Kamis, 11 Juli 2013

Wanita Sholihah Dan Pria Sholih



 الْحَمْدُ لِلهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَبَعْدُ
  
Asslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh 


Sayyidatina ‘Aisyah berkata bahwa pada suatu hari ada gadis yang datang kepada Nabi Muhammad Sollallohu ‘Alaihi wa Sallam, dia bertanya kepada Nabi,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya gadis yang dilamar, tetapi saya masih tidak suka dengan pernikahan, maka sesungguhnya bagaimanakah hak seorang suami atas istrinya?.” Nabi pun menjawab: “dan apabila ada dari ujung rambut hingga ujung kaki seorang suami itu penuh dengan nanah yang bercampur darah, maka kemudian menjilati seorang istri atas nanah tersebut, tidak akan bisa menggantikan syukur seorang istri kepada suaminya,” kemudian gadis tersebut berkata,” atau saya tidak usah menikah saja Ya Rosul ?,” Nabi berkata ,” menikahlah! sesungguhnya dalam menikah itu terdapat kebaikan.” (hadits diriwayatkan oleh Imam Al Hakim yang telah dishohihkan sanad haditsnya).
                Seorang wanita adalah perhiasan dunia yang memang sudah sebagai kodratnya, sebagai pencetak, pendidik, dan seorang ratu bagi sang suami. Akan tetapi Allah telah menakdirkan bahwa pemimpin dalam keluarga adalah seorang suami, jadi sekaya, secantik, sehebat apapun, hendaknya seorang istri harusnya menaati dan menjunjung hormat terhadap suami dan menjaga kehormatan suaminya, terlebih kehormatan keluarga. Bukan malah seperti yang disinetron-sinetron, mentang-mentang sudah kerja di perusahaan tidak mau mengurus anak lagi, apalagi mau masuk ke dapur dan menyiapkan makanan untuk anak dan suami, terlebih-lebih tidak mau lagi menghormati suaminya lagi. Hanya karena pekerjaan suaminya dan penghasilannya kalah dibawahnya, na’udzu billahi min dzalik tsumma na’udzu billah.
                Seperti inilah perbuatan yang sangat dimurkai Allah dan Rasulnya, sehingga sayyidatina ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha mencontohkan sedemikian rupa dalam menghormati kepada suaminya, meski dirinya adalah seorang putri Baginda Nabi Muhammad, karena surganya seorang istri ada pada suaminya, dengan atau tanpa kedudukan dan pangkat tinggi sekalipun, karena itulah seorang suami dibebankan membawa keluarganya menuju kedalam kebaikan yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesuai firman Allah dalam Al Qur anul karim:
Quu ‘anfusakum wa ahlikum naaron
Yang artinya: “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”, wallahu a’lam.

                Kalau sudah demikian jelas lantas masih beranikah anda sebagai seorang istri, untuk tidak menghormati, berani membangkang dan mendurhakai suami. Celakalah dan nerakalah yang menunggu untuk anda di akhirat kelak, anda boleh tidak mentaati suami hanya pada saat dalam kemaksiatan dan kedholiman, selain itu tidak diperbolehkan sama sekali, itupun jika anda ingin menjadi istri yang sholihah dan dirindukan syurga dan kembali berkumpul kelak di syurga-Nya, subhanallah lahaula wa laquwwata illa billah.

                Sebagai seorang anak dan anak didik saya melihat dan merasakan kerasnya almarhum ayah saya, allahummagfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu, dan guru saya dalam mendidik anak dan istrinya, akan tetapi saya dapat merasakan akan kasih sayang dan perhatian kepada istri, anak dan anak didiknya karena memang merasa bertanggung jawab dan memiliki. Dan ibu saya dan ibu nyai tidak pernah membela anak-anaknya saat Ayah atau Abah Kyai memarahi anak-anak meski dipukul atau disiram dengan air hingga terengah-engah, tentunya memang karena sang anak melakukan kesalahan dan sudah pernah dinasehati satu atau dua kali. Begitu juga ibu dan ibu nyai tidak pernah  berkelah atau membangkang saat ada salah dan dimarahi Ayah atau Abah kyai. Akan tetapi berani untuk mengingatkan ketika ada kesalahan pada Ayah atau Abah kyai.

                Begitulah yang memang dimaksud Allah dalam surah Al Baqoroh:
hunna libasullakum wa antum libasullahunna
yang artinya: mereka(istri-istri kalian) merupakan pakaian bagi kalian dan kalian merupakan pakaian bagi mereka(istri-istri kalian). Wallahu a’lam
sehingga sudah sepatutnya istri menghormati suami dan tidak membuka aib kepada orang lain, juga sebaliknya suami menyayangi istrinya dan juga tidak membuka aib kepada orang lain, dengan demikian akan terciptalah keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, meski saya sendiri belum berkeluarga hehehe…, tetapi saya ada dalam keluarga tersebut, alhamdulillah. 

                Saya mengatakan hal tersebut karena saya sendiri telah mengalami akan hal tersebut, bukan hanya melihat dan mendapat berita. Semoga yang saya sampaikan dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi anda dan dapat membawa kemanfaatan kepada saya. Mohon maaf atas segala kekhilafan dari saya, dan kebenaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ihdinash shiratal mustaqim, ilalliqo’ ma’assalamah.

Wasslamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh