Minggu, 29 April 2012

Secuil Kisah Dari Saya

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Di pagi yang cerah dan aktifitas seperti biasa, setelah kegiatan saya membantu di dapur, yang kebetulan pada hari itu tidak ada jam di MTs. Kita membuat menu beda dengan yang disiapkan untuk para santri untuk sarapan, yaa lebih enak sedikitlah sambal terong campur tempe cemet eh penyet kok cemet, setelah sarapan saya meminjam notebook teman yang masih duduk dibangku SMK. Saat itu saya sedang ingin mengedit gambar, akan tetapi belum sampai 10 menit, ada teman pengurus datang ke kamar sembari berkata, “ piye bos,” katanya. Saya pun menjawab,” alhamdulillah.” Kemudian dia duduk disebelah saya yang sedang tengkurep di depan notebook, kemudian memegang pundak saya sembari berkata,” sampean seng sabar yo, anu...bape’e sampean,”, saya memotong pembicaraan,” he’em,”,lalu dia melanjutkan lagi,” anu, abahe sampean ninggal,” katanya dengan pelan. “ innaa lillahi wa inna ilaihi roju’uun,” sepontan saya menjawab dengan nada biasa seperti orang yang tidak kaget, padahal dalam batin saya tersentak. Teman saya yang memberi tahu saya kebetulan memiliki adik di pondok putri, dan kabar tersebut dari pondok putri bukan datang langsung dari pondok putra, itupun yang menelpon ‘ammah (tante) saya untuk memberi tahukan/ mengabari Ibu Nyai dan Abah Kyai, bukan untuk langsung mengabari saya.
Namun saya juga memaklumi hal itu, karena mungkin dirumah sedang repot dan sedang dalam keadaan bingung, dan juga bapak saya memang pernah berpesan kepada yang dirumah,” gak usah dikabari, kabari ga’ popo nek aku wes mati,” pesan bapak. Setelah mendapat kabar dari teman saya, kemudian saya menelpon ke no kakak perempuan saya untuk memastikan dan menanyakan abah kapan meninggalnya, ternyata memang benar, dan kakak saya langsung menyuruh saya agar lekas pulang,” ndang balik wes sampean sak iki,” kata kakak saya. Setelah telepon saya tutup saya pun langsung menuju Ndalem (kediaman Abah kyai) untuk meminta izin dan berpamitan, tetapi Abah dan Ibu Nyai tidak ada, namun selang beberapa saat saya menunggu dan menanyakan pada mbak-mbak yang di Ndalem terdengar suara mobil dan yang melintas mobil sedan milik Abah kyai saya pun langsung menunggu di depan pintu masuk Ndalem, ternyata yang turun hanya Ibu Nyai saja dan sedan pun menuju ke pondok putera, setelah ibu sudah sampai di dekat saya saya pun berkata,” pangapunten buk,”, dan Ibu Nyai menjawab,” nggih wonten nopo le,” kata beliau sembari duduk. Kemudian saya melanjutkan perkataan saya,” pangapunten bade nyuwun isti’dzan (izin),” Ibu Nya menjawab,” lho ajeng teng pundi sampean,” sambil menatap saya dengan tanya. Saya menarik nafas dan menyambung pertanyaan beliau,” bade wangsul, abahe kulo sampun boten wonten” jawab saya, Ibu nyai nenegaskan apa yang saya ucapkan,” piye le-piye,” kata beliau. Saya pun menjelaskan,” bapa’e kulo sampun ninggal,” dengan menatap Ibu Nyai dan kemudian saya menundukkan kepala. Setelah itu saya undur diri dengan berkat,” gih sampun buk, pangapunten kulo tak matur teng Abah, kaleh nyuwun idzin, assalamu’alaikum,” kata saya, dan Ibu Nyai menjawab,” gih,gih, wa’alaikumussalam, abahe teng bangunan menawi le,” tutur beliau. Setelah berpamitan dengan Ibu Nyai saya pun bergegas menuju proyek bangunan baru di pondok putera. Saya segera menghampiri Abah Kyai, dan setelah sampai agak dekat saya berkata,” assalamu’alaikum,” Abah pun menjawab,” wa’alaikumussalam, ono opo le” abah membuka pembicaraan, saya menjawab,”pangapunten bah, bade nyuwun isti’dzan, bade wangsul abahe kulo ninggal,” dengan tertunduk. “innaa lillahi wa inna ilaihi roji’uun,” dan Abah Kyai terdengar menarik nafas dan kembali berkata,” sampean seng sabar, onone abahe sampean barengi trus sak niki boten wonten, pengeran (Allah) tetep barengi,” tutur beliau. Saat itu air mata saya menetes dan saya menangis, akan tetapi karena saya masih sempat teringat akan peristiwa dimana saat Baginda Nabi wafat, shohabat Abu Bakar lah yang paling tidak percaya akan wafatnya Nabi, namun beliau menahan tangis dan mengingatkan kepada para shohabat yang lain agar tidak menangisi akan kepergian Nabi. Kemudian saya pamit dan berlari menuju kamar untuk berkemas, setelah selesai berkemas saya berpamitan dengan beberapa teman-teman kemudian berlari menghampiri Abah Kyai lagi.
Didekat Abah Kyai sudah ada Ibu Nyai yang berdiri di belakang dekat mobil, ketika saya sudah sampai di dekat beliau,” wes due sangu durung le,”tanya beliau.” Sampun, sampun gadah, taseh wonten bah,” jawab saya. Tetapi beliau tetap memberi saya uang, kemudian menatap saya dan melihat ke arah bawah,” sendale kok ape pedot, ganti iki,” sambil megeluarkan sandal japit dari dalam bagasi mobil, setelah itu Ibu Nyai berpesan kepada saya,” mengko neng dalan sampean jogo wudhune, trus dingajekne abahe sampean nggih,” saya menjawab,” inggih,” bareng dengan anggukan, dan Abah bertutur kembali,” nek sa’iki aku gak iso barengi sampean, tapi insyaallah sak durunge tanggal pitu aku wes tekan kono, yo wes ati-ati neg dalan,” pesan abah. Kemudian saya pun berpamitan dengan mencium tangan Abah dan Ibu Nyai sembari berkata,” assalamu’alaikum.”
Mungkin cukup sampai disini curhat atas apa yang saya alami sendiri, bukan orang lain atau sekedar cerita fiktif. Itulah sebab dari beberapa hal yang membuat saya tidak beraktifitas di blog ini selama beberapa bulan, semoga dari tilisan saya ini dapat diambil hikmah dan ada pelajaran yang bermanfaat di dalamnya, sekian dari saya mungkin ada salah-salah tulis dan sebagainya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, ‘ihdinash shiratal mustaqim.
Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar