Senin, 20 Desember 2010

Jangan Bilang Peringatan Haul Itu Syirik atau Bid'ah

Kata Haul berasal dari bahasa arab yg artinya “setahun”. Biasanya kata haul ini berkaitan erat dg masalah zakat mal. Tapi pembahasan disini adalah peringatan genapnya satu tahun dari wafatnya almarhum/almarhumah (terutama tokoh agama Islam) seperti Syekh Abdul Qodir al-Jaelani.

Masalah haul ini, akan terasa lebih bernuansa agamis dan terasa dahsyat ketika yg meninggal itu seorang tokoh kharismatik, ulama’ besar atau pendiri sebuah pesantren.
Selama ini kita sering dengar, bahkan menyaksikan atau bahkan mengikuti acara haul yg diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Jawa, misal di Banten, Serang, Jakarta, Bandung, Cirebon, Pekalongan, Semarang, Jogja, Solo, Surabaya dan Malang. Adapun rangkaian acaranya bervariatif, ada pengajian, tahlil akbar, istighosah akbar, atau manaqiban.

Yang hadir dlm acara haul sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya ketokohan orang yg di haul-I, kalau yg di haul-I ketokohannya dikenal secara Nasional maka yg hadir hingga mencapai ribuan bahkan puluhan ribu orang yg mayoritas adalah orang NU, bahkan sekarang udah merambah ke tingkat kelompok keluarga (jam’iyatul usyroh).


HUKUM PERINGATAN HAUL DAN LANDASAN AMALIAHNYA


Secara khusus haul hukumnya mubah, dan tidak ada larangan sebagaimana yg terungkap dlm hadits Nabi saw yg diriwayatkan oleh al-Baihaqi, dari al-Waqidi, beliau berkata sebagai berikut:

“ Al-Baihaqi dari al-Waqidi mengenai kematian, bahwa Nabi saw senantiasa berziarah ke makam para syuhada’ di bukit Uhud setiap tahun dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dg mengeraskan suaranya “Salaamun ‘alaikum bimaa shobartum fani’maa uqbaddaar” yg artinya:”Keselamatan ttp padamu berkat kesabaranmu, maka betapa baiknya tempat kesudahanmu itu”. Abu Bakar juga berbuat seperti itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit uhud dan berdo’a. Sa’ad bin Abi Waqosh juga mengucapkan salam kpd para syuhada’ tsb kemudian ia menghadap kpd para sahabatnya, “Mengapa kamu tdk mengucapkan salam kpd orang2 yg akan menjawab salammu.”

(Nahju al-Balaghoh hal.394)

Dengan dasar dalil diatas maka melaksanakan haul itu mubah, bahkan mustahab (dianjurkan). Inti kegiatan dg yg dilakukan Nabi saw adalah sama yaitu mendo’akan yg dihaul-i hanya teknisnya saja sekarang yg berbeda. Adapun saya bilang mustahab karena hal2 sbb:

1. Baca’an tahlil,tahmid,tasbih dan ayat2 al-Qur’an (tahlil akbar) yg pahalanya dihadiahkan kpd yg di haul-I dan ahli kubur. Hal ini dianjurkan (mustahab). Berdasarkan Hadits riwayat Baihaqy dan Thobary,yaitu:

Dari sahabat Ibnu umar,beliau mengatakan: saya mendengar Rosulullah saw. Bersabda jika seorang diantara kalian meninggal maka jangan kalian tahan,cepat2lah kalian bawa ke kubur dan bacakan di arah kepalanya al-Fatihah,menurut kalimat al-Baihaqy awal surat al-Baqoroh dan lurus di kakinya akhir surat al-Baqoroh.

(kitab al-Ruh fi al-Kalam….Ibnu Qoyyim al-Jauzi, hal.33)

2. Istighosah akbar ini merupakan majlis dzikir yg diridloi Allah SWT

3. Bersodaqoh, ini hukumnya sunnah

4. Sebagai tempat silaturrohim antar sesama muslim,ini hukumnya sunnah.

5. Menuturkan riwayat hidup yg baik2 (manaqib) sehingga bisa meneladani kebaikan2 yg pernah dilakukan oleh almarhum (yg dihaul-i)

6. Mau’idloh hasanah,hal ini sangat dianjurkan karena ini termasuk amar ma’ruf nahi munkar.


Jadi haul merupakan bid’ah hasanah yg didalamnya ada kegiatan-kegiatan yg sesuai syari’at Islam. Dengan haul kita melaksanakan dzikir pd Allah, dapat mengingat akan mati, juga bisa dijadikan media dakwah yg efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar