim Arrosyid Alhamdulillah tambah lagi ilmunya, syukron ya akhi Najiv
Minggu, 06 Februari 2011
Salam Rindu Bagi-Mu Ya Nabi
Berakarkan Tauhid... Berdiri teguh dibatang Iman...
Berdahankan Yaqin... Berdurikan Taqwa...
Berdaunkan Ihsan... Berkelopak dengan seindah Akhlaq...
Selembut warna Kejujuran.... Sesegar Kebijaksanaan....
Semerbak wangian Kasih Sayang... Sekuntum senyuman Keikhlasan...
Siapa sahja yang memandang wajahmu bisa jadi tenang dan bertambah Iman...
Mendengar namamu bergetar hati yang sedang dalam kerinduan...
Ingin kami memujimu walaupun tidak sebanding Pujian Tuhan...
Sungguh Engkaulah Makhluk sebaik-baik Ciptaan...
Bagaimana hati ini tidak rindu?
Bagaimana hati ini tidak bergetar tika namamu disebut-sebut?
Bagaimana kami tidak mendambakan sebuah pertemuan?
Sungguh kerna Kemuliaanmu ﷺ, kami turut Dimuliakan...
Engkaulah yang kami rindukan dan ingin segera dipertemukan...
Engkaulah Penghulu kami, Imam kami, Idola kami sepanjang masa dan zaman....
Semoga Engkau sudi memandang kami dengan Pandangan Cinta serta Kerinduan...
Pandanglah kami wahai yang menyayangi kami...
Kamilah Ummatmu yang Engkau Sebutkan, yang senantiasa dalam ingatan...
Kamilah jua yang mengharapkan Syafa`atmu serta kedekatan...
Ya RasuluLlah...
Hanya ALLAH sahja yang Berhak dan Maha Mampu
untuk membalas segala jasamu serta pengorbanan...
Juga diatas cercaan, kepedihan, kesakitan yang tidak bisa kami bayangkan...
Segalanya Engkau hadapi dengan kesabaran, untuk Ummatmu yang Engkau sayang...
Ya HabibALLAH...
Tanpamu, kami tidak akan mengenali siapa diri kami dan siapa Tuhan...
Semoga ALLAH ar-Rahman, Memilihmu dan Menempatkanmu
Di Maqam yang Tertinggi lagi Terpuji,
Sebagaimana yang telah DIA Janjikan...
Sebagaimana yang Engkau Idam-idamkan...
Amiin Bi Rahmatika Ya Arhamar-Rahimiin...
Ya Arhamar-Rahimiin...
Ya Arhamar-Rahimiin...
~ Dari tarikan nafas hamba yang kerdil Disisi Sang Pemilik, ♥
Wahai ALLAH, wahai Tuhan kami, Kurniakanlah kepada kami keinginan sungguh-sungguh
untuk mengikuti jejak langkah Junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ awalnya,
akhirnya, lahirnya, batinnya, perkataannya, perbuatannya, ibadatnya dan amal baktinya.
Amiin Ya ALLAH, Ya Rabb, Ya Rahman, Ya Rahim, ya Qarib, ya Mujib, Ya Hayyu, Ya Qayyum,
Ya Dzal Jalali wal Ikram wa bi jaahi Sayyidina Muhammadinil Habibil Mahbub ﷺ... ♥
Berdahankan Yaqin... Berdurikan Taqwa...
Berdaunkan Ihsan... Berkelopak dengan seindah Akhlaq...
Selembut warna Kejujuran.... Sesegar Kebijaksanaan....
Semerbak wangian Kasih Sayang... Sekuntum senyuman Keikhlasan...
Siapa sahja yang memandang wajahmu bisa jadi tenang dan bertambah Iman...
Mendengar namamu bergetar hati yang sedang dalam kerinduan...
Ingin kami memujimu walaupun tidak sebanding Pujian Tuhan...
Sungguh Engkaulah Makhluk sebaik-baik Ciptaan...
Bagaimana hati ini tidak rindu?
Bagaimana hati ini tidak bergetar tika namamu disebut-sebut?
Bagaimana kami tidak mendambakan sebuah pertemuan?
Sungguh kerna Kemuliaanmu ﷺ, kami turut Dimuliakan...
Engkaulah yang kami rindukan dan ingin segera dipertemukan...
Engkaulah Penghulu kami, Imam kami, Idola kami sepanjang masa dan zaman....
Semoga Engkau sudi memandang kami dengan Pandangan Cinta serta Kerinduan...
Pandanglah kami wahai yang menyayangi kami...
Kamilah Ummatmu yang Engkau Sebutkan, yang senantiasa dalam ingatan...
Kamilah jua yang mengharapkan Syafa`atmu serta kedekatan...
Ya RasuluLlah...
Hanya ALLAH sahja yang Berhak dan Maha Mampu
untuk membalas segala jasamu serta pengorbanan...
Juga diatas cercaan, kepedihan, kesakitan yang tidak bisa kami bayangkan...
Segalanya Engkau hadapi dengan kesabaran, untuk Ummatmu yang Engkau sayang...
Ya HabibALLAH...
Tanpamu, kami tidak akan mengenali siapa diri kami dan siapa Tuhan...
Semoga ALLAH ar-Rahman, Memilihmu dan Menempatkanmu
Di Maqam yang Tertinggi lagi Terpuji,
Sebagaimana yang telah DIA Janjikan...
Sebagaimana yang Engkau Idam-idamkan...
Amiin Bi Rahmatika Ya Arhamar-Rahimiin...
Ya Arhamar-Rahimiin...
Ya Arhamar-Rahimiin...
~ Dari tarikan nafas hamba yang kerdil Disisi Sang Pemilik, ♥
Wahai ALLAH, wahai Tuhan kami, Kurniakanlah kepada kami keinginan sungguh-sungguh
untuk mengikuti jejak langkah Junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ awalnya,
akhirnya, lahirnya, batinnya, perkataannya, perbuatannya, ibadatnya dan amal baktinya.
Amiin Ya ALLAH, Ya Rabb, Ya Rahman, Ya Rahim, ya Qarib, ya Mujib, Ya Hayyu, Ya Qayyum,
Ya Dzal Jalali wal Ikram wa bi jaahi Sayyidina Muhammadinil Habibil Mahbub ﷺ... ♥
Kamis, 03 Februari 2011
Lukisan Cinta, Berbingkai Kerinduan Kepada-Mu
oleh Najiv Alaska pada 03 Februari 2011
بســـــــــم الله الرحمان الرحيم
الحمد لله رب العالمين حمداً يوافى نعمه ويكافئ مزيده
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد الرؤوف الرحيم
ذي الخلق العظيم وعلى آله وأصحابه وأزواجه
في كل لحظة عدد كل حادث وقديم
- Selawat ar-Ra`uf ar-Rahim
اللهم أنت ربي لا إله إلا أ نت خلقتني وأنا عبدك
وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت
أعوذ بك من شر ما صنعت
أبوء لك بنعمتك علي وأبوء لك بذنبي
فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت
- Sayyidul Istighfar
الســــلام عليكم ورحمة الله وبركـــاته
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang paling Mulia...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang yang Bertaqwa...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang Sufi...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang yang Suci...
Salam Sejahtera bagimu wahai Ahmad wahai Kekasihku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Thaaha wahai Pelipur hatiku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Keharumanku dan Pewangi hatiku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Ahmad wahai Muhammad...
Salam Sejahtera bagimu wahai yang Menghindarkan bencana-bencana...
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang memiliki Kharisma dan wajah yang indah...
Salam Sejahtera bagimu wahai Bulan Purnama yang terang benderang...
Salam Sejahtera bagimu wahai Cahaya yang menerangi kegelapan...
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang paling Mulia...
Salam Sejahtera atas Pemimpin yang terkemuka...
Salam Sejahtera atas Pemberi khabar gembira dan keselamatan...
Salam Sejahtera atas Pemberi Syafa`at pada hari Kiamat...
^ Qasidah Assalamu`alaika
بســـــــــم الله الرحمان الرحيم
الحمد لله رب العالمين حمداً يوافى نعمه ويكافئ مزيده
اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد الرؤوف الرحيم
ذي الخلق العظيم وعلى آله وأصحابه وأزواجه
في كل لحظة عدد كل حادث وقديم
- Selawat ar-Ra`uf ar-Rahim
اللهم أنت ربي لا إله إلا أ نت خلقتني وأنا عبدك
وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت
أعوذ بك من شر ما صنعت
أبوء لك بنعمتك علي وأبوء لك بذنبي
فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت
- Sayyidul Istighfar
الســــلام عليكم ورحمة الله وبركـــاته
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang paling Mulia...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang yang Bertaqwa...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang Sufi...
Salam Sejahtera bagimu wahai Pemimpin orang-orang yang Suci...
Salam Sejahtera bagimu wahai Ahmad wahai Kekasihku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Thaaha wahai Pelipur hatiku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Keharumanku dan Pewangi hatiku...
Salam Sejahtera bagimu wahai Ahmad wahai Muhammad...
Salam Sejahtera bagimu wahai yang Menghindarkan bencana-bencana...
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang memiliki Kharisma dan wajah yang indah...
Salam Sejahtera bagimu wahai Bulan Purnama yang terang benderang...
Salam Sejahtera bagimu wahai Cahaya yang menerangi kegelapan...
Salam Sejahtera bagimu wahai Nabi yang paling Mulia...
Salam Sejahtera atas Pemimpin yang terkemuka...
Salam Sejahtera atas Pemberi khabar gembira dan keselamatan...
Salam Sejahtera atas Pemberi Syafa`at pada hari Kiamat...
^ Qasidah Assalamu`alaika
Rabu, 02 Februari 2011
Kitab Tentang Talak
1. Haram menceraikan wanita yang sedang haid tanpa redanya. Jika suami melanggar, talak tetap terjadi (sah) namun ia diperintahkan merujuknya kembali
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid pada masa Rasulullah saw. Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut kepada Rasulullah saw., beliau menjawab kepada Umar: Perintahkanlah ia untuk merujuknya kembali kemudian biarkanlah sampai ia suci, lalu haid lagi, kemudian suci lagi. Kemudian setelah itu kalau ingin ia dapat menahannya, dan kalau ingin (menceraikan) ia juga dapat menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah masa idah yang diperintahkan oleh Allah Taala bagi wanita yang diceraikan. (Shahih Muslim No.2675)
2. Wajib membayar kafarat bagi orang yang mengharamkan istrinya namun ia tidak berniat mentalak
Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Bahwa ia pernah berkata tentang masalah orang yang mengharamkan istrinya, maka hal itu merupakan sumpah yang harus ia bayar kafaratnya. Selanjutnya Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya bagi kamu dalam diri Rasulullah saw. itu telah ada suri teladan yang baik. (Shahih Muslim No.2692)
Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa Nabi saw. berada di rumah Zainab binti Jahsy, lalu di sana beliau meminum madu. Kemudian aku dan Hafshah bersepakat, siapa pun di antara kami berdua yang ditemui Nabi saw. ia harus mengatakan kepada beliau: Sesungguhnya aku mencium bau maghafir (pohon bergetah yang rasanya manis tapi berbau tidak sedap) darimu, apakah engkau telah memakannya? Kemudian beliau menemui salah seorang dari kami, dan segera melontarkan pertanyaan tersebut kepada beliau. Beliau menjawab: Tidak! Tetapi aku baru saja meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Maka turunlah firman Allah: Mengapa kamu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kepadamu sampai firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat, yaitu Aisyah ra. dan Hafshah. Sedang firman Allah: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) tentang suatu peristiwa ialah berkenaan dengan sabda beliau: Melainkan aku baru saja meminum madu. (Shahih Muslim No.2694)
3. Tentang memberikan pilihan kepada istri tidak berarti mentalak kecuali dengan niat
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Ketika Rasulullah saw. diperintahkan memberikan pilihan kepada istri-istrinya, beliau memulai dari aku. Beliau berkata: Aku akan menyampaikan suatu hal kepadamu, dan aku harap kamu tidak perlu tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum kamu meminta pertimbangan kedua orang tuamu. Aisyah berkata: Padahal beliau telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku tidak akan memerintahkanku untuk berpisah dengannya. Aisyah berkata lagi: Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah (pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. Aisyah berkata: Lalu aku berkata: Jadi tentang soal inikah aku disuruh untuk meminta pertimbangan kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan akhirat. Ternyata istri-istri Rasulullah saw. yang lain juga mengikuti apa yang aku lakukan itu. (Shahih Muslim No.2696)
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. meminta izin kepada kami pada giliran hari istri beliau yang lain setelah turun ayat: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Mu`adzah bertanya kepada Aisyah: Lalu apa yang kamu katakan jika Rasulullah saw. meminta izinmu? Aisyah berkata: Aku jawab: Kalau itu giliranku, maka aku tidak akan mengutamakan orang lain atas diriku. (Shahih Muslim No.2697)
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah memberikan pilihan kepada kami dan kami tidak menganggap itu sebagai talak. (Shahih Muslim No.2698)
4. Tentang ila`, menjauhi istri dan memberikan pilihan kepadanya serta tentang firman Allah Taala: Dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi
Hadis riwayat Umar bin Khathab ra.:
Ketika Nabi saw. tidak menggauli istri-istrinya, beliau berkata: Aku memasuki mesjid, lalu aku melihat orang-orang memukulkan tanah dengan batu-batu kerikil sambil berkata: Rasulullah saw. telah menceraikan istri-istrinya. Hal itu terjadi sebelum para istri nabi diperintahkan memakai hijab. Umar berkata: Aku berkata: Aku harus mengetahui kejadian sebenarnya hari ini! Maka aku mendatangi Aisyah ra. dan bertanya: Wahai putri Abu Bakar, sudah puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Aisyah ra. menjawab: Apa urusanmu denganku, wahai putra Khathab! Nasihatilah putrimu sendiri! Maka setelah itu aku langsung menemui Hafshah binti Umar dan aku katakan kepadanya: Wahai Hafshah, sudah puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Demi Allah, sesungguhnya kamu tahu bahwa Rasulullah saw. tidak menyukaimu. Seandainya bukan karena aku, niscaya Rasulullah saw. sudah menceraikanmu. Maka menangislah Hafshah sekuat-kuatnya. Aku bertanya: Di manakah Rasulullah saw. sekarang berada? Ia menjawab: Di tempatnya di kamar atas. Aku segera masuk, namun ternyata di sana telah berada Rabah, pelayan Rasulullah saw. yang sedang duduk di ambang pintu kamar atas sambil menggantungkan kedua kakinya pada tangga kayu yang digunakan Rasulullah untuk naik-turun. Lalu aku berseru memanggil: Wahai Rabah, mintakan izin untukku menemui Rasulullah saw.! Kemudian Rabah memandang ke arah kamar Rasulullah saw. lalu memandangku tanpa berkata apa-apa. Aku berkata lagi: Wahai Rabah, mintakan izin untukku menemui Rasulullah saw.! Sekali lagi ia hanya memandang ke arah kamar Rasulullah kemudian ke arahku tanpa berkata apa-apa. Akhirnya aku mengangkat suara dan berseru: Wahai Rabah, mintakan aku izin untuk menemui Rasulullah! Aku mengira Rasulullah menyangka aku datang demi kepentingan Hafshah. Demi Allah, kalau beliau menyuruhku untuk memukul lehernya maka segera akan aku laksanakan perintah beliau itu. Kemudian aku keraskan lagi suaraku, dan akhirnya Rabah memberikan isyarat kepadaku supaya menaiki tangga. Aku lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka? Aku menjawab: Tentu saja aku rela. Umar berkata: Ketika aku pertama kali masuk, aku melihat kemarahan di wajah beliau. Lalu aku tanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, apakah yang menyusahkanmu dari urusan istri-istrimu? Jika engkau ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah dan seluruh malaikat-Nya akan tetap bersama engkau begitu juga Jibril, Mikail, aku dan Abu Bakar serta segenap orang-orang mukmin pun juga tetap bersamamu. Sambil mengucapkan kata-kata itu aku selalu memuji Allah dan berharap semoga Allah membenarkan ucapan yang aku lontarkan tadi. Kemudian turunlah ayat takhyir (memberikan pilihan) berikut ini: Jika Nabi saw. menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu. Jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya (pula). Pada saat itu Aisyah ra. dan Hafshah telah bersekongkol terhadap istri-istri Nabi saw. yang lainnya. Aku katakan kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan mereka? Beliau menjawab: Tidak. Kemudian aku jelaskan kepada beliau, bahwa sewaktu aku memasuki mesjid, aku melihat kaum muslimin memukul-mukulkan batu kerikil ke tanah sambil berkata bahwa Rasulullah saw. telah menceraikan istri-istrinya. Apakah perlu aku turun untuk memberitahukan mereka bahwa sebenarnya engkau tidak menceraikan istri-istrimu. Beliau bersabda: Boleh, kalau memang kamu ingin. Aku masih tetap berbicara dengan beliau sampai akhirnya aku melihat beliau benar-benar reda dari kemarahannya. Bahkan beliau sudah dapat tersenyum dan tertawa. Dan Rasulullah saw. adalah orang yang paling indah gigi serinya. Kemudian Rasulullah turun dan aku pun ikut turun. Aku turun terlebih dahulu lalu aku pegang erat-erat batang pohon yang digunakan tangga tersebut dan Rasulullah pun turun seakan-akan beliau jalan di atas tanah dan tidak memegang apapun dengan tangannya. Aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau berada di dalam kamar itu selama dua puluh sembilan hari. Beliau bersabda: Sesungguhnya sebulan itu ada yang dua puluh sembilan hari. Lalu aku berdiri di pintu mesjid sambil berseru dengan suara sekeras-kerasnya: Rasulullah saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Kemudian turunlah ayat: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Dan akulah orang yang ingin mengetahui perkara itu. Maka Allah Taala lalu menurunkan ayat takhyir. (Shahih Muslim No.2704)
5. Masa idah wanita yang ditinggal mati suaminya dan wanita lain berakhir dengan kelahiran bayi
Hadis riwayat Subai`ah ra.:
Umar bin Abdullah menulis sepucuk surat kepada Abdullah bin `Utbah untuk memberitahukan bahwa Subai`ah telah bercerita kepadanya bahwa ia pernah menjadi istri Sa`ad bin Khaulah dari Bani Amir bin Luay, yang pernah ikut dalam perang Badar dan wafat pada waktu haji wada ketika Subai`ah sedang hamil. Tidak berapa lama setelah kematian suaminya ia pun melahirkan. Setelah bersih dari nifas, ia lalu berdandan untuk menemui orang-orang yang akan melamarnya. Kebetulan pada waktu itu seorang lelaki dari Bani Abdud Daar bernama Abu Sanabil bin Ba`kak datang dan berkata kepada Subai`ah: Bagaimana ini, aku melihat kamu sudah mulai berdandan, barangkali kamu sudah ingin menikah lagi? Demi Allah, sesungguhnya kamu belum boleh menikah lagi sampai berlalu masa empat bulan sepuluh hari. Subai`ah berkata: Ketika mendengar ucapan lelaki itu, segera aku kumpulkan pakaianku dan pada sore harinya aku pergi menemui Rasulullah saw. untuk menanyakan masalah tersebut. Rasulullah saw. kemudian memberikan fatwa kepadaku bahwa aku sudah halal (sempurna idah) sejak aku melahirkan. Beliau menyuruhku menikah lagi jika aku mau. (Shahih Muslim No.2728)
Hadis riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:
Sesungguhnya Subai`ah Al-Aslamiah bernifas beberapa malam setelah kematian suaminya. Ketika hal itu dilaporkannya kepada Rasulullah saw. beliau menyuruhnya untuk menikah lagi. (Shahih Muslim No.2729)
6. Wanita yang ditinggal mati suaminya wajib berkabung selama masa idah dan haram selain di masa idah kecuali tiga hari
Hadis riwayat Ummu Habibah istri Nabi ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku menemui Ummu habibah istri Nabi ketika ia ditinggal mati ayahnya yaitu Abu Sufyan. Ummu Habibah meminta diambilkan minyak wangi yang bercampur dengan minyak wangi kuning atau lainnya. Kemudian ia mengoleskan kepada seorang budak wanita serta mengusapkan ke kedua pipinya seraya berkata: Demi Allah, sebenarnya aku tidak memerlukan wewangian ini. Hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suami, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2730)
Hadis riwayat Zainab binti Jahsy ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku menemui Zainab binti Jahsy sewaktu ia ditinggal mati saudara lelaki kandungnya, lalu ia meminta diambilkan wewangian dan mengoleskannya seraya berkata: Demi Allah, sebenarnya aku tidak perlu memakai wewangian ini. Namun aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, maka ia harus melakukannya selama empat bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2731)
Hadis riwayat Ummu Salamah r. a ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah saw. dan bertanya: Wahai Rasulullah, putriku baru saja ditinggal mati suaminya lalu ia mengeluhkan matanya, apakah kami boleh memakaikannya sifat mata? Rasulullah saw. menjawab: Tidak (dua atau tiga kali). Lalu beliau bersabda: Ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Dahulu kebiasaan wanita pada zaman jahiliah adalah melemparkan kotoran binatang di akhir tahun (untuk menandakan berakhirnya masa berkabung). (Shahih Muslim No.2732)
Hadis riwayat Ummu `Athiah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal bagi seorang wanita berkabung atas seorang mayat selama lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama itu ia tidak boleh mengenakan pakaian yang dicelup kecuali pakaian yang sangat sederhana. Ia juga tidak boleh memakai celak mata dan juga tidak boleh memakai wewangian, kecuali hanya sedikit dari qusth (sejenis cendana yang digunakan untuk membuat asap yang wangi) atau azhfar (sejenis wewangian). (Shahih Muslim No.2739)
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid pada masa Rasulullah saw. Lalu Umar bin Khathab menanyakan kejadian tersebut kepada Rasulullah saw., beliau menjawab kepada Umar: Perintahkanlah ia untuk merujuknya kembali kemudian biarkanlah sampai ia suci, lalu haid lagi, kemudian suci lagi. Kemudian setelah itu kalau ingin ia dapat menahannya, dan kalau ingin (menceraikan) ia juga dapat menceraikannya sebelum menyentuhnya. Itulah masa idah yang diperintahkan oleh Allah Taala bagi wanita yang diceraikan. (Shahih Muslim No.2675)
2. Wajib membayar kafarat bagi orang yang mengharamkan istrinya namun ia tidak berniat mentalak
Hadis riwayat Ibnu Abbas ra.:
Bahwa ia pernah berkata tentang masalah orang yang mengharamkan istrinya, maka hal itu merupakan sumpah yang harus ia bayar kafaratnya. Selanjutnya Ibnu Abbas berkata: Sesungguhnya bagi kamu dalam diri Rasulullah saw. itu telah ada suri teladan yang baik. (Shahih Muslim No.2692)
Hadis riwayat Aisyah ra.:
Bahwa Nabi saw. berada di rumah Zainab binti Jahsy, lalu di sana beliau meminum madu. Kemudian aku dan Hafshah bersepakat, siapa pun di antara kami berdua yang ditemui Nabi saw. ia harus mengatakan kepada beliau: Sesungguhnya aku mencium bau maghafir (pohon bergetah yang rasanya manis tapi berbau tidak sedap) darimu, apakah engkau telah memakannya? Kemudian beliau menemui salah seorang dari kami, dan segera melontarkan pertanyaan tersebut kepada beliau. Beliau menjawab: Tidak! Tetapi aku baru saja meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Maka turunlah firman Allah: Mengapa kamu mengharamkan apa yang dihalalkan Allah kepadamu sampai firman-Nya: Jika kamu berdua bertobat, yaitu Aisyah ra. dan Hafshah. Sedang firman Allah: Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) tentang suatu peristiwa ialah berkenaan dengan sabda beliau: Melainkan aku baru saja meminum madu. (Shahih Muslim No.2694)
3. Tentang memberikan pilihan kepada istri tidak berarti mentalak kecuali dengan niat
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Ketika Rasulullah saw. diperintahkan memberikan pilihan kepada istri-istrinya, beliau memulai dari aku. Beliau berkata: Aku akan menyampaikan suatu hal kepadamu, dan aku harap kamu tidak perlu tergesa-gesa mengambil keputusan sebelum kamu meminta pertimbangan kedua orang tuamu. Aisyah berkata: Padahal beliau telah mengetahui bahwa kedua orang tuaku tidak akan memerintahkanku untuk berpisah dengannya. Aisyah berkata lagi: Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah (pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami) dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. Aisyah berkata: Lalu aku berkata: Jadi tentang soal inikah aku disuruh untuk meminta pertimbangan kedua orang tuaku? Sesungguhnya aku menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta kesenangan akhirat. Ternyata istri-istri Rasulullah saw. yang lain juga mengikuti apa yang aku lakukan itu. (Shahih Muslim No.2696)
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. meminta izin kepada kami pada giliran hari istri beliau yang lain setelah turun ayat: Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Mu`adzah bertanya kepada Aisyah: Lalu apa yang kamu katakan jika Rasulullah saw. meminta izinmu? Aisyah berkata: Aku jawab: Kalau itu giliranku, maka aku tidak akan mengutamakan orang lain atas diriku. (Shahih Muslim No.2697)
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. pernah memberikan pilihan kepada kami dan kami tidak menganggap itu sebagai talak. (Shahih Muslim No.2698)
4. Tentang ila`, menjauhi istri dan memberikan pilihan kepadanya serta tentang firman Allah Taala: Dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi
Hadis riwayat Umar bin Khathab ra.:
Ketika Nabi saw. tidak menggauli istri-istrinya, beliau berkata: Aku memasuki mesjid, lalu aku melihat orang-orang memukulkan tanah dengan batu-batu kerikil sambil berkata: Rasulullah saw. telah menceraikan istri-istrinya. Hal itu terjadi sebelum para istri nabi diperintahkan memakai hijab. Umar berkata: Aku berkata: Aku harus mengetahui kejadian sebenarnya hari ini! Maka aku mendatangi Aisyah ra. dan bertanya: Wahai putri Abu Bakar, sudah puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Aisyah ra. menjawab: Apa urusanmu denganku, wahai putra Khathab! Nasihatilah putrimu sendiri! Maka setelah itu aku langsung menemui Hafshah binti Umar dan aku katakan kepadanya: Wahai Hafshah, sudah puaskah kamu menyakiti Rasulullah saw.? Demi Allah, sesungguhnya kamu tahu bahwa Rasulullah saw. tidak menyukaimu. Seandainya bukan karena aku, niscaya Rasulullah saw. sudah menceraikanmu. Maka menangislah Hafshah sekuat-kuatnya. Aku bertanya: Di manakah Rasulullah saw. sekarang berada? Ia menjawab: Di tempatnya di kamar atas. Aku segera masuk, namun ternyata di sana telah berada Rabah, pelayan Rasulullah saw. yang sedang duduk di ambang pintu kamar atas sambil menggantungkan kedua kakinya pada tangga kayu yang digunakan Rasulullah untuk naik-turun. Lalu aku berseru memanggil: Wahai Rabah, mintakan izin untukku menemui Rasulullah saw.! Kemudian Rabah memandang ke arah kamar Rasulullah saw. lalu memandangku tanpa berkata apa-apa. Aku berkata lagi: Wahai Rabah, mintakan izin untukku menemui Rasulullah saw.! Sekali lagi ia hanya memandang ke arah kamar Rasulullah kemudian ke arahku tanpa berkata apa-apa. Akhirnya aku mengangkat suara dan berseru: Wahai Rabah, mintakan aku izin untuk menemui Rasulullah! Aku mengira Rasulullah menyangka aku datang demi kepentingan Hafshah. Demi Allah, kalau beliau menyuruhku untuk memukul lehernya maka segera akan aku laksanakan perintah beliau itu. Kemudian aku keraskan lagi suaraku, dan akhirnya Rabah memberikan isyarat kepadaku supaya menaiki tangga. Aku lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka? Aku menjawab: Tentu saja aku rela. Umar berkata: Ketika aku pertama kali masuk, aku melihat kemarahan di wajah beliau. Lalu aku tanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, apakah yang menyusahkanmu dari urusan istri-istrimu? Jika engkau ceraikan mereka, maka sesungguhnya Allah dan seluruh malaikat-Nya akan tetap bersama engkau begitu juga Jibril, Mikail, aku dan Abu Bakar serta segenap orang-orang mukmin pun juga tetap bersamamu. Sambil mengucapkan kata-kata itu aku selalu memuji Allah dan berharap semoga Allah membenarkan ucapan yang aku lontarkan tadi. Kemudian turunlah ayat takhyir (memberikan pilihan) berikut ini: Jika Nabi saw. menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu. Jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik, dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya (pula). Pada saat itu Aisyah ra. dan Hafshah telah bersekongkol terhadap istri-istri Nabi saw. yang lainnya. Aku katakan kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apakah engkau telah menceraikan mereka? Beliau menjawab: Tidak. Kemudian aku jelaskan kepada beliau, bahwa sewaktu aku memasuki mesjid, aku melihat kaum muslimin memukul-mukulkan batu kerikil ke tanah sambil berkata bahwa Rasulullah saw. telah menceraikan istri-istrinya. Apakah perlu aku turun untuk memberitahukan mereka bahwa sebenarnya engkau tidak menceraikan istri-istrimu. Beliau bersabda: Boleh, kalau memang kamu ingin. Aku masih tetap berbicara dengan beliau sampai akhirnya aku melihat beliau benar-benar reda dari kemarahannya. Bahkan beliau sudah dapat tersenyum dan tertawa. Dan Rasulullah saw. adalah orang yang paling indah gigi serinya. Kemudian Rasulullah turun dan aku pun ikut turun. Aku turun terlebih dahulu lalu aku pegang erat-erat batang pohon yang digunakan tangga tersebut dan Rasulullah pun turun seakan-akan beliau jalan di atas tanah dan tidak memegang apapun dengan tangannya. Aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau berada di dalam kamar itu selama dua puluh sembilan hari. Beliau bersabda: Sesungguhnya sebulan itu ada yang dua puluh sembilan hari. Lalu aku berdiri di pintu mesjid sambil berseru dengan suara sekeras-kerasnya: Rasulullah saw. tidak menceraikan istri-istrinya. Kemudian turunlah ayat: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Dan akulah orang yang ingin mengetahui perkara itu. Maka Allah Taala lalu menurunkan ayat takhyir. (Shahih Muslim No.2704)
5. Masa idah wanita yang ditinggal mati suaminya dan wanita lain berakhir dengan kelahiran bayi
Hadis riwayat Subai`ah ra.:
Umar bin Abdullah menulis sepucuk surat kepada Abdullah bin `Utbah untuk memberitahukan bahwa Subai`ah telah bercerita kepadanya bahwa ia pernah menjadi istri Sa`ad bin Khaulah dari Bani Amir bin Luay, yang pernah ikut dalam perang Badar dan wafat pada waktu haji wada ketika Subai`ah sedang hamil. Tidak berapa lama setelah kematian suaminya ia pun melahirkan. Setelah bersih dari nifas, ia lalu berdandan untuk menemui orang-orang yang akan melamarnya. Kebetulan pada waktu itu seorang lelaki dari Bani Abdud Daar bernama Abu Sanabil bin Ba`kak datang dan berkata kepada Subai`ah: Bagaimana ini, aku melihat kamu sudah mulai berdandan, barangkali kamu sudah ingin menikah lagi? Demi Allah, sesungguhnya kamu belum boleh menikah lagi sampai berlalu masa empat bulan sepuluh hari. Subai`ah berkata: Ketika mendengar ucapan lelaki itu, segera aku kumpulkan pakaianku dan pada sore harinya aku pergi menemui Rasulullah saw. untuk menanyakan masalah tersebut. Rasulullah saw. kemudian memberikan fatwa kepadaku bahwa aku sudah halal (sempurna idah) sejak aku melahirkan. Beliau menyuruhku menikah lagi jika aku mau. (Shahih Muslim No.2728)
Hadis riwayat Ummu Salamah ra., ia berkata:
Sesungguhnya Subai`ah Al-Aslamiah bernifas beberapa malam setelah kematian suaminya. Ketika hal itu dilaporkannya kepada Rasulullah saw. beliau menyuruhnya untuk menikah lagi. (Shahih Muslim No.2729)
6. Wanita yang ditinggal mati suaminya wajib berkabung selama masa idah dan haram selain di masa idah kecuali tiga hari
Hadis riwayat Ummu Habibah istri Nabi ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku menemui Ummu habibah istri Nabi ketika ia ditinggal mati ayahnya yaitu Abu Sufyan. Ummu Habibah meminta diambilkan minyak wangi yang bercampur dengan minyak wangi kuning atau lainnya. Kemudian ia mengoleskan kepada seorang budak wanita serta mengusapkan ke kedua pipinya seraya berkata: Demi Allah, sebenarnya aku tidak memerlukan wewangian ini. Hanya saja aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suami, maka ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2730)
Hadis riwayat Zainab binti Jahsy ra.:
Dari Zainab binti Abu Salamah ia berkata: Aku menemui Zainab binti Jahsy sewaktu ia ditinggal mati saudara lelaki kandungnya, lalu ia meminta diambilkan wewangian dan mengoleskannya seraya berkata: Demi Allah, sebenarnya aku tidak perlu memakai wewangian ini. Namun aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda dari atas mimbar: Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat berkabung atas seorang mayat lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, maka ia harus melakukannya selama empat bulan sepuluh hari. (Shahih Muslim No.2731)
Hadis riwayat Ummu Salamah r. a ia berkata:
Seorang wanita datang menemui Rasulullah saw. dan bertanya: Wahai Rasulullah, putriku baru saja ditinggal mati suaminya lalu ia mengeluhkan matanya, apakah kami boleh memakaikannya sifat mata? Rasulullah saw. menjawab: Tidak (dua atau tiga kali). Lalu beliau bersabda: Ia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Dahulu kebiasaan wanita pada zaman jahiliah adalah melemparkan kotoran binatang di akhir tahun (untuk menandakan berakhirnya masa berkabung). (Shahih Muslim No.2732)
Hadis riwayat Ummu `Athiah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal bagi seorang wanita berkabung atas seorang mayat selama lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Selama itu ia tidak boleh mengenakan pakaian yang dicelup kecuali pakaian yang sangat sederhana. Ia juga tidak boleh memakai celak mata dan juga tidak boleh memakai wewangian, kecuali hanya sedikit dari qusth (sejenis cendana yang digunakan untuk membuat asap yang wangi) atau azhfar (sejenis wewangian). (Shahih Muslim No.2739)
Langganan:
Postingan (Atom)